37. Ikut dengannya

308 53 28
                                    


Menyusuri jalanan menuju rumahnya, lalu berhenti tepat di depan pagar. Saga melepas seatbelt dengan bersusah payah sembari menarik napas putus-putus dari hidungnya.

Aroma bedak bayi dicampur buah melon dan sedikit percikan aroma terapi mobilnya. Bau tubuh Seline seakan bercampur-campur. Namun anehnya, Saga malah menikmati.

Bagaimana tidak nikmat ya kalau sepanjang jalan yang ia arungi Seline terus-terusan memeluk.

Saga meyakini kejadian ini teramat langkah dan mungkin sudah seharusnya ia kenang ke dalam salah satu keajaiban di sepanjang dua puluh tahun dia hidup.

"Seline," bisikan suara yang lembut mampir ke telinga kanan si perempuan. Sewaktu Seline sadar siapa sosok yang dia peluk, gadis itu malah semakin mengeratkan pelukannya.

Saga jadi pusing. Dia harus mau tak mau menampar pipi sendiri apabila tak ingin berhalusinasi jikalau pelukan erat yang terjalin saat ini hanyalah sebatas mimpinya di siang bolong.

"Gue bukan bantal guling, kenapa lo meluk gue terus huh? Lagi mimpi tidur di kamar lo sendiri ya?" tanyanya, bernada lembut seperti seorang ibu yang biasa membangunkan anaknya untuk mandi pagi.

Seline sekadar melenguh. Titik kesadarannya menghilang tertelan rasa takut dan cemas yang bergerumul menjadi satu. Diantara sadar dan tidak sadar, Seline tetap pada posisinya.

"Kita sampai mana, Ga?"

"Rumah gue!"

"Oh," Seline membulatkan bibir, namun gerakan tangannya tak kunjung terlepas. Masih menempel erat di sekeliling pinggang Saga, belum mau dia turunkan.

"Gue nggak mau ngayal ya? Tolong lepasin pelukan lo. Mau-mau aja gue dipeluk sampe tahun depan juga nggak masalah. Tapi kalau lo kayak gini cuma karena lo nggak sadar, mending nggak usah." Saga barusan berucap ketus, sedikit bernada kesal. Namun anehnya lagi, Seline nggak tersulut amarah.

Sekalipun, tangan Seline betulan tak kunjung bergeming sebab masih berada di sekitar pinggang Saga. Dan karena Saga sudah tidak tahan lagi, Ia pun nekat melakukan ini. Sembari melonggarkan aliran pernafasannya, Saga menarik kedua tangan Seline hingga pelukan itu langsung terlepas.

"Lo kenapa sih?' marahnya setelah itu, membuat Seline mematung.

"Saga.."

"Gue tau lo takut, tapi kenapa? Ceritain ke gue apa yang buat lo takut, huh?"

"Aku nggak bisa cerita!"

Kalau lo nggak bisa cerita yaudah nggak usah sedih. Gue nggak bisa dipeluk-peluk cuma karena lo lagi sedih, merana, atau bahkan galau kayak gini.

Gue nggak mau jadi pelampiasan lo!?

"Saga?? Kok mata kamu melotot?!'

"Hah?" suara-suara ribut di kepalanya tak akan pernah berani Saga sampaikan. Seminimal-minimalnya umpatan yang keluar dari mulutnya, itu hanyalah sebatas. "Anjir, yaudah kali kalau nggak bisa cerita. Gue juga nggak maksa."

Lalu ia turun dari mobil, tentunya saat Saga sudah tak lagi dipeluk oleh perempuan itu. Yakali, emang nyawa Saga ada berapa?

Dipeluk sepanjang jalan tadi betulan berhasil bikin napasnya jadi bengek. Saga nggak pernah sebegini frustasinya dipeluk oleh cewek. Seline doang yang membuat dia seperti ini.

"Ayo keluar, gue bikinin coklat panas deh, milo atau apa kek yang katanya bisa bikin cewek stres jadi normal lagi."

Seline ketawa.

"Aku yang stres?"

"Ya siapa lagi." kata Saga, sok cuek. Sambil berjalan memunggungi Seline yang masih struggle sama tali sepatunya. Saga diam-diam tersenyum.

GUIDE TO YOUR HEART ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang