45. Upaya

311 46 18
                                    

Soundtrack : The more you ignore me, the closer i get - Morrisey 🎶











↪↩












"Bu, hapenya bunyi. Maaf kalau saya lancang, tapi saya liat tadi yang nelepon Bapak." Mbak Ari memberi informasi, detik itu juga Tamy langsung beranjak dari kursi meja makan menuju ke kamar untuk mengambil ponselnya.

"Papi kenapa nggak nelepon ke rumah aja, Mom?" tanya Saga, yang nggak direspon sang ibu dengan serius melainkan hanya sekadar senyum tipis.

"Our anniversary. Jomblo nggak usah kepo," candanya sebelum akhirnya berlalu.

Saga berdecih. "Dih, paling bentar lagi berantem."

"Hush!!" Mbak Ari menepuk pelan pundak Saga, membuat cowok itu seketika menoleh dengan raut sinis. "Paan sih, Mbak?"

"Mas Saga pasti ndak tahu kan kalau ibu sama bapak itu udah kayak Inul dan Mas Adam? Mereka tuh romantisnya beneran pake buanget lho akhir-akhir ini. Mbak Ari nih saksinya."

"Ya bagus lah. Uang jajan gue bisa ngalir terus kalau mereka akur," sahut cowok itu dengan senyum penuh arti. Seline baru saja menggigit kecil sandwich di tangannya ketika mendengar Saga berkata begitu, dia ikut tersenyum.

"Emang uang jajan Saga dikasih berapa?" tanyanya, kepo.

"Ya nggak seberapa sih, Lin. Cuma sepuluh jeti aja seminggu."

Kunyahan sandwich di mulut Seline hampir membuatnya tersedak andai dia nggak buru-buru meminum susunya. "Sepuluh juta?"

"Tumben lo langsung ngerti?" Saga menggigit sandwich miliknya sambil ketawa. Cewek kalau soal duit cepet banget ngertinya, ya? Seline termasuk bagian dari perempuan masa kini juga rupanya. Saga diam-diam kagum sekaligus nggak terkejut juga soal itu.

"Banyak banget sih? Kamu gunain buat apa aja, Ga? Itu kan uang jajan untuk seminggu ya? Kamu nggak ngekos, nggak harus bayar listrik, air. Dan aku yakin kamu juga nggak bayar UKT kuliah, kan? Pasti orang tua kamu semua yang bayar, ditambah keperluan akademik kayak buku, penelitian, dan lain-lain."

Sambilan meneguk susu di gelasnya Saga tersenyum menghadap Seline, memangku tangan kanan di kepala. "Banyak ya?"

"Iya." Seline mengangguk.

"Kalau gitu, nikah sama gue dong biar duit gue bisa jadi duit kita bersama."

"Anjay Mas Saga!!!" Mbak Ari yang berdiri di depan kulkas seketika ketawa ngakak. "Bisa aja ya buaya darat."

"Apaan sih Mbak, nggak bisa liat orang seneng bentar dah? Sana-sana, balik lo nyuci baju lagi. Noh baju gue di keranjang udah numpuk." ia memerintah ketus, dan tentu saja Seline nggak bisa mendengar nada seperti itu dengan hati lapang. Dia sedikit tak suka.

"Kamu jangan kayak gitu, aku nggak suka."

Saga lekas menurunkan tangannya dari sanggahan kepala, lalu menunduk. "Maaf yang."

"Yang? yang apa?" mata bulat Seline mengerjap, semakin mendekat ia ingin Saga melanjutkan perkataannya. Namun Saga yang tak sedang dirundung emosi menjawab dengan suara halus.

"Sayang maksudnya, Lin. Paham nggak sih? Yang itu panggilan dari cowok ke cewek yang dia sayang. Dan sebaliknya. Ya, agak norak sih, tapi gue suka. Kalau konteksnya nggak diluar garis sih menurut gue oke-oke aja manggil cewek kayak gitu." jelasnya. Berharap sangat si perempuan langsung paham.

Tapi Seline ya tetap Seline. Otaknya berjalan lebih lambat dari siput.

"Berarti aku harus manggil Kak Sean dengan panggilan yang juga ya? Kan dia cowok."

GUIDE TO YOUR HEART ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang