21. Anganku begini

325 54 10
                                    

Hari jumat kembali datang, Seline sudah tidak sabar mengunjungi Lab school. Hanya butuh lima belas menit baginya untuk sampai ke sana, segera selepas turun dari angkutan umum dan membayar tarif ongkos, langkah kaki Seline langsung menginjak jalanan aspal menuju ke pekarangan taman Lab.

Nyanyian lagu Ba ba black sheep yang riang sudah terdengar di luar pintu. Suara tepukan tangan bergemuruh menyambut kedatangan Seline siang hari itu. Terhitung ada tujuh murid berlarian menghampiri, membuat Seline yang belum sempat melepas sepatu terpaksa berlutut guna menyamai tingginya dengan anak-anak.

"Halo!" ia menyapa penuh semangat beserta senyuman lebar. Satu persatu dari mereka berusaha meraih tangan Seline sehingga menciptakan drama rebutan sengit.

"Kak Seline punya aku!" teriak Cindy, anak perempuan dengan kunciran rambut paling tinggi dari teman-temannya.

"Apaan sih? Kak Seline punya aku kok," Dina mendorong Cindy menjauh, membuat yang terdorong terjatuh dengan posisi wajahnya mendarat lebih dulu di lantai.

Irfan, satu-satunya anak laki-laki di sana hanya bisa terdiam dan menyudut di ujung pintu, sementara satu jari telunjuknya dikemut ke dalam mulut.

Beberapa anak yang mengerubungi Seline mundur dan menjauh beberapa langkah seolah membiarkan Cindy selesai menangis dan tenang.

Seline tertawa kecil. Di pelukannya sudah ada Dina yang tak kalah melankolis. Padahal dia yang mendorong tapi dia juga ikutan nangis.

Miss Merry baru saja keluar dari ruang baby house. Tak ingin keributan di depan pintu membangunkan bayi yang tadi dia tiduri, buru-buru ia mendamaikan situasi.

"Ada apa ini kok ribut-ribut? Nadila baru aja Miss tiduri lho. Nanti dia bangun!"

Seline menunduk, kakinya yang masih terbalut sepatu segera ia buka lalu beringsut meletakkannya ke rak di sebelah.

Senyuman di bibir Seline sempat singgah beberapa detik hanya untuk memberi maksud bahwa dia meminta maaf karena telah menyebabkan sumber keributan di siang bolong. Untungnya, Miss Merry memang tak pernah marah dan selalu bersikap humble pada siapapun mahasiswa yang datang.

"Oh ada Kak Seline?" tanyanya dengan nada riang. Wanita itu duduk di depan Cindy lalu membantu anak tersebut berdiri. "Ayo bangun, jangan lebay deh." ledeknya.

Sambil cemberut Cindy merentangkan kedua tangannya, meminta disambut. "Miss, Dina tadi dorong aku." adunya cepat. Mendengar sang rival mengadu, Dina langsung melonggarkan pelukannya dari leher Seline, berteriak. "Kamu yang dorong aku tahu!"

"Hush, Dina! Jangan suka teriak-teriak ah, nanti adek di Baby house bangun." tegur Miss Merry.

Menangis lebih keras, Dina kembali memutar badan dan memeluk Seline erat-erat.

"Sudah-sudah," pindah dari hadapan Cindy, Miss Merry segera beralih ke Dina sembari menarik tangan anak itu. Dengan caranya tersendiri ia bisa meminta Dina berhenti menangis sambil menambahkan iming-iming sebotol susu. "Ngantuk? Nanti Miss bikinin susu ya? Ayo lepas dulu pelukannya dari Kak Seline, kasihan dia baru aja nyampe kok udah digelendotin."

"Susunya sebotol gedeeeeeee ya Miss?" Dina merentangkan tangan lebar-lebar.

"Iya, susu setangki besar nanti Miss buatin untuk kamu!"

"Aku mau aku mau!!" anak lainnya melompat-lompat girang, meminta hal yang sama.

Miss Merry mengangguk. "Iya, semuanya minum susu kok. Ayo balik lagi ke ruang tengah. Ini sudah waktunya kalian bobok siang."

Posisi tidur anak-anak tidak beraturan. Cindy lebih suka tidur di lantai yang dingin bersama tiupan angin sepoi-sepoi dari kipas angin gantung di plafon atas. Sementara Dina sangat suka tidur di bawah kolong meja dengan kaki terangkat satu dan mulut yang tak berhenti meracau

GUIDE TO YOUR HEART ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang