29. Destiny begins to work

12.1K 934 14
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Tian kembali pada kehidupannya yang dulu---sebelum bertemu dengan Deelara. Menyapa bahkan menyambut ajakan perempuan-perempuan nakal yang mencoba menggodanya. Namun sialnya, gairah itu masih tidak kunjung datang. Tian sama sekali tidak merasa bergairah untuk menyeret perempuan yang tengah meraba-raba bagian dadanya ini ke tempat tidur, semua terasa biasa saja. Sentuhan perempuan yang menyebut dirinya Angel ini, sama sekali tidak membangkitkan sisi liar di dalam diri Tian. Bahkan, sentuhan-sentuhan itu mulai terasa mengganggu.

Tian menahan tangan Angel yang hendak membuka ikat pinggangnya, perempuan itu langsung menatapnya bingung. Tian juga balas menatapnya. Meneliti penampilan Angel malam ini yang terlihat cantik dan menggoda dengan lipstik merah menyala, ukuran dada Angel yang cukup besar seharusnya bisa membuat Tian tergoda untuk menyentuhnya. Tapi setiap kali niat itu ada, bayangan wajah Deelara selalu berhasil mengembalikkan akal sehat Tian.

"Go away!"

"What?!" Tanya Angel terlihat bingung.

"I said... go away!!" Ujar Tian lagi, sengaja menekankan kata-katanya agar perempuan itu cepat menyingkir dari hadapannya.

Wajah Angel berubah kesal. "Why? Kita belum selesai dan kenapa..."

"Get the fuck out of here!" Tian mendekatkan bibirnya ke telinga Angel, "Lo nggak bisa bikin dia bangun, jadi buat apa lo disini?" Ujar Tian pelan namun kata-katanya sukses membuat Angel merasa tertampar.

Dengan emosi bercampur malu, Angel langsung berlalu dari hadapan Tian. Sepertinya mulai saat ini selain babi dan anjing, Tian juga haram di dalam hidupnya.

Sepeninggalan Angel, Tian langsung mengacak-ngacak rambutnya dengan kasar. Kesal pada dirinya sendiri yang kehilangan gairah dan minat pada perempuan-perempuan malam yang masih terus menggodanya dengan baju kekurangan bahan.

Tian melirik ke bagian tengah celananya, perasaannya mulai gelisah.

"Gue nggak mungkin lemah syawat kan?" Tanyanya pada diri sendiri. Lama Tian terdiam dengan pikiran menerawang, tiba-tiba saja dia menepuk bagian sensitifnya dan kembali berujar. "Tenang aja! Lo sehat kok, mungkin gue cuma lagi nggak mood aja. Lo masih bisa bertempur setelah gue udah berhasil ngelupain bayang-bayang---Deelara?"

Tian menajamkan penglihatannya. Jelas, ini bukan halusinasi. Bahkan di tengah minimnya pencahayaan, Tian masih bisa mengenali Deelara dengan jelas. Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke segala arah beberapa kali, kelihatan seperti sedang mencari seseorang yang entah siapa---Tian juga tidak tahu. Namun sialnya, Tian jadi ingin tahu. Siapa orang yang sedang Deelara cari di tempat seperti ini.

Lifeline - Septian Pramudya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang