•••
Berkali-kali Deelara menarik lalu menghembuskan napasnya panjang, kembali meneliti penampilannya di dinding lift. Ini memang bukan pertama kalinya Deelara bertemu Tian, tapi jelas ini pengalaman pertamanya mengunjungi apartemen laki-laki itu. Padahal seingatnya dulu, Tian pernah bilang kalau dia tinggal bersama kedua orangtuanya.
Dan ngomong-ngomong soal makan malam, sebenarnya ini ide Deelara. Atau lebih tepatnya lagi, Deelara yang menawarkan untuk makan malam di tempat Tian dari pada harus bermacet-macetan di jalan, di sabtu malam pula. Alasan lainnya, Deelara tidak ingin semakin merepotkan Tian yang akhir-akhir ini memang sedang sibuk-sibuknya di kantor. Dan Deelara cukup tersanjung karena Tian masih sempat-sempatnya meluangkan waktu untuk sekedar memberikan kabar karena tidak bisa mengantar atau menjemputnya untuk sementara waktu. Ya, meskipun sejak awal Deelara juga tidak mengharapkan hal itu. Tapi tidak bisa di pungkiri jika sikap Tian yang seakan begitu menghargai keberadaannya, perlahan-lahan mulai merobohkan dinding pertahanannya.
Ting!
Pintu lift terbuka di lantai sepuluh, Deelara melangkahkan kakinya menyusuri lorong apartemen hingga akhirnya Deelara sampai di depan unit 212. Dengan gugup, Deelara kembali mengecek pesan yang terakhir Tian kirimkan lalu mencocokkan dengan nomor unit di depannya.
Deelara kembali menghembuskan napasnya panjang sebelum akhirnya menekan bel, tidak lama kemudian pintu di depannya terbuka dan menampakkan sosok Tian yang bertelanjang dada dengan rambut yang masih basah.
Deg!
Seketika Deelara mengalihkan wajahnya dengan salah tingkah, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Sedangkan pelaku penyerangan jantung Deelara terlihat biasa-biasa saja.
"Masuk, Deelara." Perintah Tian dengan senyuman jailnya, membuka pintunya lebih lebar.
Dengan kaku, Deelara bergerak masuk tanpa sedikitpun berniat menatap ke arah Tian. Heran saja, Tian yang telanjang dada tapi kenapa dia yang justru merasa malu luar biasa.
"Enjoy your time." Ujar Tian lalu berlalu ke arah dapur.
Enjoy in your ass? Bisa-bisanya dia telanjang dada kayak gitu. Deelara membantin.
Begitu memasuki ruang tengah, aroma khas Tian langsung menyambut penciuman Deelara. Perpaduan antara aroma mint dan orange yang menyegarkan. Deelara mengedarkan pandangannya, meneliti isi apartemen dua pintu yang lebih dominan dengan warna hitam dan putih, terlihat bersih dan rapi. Sepertinya Tian memang tipe orang yang anti ribet, di lihat dari desain ruangan tanpa sekat yang menghubungkan ruang tv langsung dengan dapur, hanya di pisahkan oleh meja bar. Hanya ada satu sofa bad tanpa meja di depan tv, juga rak kayu yang penuh dengan buku-buku berhalaman tebal. Mungkin karena itulah ruangan ini terlihat jauh lebih luas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifeline - Septian Pramudya
Storie d'amoreDengan gerakan pelan, Deelara berusaha menyikirkan tangan berotot itu dari perutnya. Lalu bergerak mengumpulkan pakaian dan dalamannya yang berserakan di lantai sambil menahan perih di bagian intinya. Setelah mengenakan semua pakaiannya, Deelara be...