6. Bubur ayam dan kamu

359 62 15
                                    

Dua mangkuk bubur pesanan Seline dan Bianca tiba di atas meja. Uap panasnya masih mengepul di udara, dan Seline juga belum niat untuk memakannya. Sementara Bianca sibuk teleponan sama kakaknya. Dia nanyain kunci mobil yang barangkali nggak sengaja dibawa oleh Bianca, padahal cewek itu hafal sekali barang kepunyaannya sendiri, dan Sean memang terkenal pelupa sekaligus ceroboh.

"Pasti jatoh," gumam Bianca sambil meraih sendok dan mengaduk buburnya yang masih panas.

Seline mengangkat alis. "Hmm?"

Reaksi Bianca ketika mendengar Seline berdehem barusan mendadak speechless. Matanya membundar. "Lo yang tadi bersuara ya?"

Alih-alih menjawab, Seline malah mengkatubkan bibirnya rapat dan menunduk.

"Gue bakalan nunggu sampai lo mau ngomong sama gue!" yakin Bianca dengan tatapan lurus mengenai bola mata kecoklatan milik Seline, menatap gadis itu penuh harapan.

Helaan napasnya berhembus perlahan, bersamaan dengan satu tarikan senyum di kedua kutub bibirnya. "Fakta kalau lo ternyata bisa bersuara itu udah cukup buat gue. Lo cuma takut. Atau mungkin pernah ada yang bikin lo trauma?"

Tangan Bianca terulur untuk meraih jemari Seline yang tergeletak di samping mangkuk buburnya. Jemari anak ini halusnya persis seperti bayi. "Nggak usah takut-takut lagi, Lin. Hadapi aja orang-orang di sekeliling lo. Liatin mereka, liat satu-satu! Mereka juga nggak ada yang kenal sama lo. Jangan anggap semua orang itu jahat, Lin. Pasti ada aja yang baik, dan gue mungkin adalah salah satunya. Kalau pun ada yang jahat sama lo, gue nggak akan tinggal diam kok. Gue gibeng kepala tuh orang."

Seline yang tadinya ingin menyendok bubur langsung buru-buru menarik tangannya dari Bianca. "Hmm.." dia berdeham lagi lalu mengangguk.

Oke. Itu cukup.

Kalau mereka ngobrol terus buburnya pasti langsung dingin. Nggak enak.

Suara pergeseran kursi membuat kedua anak perempuan itu kompak menoleh ke sumber suara. Mereka melihat sendiri bagaimana cowok bermata sipit yang tadi berdiri di pinggiran jalan sekarang mengambil tempat duduk persis di samping Seline.

Semula kehadirannya dianggap biasa aja. Nggak ada komentar apapun selepas dia duduk. Meski Seline terlihat kurang nyaman duduk berdekatan dengan orang asing. Dia tetap berusaha tenang sambil menyendok bubur ke dalam mulut dan menyudahi percakapannya dengan Bianca.

Saga menoleh ke samping sembari menopang kepalanya dengan sebelah tangan, dia ngeliatin Seline dengan tatapan jahil dan senyuman yang nggak kunjung luntur dari bibirnya.

Bianca menegur. "Mas, temen saya jangan diliatin gitu dong. Dia nggak nyaman."

Sadar akan suara teguran tersebut tertuju untuknya, maka Saga mengangkat alis dan mengalihkan pandangan ke Bianca. "Kenapa nggak nyaman sih? Kan yang ngeliatin cakep."

"Heol," ucap Bianca dalam bahasa Korea. "Pede banget nyebut diri sendiri cakep."

"Kalau gue jelek juga gue nggak akan sepede itu kali."

Bianca hendak mencibir tapi suara teh Lastri yang menghampiri meja mereka seakan menahannya sejenak.

"Ini buburnya a," kata wanita itu sambil geserin mangkuk ke atas meja dan disambut Saga dengan muka sumbringah.

"Makasih, teh."

"Sama-sama."

Perginya si pemilik kedai kembali ke singgasananya, membuat meja berisikan tiga orang itu seketika diam tanpa suara obrolan lagi. Hanya ada suara dentingan sendok beradu dengan mangkuk dan guyuran air dari teko ke gelas.

GUIDE TO YOUR HEART ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang