27. Uncel Tian

10.2K 862 9
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Pagi-pagi buta tadi satu panggilan telepon dari Argan berhasil membuatnya dan Yaya lari terbirit-birit, padahal matanya saja belum sepenuhnya terbuka di tambah lagi dengan efek minum semalam yang baru terasa.

Yaya berinisiatif untuk menyetir demi keselamatan mereka berdua, sedangkan Tian melanjutkan tidurnya sampai mobil terparkir sempurna di parkiran Rumah Sakit.

"Yan, bangun."

Tian hanya menggumam tidak jelas, membuat Yaya berdecak kesal.

"Septian! Gue hitung sampe tiga, kalo lo gak bangun juga, gue guyur pake air keras. Satu... dua..."

Belum sampai hitungan ketiga, Tian langsung membuka pintu mobil dan keluar, rasanya dia ingin membanting pintu mobil itu untuk menyalurkan kekesalannya tapi niat itu buru-buru dia urungkan. Sayang, mobilnya terlalu mahal untuk di jadikan pelampiasan.

"Serius Ya, kepala gue rasanya berat banget. Ini kalo nggak di tahan-tahan, bisa jatuh menggelinding ke bawah." Ujar Tian mulai ngelantur.

"Kepala lo bisa menggelinding beneran kalo lo absen nyapa ponakan baru lo. Tau sendiri kan emaknya kayak apa, dia ingin kita berdua nyapa anaknya yang baru lahir ke dunia."

"Ya kan masih bisa nunggu siangan, Safiyya." Balas Tian kesal.

"Lo nggak denger tadi apa kata Argan? Anay mau gue sama lo jadi orang ke empat dan kelima yang nyapa anaknya."

"Kurang sinting apa lagi tuh orang coba? Masa mau nengok anaknya aja harus di urut." Ujar Tian tidak habis pikir.

Yaya mengangkat bahunya acuh. "Sintingnya nambah setelah jadi Ibu."

Jadi Tian hanya bisa menggerutu sepanjang perjalanan ke lantai empat Rumah sakit, ruangan tempat Anay di rawat. Sedangkan Yaya hanya diam mengikuti langkahnya, sembari berbalas pesan dengan Argan. Laki-laki itu baru saja mengiriminya pesan, memberitahukan nomor kamar rawat inap yang Anay tempati.

Pintu kamar di buka dari luar, semua orang di dalam ruangan menatap dua orang yang baru datang dengan pandangan yang berbeda-beda. Anay mendengus kesal, Argan menghembuskan napasnya lega sedangkan Ayah dan Tante Anay hanya tersenyum maklum.

"Lo belum mandi ya?" Tuduh Anay langsung, tangannya memeluk anak di gendongannya erat-erat. Seakan takut anak yang baru di lahirkannya itu terjangkit penyakit mematikan yang di bawah oleh Tian.

"Ya menurut lo, orang gila mana yang mandi pagi-pagi buta kayak gini?" Balas Tian ketus.

Anay memperhatikan penampilan Tian dari atas sampai bawah. Dengan rambut acak-acakkan serta muka bantal, laki-laki itu menggunakan atasan kemeja putih yang tiga kancing bagian atas kemejanya sengaja di buka, memperlihatkan tato yang terukir di dada bidangnya. Sedangkan bawahan, Tian menggunakan celana panjang hitam. Sekilas tidak ada yang salah dengan penampilan Tian, laki-laki itu masih tetap terlihat menawan meskipun wajahnya kusut seperti kemeja yang dia kenakan. Tapi jika di teliti lebih bawah lagi, maka kalian akan menemukan sepasang sendal jepit berwarna pink menyala milik Yaya.

Hal itu membuat Anay langsung membuang wajahnya ke sembarang arah, berusaha menahan tawanya agar tidak segera meledak. Dan sepertinya hal itu juga di sadari oleh Argan.

"Semalam minum berapa banyak, Yan?" Tanya Argan setelah berdehem cukup keras, menyamarkan tawanya.

"Banyak. Tapi tetep nggak bisa bikin gue mabuk." Jawab Tian enteng lalu menatap Ayah dan Tante Anay, "Cuci muka dulu ya Om, Tan."

Setelah mendapatkan anggukan dari kedua orang itu, Tian langsung masuk ke dalam kamar mandi yang berada di samping pintu masuk.

Sementara itu Yaya hanya bisa geleng-geleng kepala memperhatikan punggung Tian yang menghilang di balik pintu kamar mandi. Yaya menyalami Ayah dan Tante Anay lalu mendekat ke arah Anay, memperhatikan bayi mungil di dalam gendongan Ibunya.

Dirga dan Kanjeng Ratu yang sudah mengerti langsung pamit pulang, sengaja memberikan mereka waktu agar lebih leluasa mengobrol.

"Namanya siapa?" Tanya Yaya yang entah kepada siapa, matanya masih memperhatikan wajah bayi mungil itu.

"Syakilla Aurelia Mahesa." Jawab Argan yang baru saja kembali setelah mengantar mertuanya keluar. Argan mengantar Dirga dan Kanjeng Ratu hanya sampai di depan pintu kamar, karena Dirga menolak. Tidak ingin Argan meninggalkan Istrinya.

"Panggilannya?"

"Panggil aku Killa, Aunty." Kali ini Anay yang menjawab.

Yaya tersenyum. Jari telunjuknya menyentuh pipi merah Syakilla.

"Hai Killa, I'm Yaya. I'm going to be your most beautiful aunt in the world." Matanya langsung berkaca-kaca ketika Anay menyerahkan bayi mungil itu kedalam gendongannya. Yaya mengecup pipi merah Syakilla dengan sayang. "Welcome to the world. You're going to be a good girl that everyone loves."

Yaya semakin tidak bisa menahan rasa harunya, dengan berlinang air mata Yaya menidurkan Syakilla di dalam box bayi yang berada di samping ranjang Anay. Lalu segera berhambur memeluk Anay, "You're great! You're going to be a great mother to your little girl." Yaya menarik diri, menghapus air matanya sambil terkekeh geli. "Gue masih nggak nyangka, akhirnya lo jadi Ibu Nay." Ujar Yaya penuh haru.

Anay terkekeh meski matanya sudah ikut berkaca-kaca, "Gue juga nggak nyangka, Ya. Gue sekarang udah punya anak." Anay terkekeh pelan, dia juga masih merasa takjub setiap kali melihat wajah Syakilla.

"Ingat, lo sekarang udah punya anak. Kurang-kurangin gilanya, jangan sampe anak lo juga ikutan gila kayak emaknya. Kasian Argannya." Celetuk Tian yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar dan songong seperti biasa.

Anay mendengus keras, lalu menatap Argan. "Emang aku gila ya, Be?" Tanyanya, suaranya terdengar manja.

Argan tersenyum, menepuk puncak kepala Anay beberapa kali. "Nggak Ay, kamu nggak gila. Kamu itu cuma..."

"...Bar-bar." Sela Tian lagi.

Anay langsung menatap tajam Tian, sedangkan Yaya dan Argan tidak bisa menahan tawanya.

"Hai, ponakan uncle." Sapa Tian pada Killa yang baru saja membuka matanya.

Bayi mungil itu mengerjap matanya beberapa kali, seolah tahu ada yang sedang menyapanya.

"Cantik banget sih, anak siapa ini?" Tanya Tian pelan, matanya berbinar-binar memperhatikan setiap gerakan yang di buat oleh Killa.

"Anak guelah!" Jawab Anay sewot.

Tian mendengus tanpa menatap Anay, matanya masih setia memperhatikan bayi mungil itu.

"Anak lo, tapi mukanya lebih mirip Argan." Balas Tian santai.

Anay langsung cemberut, menatap Argan dengan mata berkaca-kaca. Ya, Anay memang kesal karena anak yang di lahirkannya itu lebih mirip Argan ketimbang dirinya. Killa bisa di bilang sebagai fotocopyan-nya Argan. Mulai dari mata, hidung, alis, bibir serta bentuk wajahnya. Sepertinya Anay hanya kebagian bulu mata Killa, bulu mata anaknya itu lentik seperti miliknya. Hanya bulu mata. Tolong di garis bawahi.

Lifeline - Septian Pramudya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang