•••
Setelah seminggu terjebak bersama Anay, Ibu hamil yang penuh drama selama kehamilannya karena di tinggal suami keluar Kota. Akhirnya, hari ini Tian bisa kembali beraktifitas layaknya laki-laki single normal pada umumya. Bebas tugas mengikuti keinginan Ibu hamil yang tidak manusiawi. Meski sebenarnya ada sedikit keraguan jika semua permintaan Anay bukan atas kemauan si bayi seperti yang selama ini kerap kali di jadikan alasan, mungkin saja itu hanya akal-akalan Anay untuk mengerjainya. Mana ada orang bisa tiba-tiba berubah menyebalkan dan penuh drama hanya gara-gara hamil?
Selain masalah Ibu hamil, Pramudya & Partners juga lagi hectic dengan berbagai permintaan klien. Salah satunya, kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang di alami oleh Aprilia Susanti, Isteri dari Andrio Atmojo pengusaha batu bara yang di juluki crazy rich Kalimantan. Setelah melalui proses panjang yang cukup menguras emosi, Tian akhirnya berhasil menjerat Andrio dengan hukuman yang setimpal. Melihat bagaimana kondisi Aprilia yang tidak bisa di bilang baik-baik saja. Secara fisik, luka-lukanya yang menjadi bukti kuat dalam menjerat Andrio juga sudah mulai membaik tapi siapa yang bisa menjamin psikisnya akan baik-baik saja?
Dan alasan kenapa Aprilia nekat jauh-jauh dari Kalimantan ke Jakarta untuk menemui Septian Pramudya, yang namanya sudah mulai di kenal oleh masyarakat luas sebagai pengacara yang memiliki rasa keadilan tinggi namun temperamen dan tidak segan menggunakan cara ilegal untuk memenangkan kasus korupsi dan kekerasan pada perempuan. Aprilia yakin jika Tian akan memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan, alasan lainnya karena beberapa pengacara di Kalimantan dan hukum disana seolah menutup mata atas kasus yang melibatkan nama besar Andrio Atmojo.
"Tapi gue salut sih sama lo, Bro. Lo nolak duitnya Andrio tanpa mikir, kalo orang lain mungkin bakalan kegoda dan akhirnya jadi tutup mata sama kasus ini." Arvian, salah satu pengacara terbaik yang bergabung dengan Pramudya & Partners akhirnya angkat bicara terkait usaha Andrio yang mencoba menyuap Tian dengan bayaran fantastis.
Tian menggulung lengan kemejanya sebatas siku lalu membuka dua kancing atas kemejanya, tiba-tiba merasa gerah ketika mendengar nama Andrio Atmojo.
"Itu orang emang nggak punya otak. Tapi lebih nggak punya otak lagi kalo sampe gue terima duitnya dan tutup mata ketika ada perempuan yang hampir mati gara-gara banci kayak dia." Tian berdecak tidak percaya, masih terbakar emosi ketika mengingat tawaran Andrio seminggu yang lalu. "Gue emang brengsek, hidup gue juga nggak lurus-lurus banget. Tapi seumur hidup gue, belum pernah sekalipun gue mukul perempuan. Makanya pas liat Andrio waktu itu nggak ada tampang-tampang menyesalnya, gue jadi gatal pengen nonjok tuh orang. Anjing emang!" Umpat Tian penuh emosi.
"Ya gue juga sih! kasian banget tuh istrinya, sampe harus di rawat di Rumah sakit gara-gara patah tulang rusuk. Mbak Aprilia juga kenapa sabar banget ya, sama suami psikopat gitu. Dua tahun gila! Itu bukan waktu yang singkat buat nahan-nahan sakit." Arvian lagi-lagi menggeleng tidak habis pikir.
Tian menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi lalu menghembuskan napasnya panjang. "Simple! Alasannya bertahan cuma gara-gara anak. Padahal kalo menurut gue, keputusan untuk bertahan di dalam hubungan yang nggak sehat, yang udah main fisik itu adalah keputusan terbodoh yang banyak di pilih orang. KDRT itu bukan tontonan dan contoh yang baik buat anak. Selain itu, perempuan yang memilih bertahan dengan Abusive Relationship ini juga ikut mengorbankan kebahagiaan dirinya sendiri. Padahal kan, everyone lives to find happiness."
