43. Berbeda

282 51 20
                                    





Siang itu begitu terik. Matahari menyengat kulit kepala Seline yang ia biarkan tanpa pelindung apapun. Alhasil, rambutnya jadi panas, lengket, dan dia nggak suka menggerainya seperti biasa.

Seline berhenti di fakultas sosial. Sengaja berdiri di sana supaya bisa bertemu Saga karena dia kepingin  meminta tolong diantar ke cafe tempatnya mengerjakan tugas dengan teman-teman di kelas.

Seline mulai berani menyebut eksistensi mereka sebagai teman kendati tak satupun diantara mereka nampaknya bersedia mengobrol dengannya.

Tapi, hal itu tak mengapa. Seline sedang berusaha pelan-pelan untuk menerima adanya ruang lingkup pergaulan. Kendati nggak ada yang menaruh respek ataupun simpati. Seline nggak begitu memikirkan hal tersebut berlarut-larut. Dia ingin isi kepalanya santai saja. Nggak perlu ada beban.

Semula pelataran parkir fisipol terlihat penuh. Berjejeran mobil dan motor memenuhi halamannya. Seline kesulitan menemukan mobil Saga diantara mobil lainnya sebab milik lelaki itu warnanya hitam. Sementara di area ini, semua mobil nyaris berwarna sama. Lima belas menit berdiri di sana, Seline berjumpa dengan sosok berbadan tinggi menjulang dan warna kulit coklatnya yang eksotis.

Malik baru saja turun dari mobilnya. Ia berjalan santai sambil dengerin lagu dari earphone dan bernyanyi-nyanyi sendirian. Dia nggak nampak malu dilihatin banyak pasang mata. Suara-suara di sekeliling lebuh suka berbisik memuji keindahan wajah lelaki itu ketimbang berkomentar akan tingkah absurd-nya.

Mungkin itu yang dinamakan oleh orang-orang, jika wajahmu ganteng maka setengah masalah hidupmu terselesaikan.

Dan itu berlaku untuk Malik. Sepertinya.

Sebab Seline cuma memperhatikan Malik dari jauh. Lelaki itu nggak menyadari ada kehadirannya di fakultas sosial. Begitu Malik masuk ke dalam gedung, Seline hanya sekadar membatin.

Ih, padahal tadi mau manggil. Kok Malik cepet banget sih jalannya?

"Woi!!!"

Suara barusan asalnya dari arah belakang. Baru saja Seline hendak memutar arah, sosok itu sudah lebih dulu mengagetkan.

"Kak Eja?"

"Siapa?" tunjuk cowok itu mengarah ke dadanya. "Gue Eja?"

"Lho, salah orang ya?" Seline bingung.

"Iya salah lah." Eja menjulurkan tangannya. "Kenalin, gue Siwon."

"Hah?" dengan mulut terbuka Seline nggak serta merta mempercayai. Seingatnya orang yang berdiri di depannya ini ialah Eja. Nggak tau kenapa tiba-tiba berganti nama.

"Terus yang suka dipanggil Eja itu siapa dong?"

"Tau deh." Eja mengangkat bahu. "Coba tanyain Saga. Tuh orangnya!" tunjuk Eja ke sebelah barat.

Seline lekas menghadap ke arah yang ditunjuk namun nggak ada tanda-tanda Saga betulan ada di sana.

"Mana sih? Nggak ada kok." Seline menoleh, namun Eja tiba-tiba tersenyum jahil.

"Cieeeeee kangen Saga ya? Cie.." Eja menusuk-nusuk lesung pipi Seline yang kecil dengan jadi telunjuk, dan anehnya nggak membuat Seline terlihat akan marah. Dia malah mematung di posisinya berdiri, celingukan seperti orang bodoh.

"Kak Siwon gimana sih? Katanya ada Saga." Seline menekuk bibir.

"Anjir, beneran percaya dia kalau gue Siwon. Parah bat ini bocah." Eja geleng-geleng keheranan.

Dan karena dia sendiri buru-buru, Eja pun memilih berpamitan.

"Dah ah gue ada urusan lain, see you next time snow white." pamitnya sembari melambaikan tangan.

GUIDE TO YOUR HEART ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang