•••
Bugh!
Dengan pukulan pertama, musik otomatis berhenti. Sepertinya sang Dj sudah tahu apa yang harus dia lakukan ketika melihat tatapan Bos-nya ke salah satu pelanggan VIP, seperti predator yang melihat mangsanya. Lalu Tian melayanglah pukulan kedua dan ketiga, ayunan tongkat itu terlihat kuat dan sanggup merbohkan lawannya.
"Shit!"
Bugh!
Tian seakan menulikan pendengaranya. Mengabaikan makian Andreas, Tian bersiap kembali melayangkan pukulan berikutnya.
"Lo ngap---BANGSAT!!"
Bugh!
"Argggh!"
Tongkat yang hendak melayangkan pukulan keempat, tiba-tiba tertahan di udara. Tian menoleh tanpa menurunkan tangannya, menatap perempuan di sampingnya dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.
"You can kill him, he will die if---"
"And you fear if he dies?" Tanya Tian terdengar dingin. Matanya menatap tajam Deelara.
Deelara menelan ludahnya susah payah, entah kenapa dia merasakan aura berbahaya dari dalam diri Tian. Lalu Deelara kembali memperhatikan kondisi laki-laki yang tengah meringis di lantai dengan wajah penuh darah. Deelara meringis, takut-takut dia melirik Tian.
"I don't care if he dies, Septian." Jawab Deelara berusaha tenang, meskipun suara bergetarnya jelas menunjukkan jika dia sedang ketakutan. Deelara menunjuk dada Tian dengan ibu jarinya, menekankan setiap kata yang keluar dari mulutnya agar laki-laki itu bisa mengerti.
"Gue cuma nggak mau lo jadi pembunuh gara-gara gue." Deelara menelan ludahnya susah payah, "Gue juga nggak mau menghabiskan sisa hidup gue dengan rasa bersalah." Ujarnya lagi terdengar tegas, meski setetes air mata mengalir di pipinya. Deelara takut, selama apapun kenangan buruk itu terjadi---tubuh dan pikirannya masih tetap bereaksi sama ketika melihat kekerasan terjadi di depan matanya. Terutama darah itu, darah yang berceceran di lantai perlahan-lahan mulai membangkitkan potongan-potongan kenangan buruknya. Tanpa sadar, tangannya gemetar.
Satu tangan Tian yang bebas, terangkat mengusap pipi basah Deelara. Lalu menarik tengkuk Deelara agar jarak mereka menjadi lebih dekat. Setelah itu Tian berbisik, "Kalo gitu lo nggak perlu merasa bersalah, karena gue nggak akan biarin dia mati. Mungkin, sedikit luka bisa membantu menyadarkan dia nanti. So, let me end this the right way."
Tian tiba-tiba menarik diri, menempatkan Deelara di belakangnya lalu kembali melayangkan tongkat baseball itu ke wajah Andreas lagi. Andreas adalah definisi penjahat kelamin yang sebenar-benarnya. Menurut rumor, Andreas punya hobby aneh dalam urusan ranjang, dia lebih suka memaksa---memperkosa korbannya untuk memuaskan napsu setannya di bandingkan dengan membayar pelacur yang dengan senang hati akan memuaskannya di ranjang. Gilanya lagi, dia menikmati ekspresi kesakitan dari para korbannya. Tidak sedikit korbannya yang melapor dan menuntut keadilan atas pelecehan, pemerkosaan serta pengancaman yang di alami mereka. Tapi uang selalu bisa menutup kasus-kasus Andreas Sultana tanpa jejak. Selama ini Tian mencoba untuk tidak peduli dengan bisnis-bisnis gelap Andreas, meskipun Tian tahu banyak hal yang dapat menjatuhkan laki-laki itu. Tapi untuk malam ini, sepertinya dia harus menghentikan Andreas dengan cara yang lebih pantas untuk seorang penjahat kelamin. Persetan dengan nama belakang Andreas, Sultana tidak lebih kaya dari Pramudya.
Hingga pukulan keenam, Andreas terbatuk-batuk dengan darah yang semakin banyak mengalir dari mulut dan hidungnya. Bisa di perkirakan jika Tian benar-benar sengaja ingin menghancurkan wajah Andreas. Terbukti dari enam pukulannya yang hanya mendarat di wajah Andreas, laki-laki berwajah oriental itu mungkin kehilangan banyak gigi, patah tulang dan mungkin rahangnya bergeser jauh dari tempatnya.
Keterlaluan memang, tapi anggap saja Tian sedang mewakili semua korban-korban kebejatan laki-laki itu.
Andreas mengusap bibir dan hidungnya yang berdarah, lalu mengumpat kesal saat melihat begitu banyak darah di tangannya.
"Damn it! What's wrong with you? you smashed my face, Septian Pramudya?"
Tian melempar asal tongkat baseball-nya ke samping, menimbulkan bunyi yang cukup mengerikan di telinga Andreas. Lalu Tian berjongkok di depan Andreas, memperhatikan wajah lawannya dengan saksama.
"Trust me, now I want to send you to hell. Let you sleep tight there but no, I don't want my hands dirty." Tian mendekatkan wajahnya ke telinga Andreas, "Lo kenal gue, Andreas. Gue bisa bikin lo ilang tanpa jejak."
"Dan gue tau lo nggak mungkin nyentuh orang tanpa alasan. Why?" Tanya Andreas tajam, tatapannya menuntut penjelasan atas apa yang sudah terjadi dengan wajahnya. Meski kepalanya sedikit pusing, Andreas tidak ingin terlihat lemah di depan seorang Septian Pramudya.
Tian menyeringai, lalu bangkit dari posisinya. Satu tangannya menarik Deelara ke sampingnya, membiarkan Andreas melihat Deelara dengan jelas.
"Touch her, and you'll know what I'm going to do." Peringat Tian dengan suara beratnya.
Orang lain mungkin akan berpikir jika itu adalah hal manis yang di lakukan oleh laki-laki kepada pasangannya. Tapi tidak bagi Deelara dan Andreas. Deelara yang langsung memusatkan perhatiannya kepada Tian, menatapnya penuh tanya. Sedangkan Andreas yang awalnya diam tidak berkutik, tiba-tiba terkekeh geli. Meski sesekali meringis menahan sakit di wajahnya.
"Jadi gara-gara Deelara, seorang Septian Pramudya sampe harus turun tangan?" Andreas menjeda kata-katanya, berusaha bangkit meski beberapa kali terlihat linglung.
Tian bisa merasakan remasan kuat di tangannya. Dari ekor matanya, Tian bisa melihat ketakutan di wajah perempuan itu dengan jelas. Tubuhnya bergetar hebat ketika Andreas sudah berdiri di depan mereka. Tanpa sadar, Deelara semakin menempelkan tubuhnya ke Tian.
"Lo tau, Yan. Ini pertama kalinya gue merasa menang banyak dari lo." Andreas memandang Deelara dengan tatapan remeh, lalu kembali menatap Tian dengan bangga. "She is my ex. What do you think I got from that body for two years?"
Andreas berharap, hal itu dapat melukai harga diri Tian. Namun alih-alih terpengaruh, senyuman di wajah Tian malah semakin lebar.
"Poor you, Andreas. You had it for two years but I got into it overnight. Tanpa paksaan dan Deelara menikmati itu."
Kenyataan yang baru saja di katakan oleh Tian berhasil membungkam Andreas, senyum di wajahnya tadi seketika menghilang. Bagaimana tidak, selama dua tahun menjalin hubungan dengan Deelara, perempuan itu tidak pernah mengijinkannya melakukan yang lebih dari sekedar ciuman sedangkan Tian mendapatkannya dengan mudah. Andreas menatap Deelara dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Dan Tian tidak peduli dengan aksi saling tatap-menatap itu, karena Tian langsung menyeret Deelara pergi dari hadapan Andreas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifeline - Septian Pramudya
RomantiekDengan gerakan pelan, Deelara berusaha menyikirkan tangan berotot itu dari perutnya. Lalu bergerak mengumpulkan pakaian dan dalamannya yang berserakan di lantai sambil menahan perih di bagian intinya. Setelah mengenakan semua pakaiannya, Deelara be...