Arvian mengangguk menyetujui lalu menepuk pundak Tian beberapa kali, "Omongan lo selalu bener kalo udah menyangkut kasus klien. Udah cocoklah kalo nyari pasangan hidup, gue jamin pasangan lo nanti bakalan bahagia dunia akhirat." Goda Arvian.
Tian memutar bola matanya malas, "Lama-lama lo jadi mirip nyokab gue." Tian bangkit dari duduknya, mengambil ponsel dan kunci mobil di atas meja kerjanya. "Gue cabut."
"Kemana? Nganterin Ibu hamil?" Goda Arvian lagi.
Tian menghentikkan langkahnya sebelum memegang handle pintu, berbalik menatap Arvian. "Sorry ya! now, I'm a single man. Argan udah balik dari Surabaya. Dan ajaibnya, si Ibu hamil langsung anteng. Sialan nggak tuh!"
Arvian terbahak puas, "Kayaknya Anay emang sengaja ngerjain lo deh!"
Tian mengangguk, "Feeling gue sih gitu. Tapi emang Ibu hamil satu itu, ada aja akalnya biar gue nggak jadi marah. Segala pamali di bawa-bawa. Katanya kalo gue nolak ngikutin keinginan dia, nanti pantat gue bisulan-lah, ketek gue bau-lah!" Tian menggeleng tidak percaya.
"Dan lo percaya?"
"Menurut lo? Buat apa gue sekolah tinggi-tinggi sampe punya firma hukum?" Seru Tian terdengar sewot, "Akal sehat gue menolak percaya. Tapi ya gimana---" Tian menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. "Gue juga ngeri kalo sampe pantat gue beneran bisulan."
***
"Tapi Mas, biar gimanapun dia Bapaknya anak-anak. Saya nggak tega."
Tian menghembuskan napasnya kasar, menatap Aprilia dengan tatapan frustasi. Tian pikir setelah seminggu dari sidang terakhir, Aprilia tidak akan menemuinya lagi. Entah ada angin apa, perempuan itu tiba-tiba menghampirinya di parkiran Mall setelah makan siangnya bersama salah satu klien-nya. Habis sudah kesabarannya, kenapa perempuan harus punya rasa iba berlebihan sih? Apalagi untuk orang yang sudah berkali-kali melakukan kekerasan.
"Jadi begini Mbak... saya ngerti perasaan Mbak April, tapi hukum akan tetap berjalan sekalipun Mbak udah maafin suami Mbak. Biarkan suami Mbak menjalani hukumannya, semoga aja pas keluar nanti dia jadi sadar dan nggak main tangan lagi." Jelas Tian mencoba bersabar.
"Tapi Mas..."
"Mbak bahagia dengan rumah tangga Mbak saat ini?" Tanya Tian langsung, kekesalannya sudah mencapai ubun-ubun.
Aprilia menggeleng pelan dengan wajah berubah sendu.
"Bukan maksud saya untuk ikut campur. Tapi kalo boleh saya kasih saran, mulai sekarang coba pikirin juga kebahagiaan Mbak April, sebelum membahagiakan orang lain. Kadang-kadang kita memang harus bertindak egois, Mbak." Ujar Tian lagi, suaranya tegas penuh kesungguhan.
Aprilia mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Tanpa bicara lagi, Aprilia langsung berlalu begitu saja. Meninggalkan Tian yang masih terpaku dengan pikiran kacau. Tian tiba-tiba merasa bersalah, khawatir jika kata-katanya tadi terlalu keras untuk ukuran perempuan yang masih terpukul dengan kehidupan rumah tangganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifeline - Septian Pramudya
RomanceDengan gerakan pelan, Deelara berusaha menyikirkan tangan berotot itu dari perutnya. Lalu bergerak mengumpulkan pakaian dan dalamannya yang berserakan di lantai sambil menahan perih di bagian intinya. Setelah mengenakan semua pakaiannya, Deelara be...