17. Mengusik Pagi

319 54 10
                                    

Begitu Bianca menjelaskan asal muasal kenapa dia tidak berada di rumah, Saga langsung kabur menyusul Seline ke lantai dua. Pintu terketuk pelan dan ternyata tidak dikunci. Cowok itu membuka sedikit celah untuk melihat apa yang Seline lakukan di dalam sana.

Kedua pasang mata kecoklatan mereka beradu. Seline terkejut bukan main. Tak ingin rasa bersalah semakin membelenggu diri, Seline spontan cerita.

"Apa lo bilang?" Saga bereaksi tak kalah kaget mendengar Seline barusan cerita kalau tadi dia memandangi wajah Sean yang tertidur.

Sebenarnya itu bukan masalah besar sih mengingat Sean juga tidak sadar bila dia dipandangi. Namun karena Seline mengakui perbuatannya dengan muka panik seolah dia telah melakukan dosa besar, Saga jadi terbawa suasana. Sial.

"Siapa?" erangan khas suara orang yang baru bangun tidur terlepas dari bibir tipis Sean. Sambil meraih kacamata bulat di atas nakas, cowok itu berdiri dari duduknya. Benda tersebut bahkan begitu pas bertengger di hidung mancungnya. Tak bisa menampik, visual Sean dalam balutan bingkai kaca terlihat mirip karakter handsome nerd yang ada di webtoon.

"Nggak ada apa-apa, kok," sahut Saga dengan raut tenang. Pintu terbuka lebih lebar sampai semua area dan perkakas milik Bianca terpampang di depan mata cowok itu.

Sean berjalan mendekat, tubuh tingginya dalam lima detik berdiri di samping Seline. "Elo berdua kenapa ada di sini?"

"Harusnya gue yang nanya. Kenapa lo tidur di kamar gue?" serobot Bianca yang tahu-tahu muncul di depan pintu.

Sadar akan keputusan anehnya memilih tidur di kamar lain, membuat Sean cuma bisa cengar-cengir. "Gue tadi nggak sengaja salah masuk kamar," jelasnya.

Bibir Bianca mencebbik, "Alasan aja lo, Kak." melewati pundak Saga tanpa permisi, Bianca masuk ke singgasananya lalu duduk di atas kasur dan menaruh plastik bermerk klinik tempatnya menebus obat. "Seline ayo masuk, duduk sini temenin gue," pinta cewek itu lembut.

"Lo sakit?" tanya Sean kuatir. Bianca tak biasanya bela-belain meminum pil obat jika tidak karena dia betulan menderita. Seperti saat dia sempat didiagnosa sakit magh kronis oleh dokter satu tahun lalu.

Saga yang masih berdiri di depan pintu sedikit gelisah. Dia ingin bertanya pada Bianca tentang kondisi terkini gadis itu namun Saga sedikit banyak mengetahui, cewek yang sakit terkadang agak sensitif.

"Eung, gue mau balik dulu." suara Saga pecah di tengah keheningan. Semua orang menoleh ke arahnya bersamaan.

"Titip Seline ya?" Saga berkata dengan suara lembut, gadis yang disebut namanya sontak membeliak.

"Iya." Bianca langgsung mengiyakan sebab ia sudah tidak tahan bicara banyak.

Usut punya usut, cewek itu cuma sakit amandel. Tapi ia terlalu malas bercerita. Makanya terlihat cuek.

Sebelum Saga betulan berlalu, dipandangnya sosok Seline yang sudah duduk di samping Bianca dengan sorot lembut. "Kalau udah mau pulang kabarin, nanti gue ke sini."

Seline nggak langsung mengangguk saat itu. Ia masih belum terbiasa mendengar nada suara Saga yang melembut dan penuh perhatian.

"Lo berdua pacaran?" tanya Sean tiba-tiba.

Sedetik selepas pertanyaan tersebut meluncur, semua orang di ruangan itu kontan melotot. "Kalian?" Bianca kaget.

"Nggak lah," Saga membantah. "Tapi mulai sekarang, gue punya adek." katanya sambil cengengesan.

Tidak ada yang menyadari tarikan napas lega baru saja berkerja di paru-paru Bianca. Harusnya dia nggak perlu kaget sih. Saga di matanya tipikal Casanova yang memiliki selera tinggi. Berani taruhan, untuk menjadi pacar seorang Jonathan Saga, perempuan itu minimal harus punya body yang bagus. Tinggi ideal, suka nail art, cantik sudah pasti dan juga sepadan dengan pesonanya. Jadi untuk Seline dan dirinya, silakan mendaftarkan diri sebagai adik saja. Nggak boleh lebih. Dan nggak boleh baper juga. Setidaknya tahan banting kalau-kalau suatu hari digombalin.

GUIDE TO YOUR HEART ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang