18. Sisi anehnya

289 56 16
                                    

"Hapenya, Lin?!"

Dua kaki Seline serentak berhenti lalu memutar badan. Ia menepuk keras dahinya. "Oh Iya. Lupa."

Saga menimang-nimang ponsel Seline di atas telapak tangannya, begitu diambil ia merasa sedikit tidak rela.

"Harusnya chat gue kalau mau dianterin pulang," Saga memprotes selepas memberikan barang kepunyaan gadis itu.

"Maaf."

"Untuk?" alis si lelaki meninggi sebelah.

"Aku ganggu kamu terus. Jadinya ragu buat ngasih tau."

"Tapi kan gue udah bilang kalau mau pulang kasih tau aja."

Seline menarik napas hati-hati, sembari menghirup oksigen di sekitarnya ia bicara lagi. "Makanya aku minta maaf."

"Ah nggak jelas," Saga memotong cepat sebelum Seline meneruskan ucapannya. Kesal, cowok itu berjalan sampai di depan pintu mobil lalu masuk ke dalamnya. "Gue pulang dulu."

"Iya, hati-hati," ucap Seline dengan suaranya yang lembut.

Ponsel di tangannya menampilkan lockscreen bergambar bunga lavender ungu, Seline mengusap layar hingga bertemu dengan deretan aplikasi yang ia instal. Seline menarik napas sekali lagi, teringat jika ponselnya bahkan tak memiliki nomor kontak Saga sama sekali membuat cewek itu tersenyum kecut. "Gimana mau ngechat kalau aku nggak punya nomor kamu?"

"Gue masih nungguin lo," suara lembut Reina mengalun di seberang telepon. Saga sempat diam sebentar sebelum akhirnya dia menarik napas panjang lalu berkata. "Kita ke tempat biasa aja."

"Oke." Reina langsung menyanggupi.

Sampai di tempat yang mereka sepakati, Reina menempatkan pantatnya diatas sofa empuk. "Mau gue pesenin makanan?"

Saga mengangguk.

Reina tidak berdiri, dia mengangkat satu tangan kemudian menjentikkan jemari lentiknya ke udara. "Mas," panggil gadis itu kepada waiters. Lelaki bersetelan kaus merah segera menghampiri.

Setelah mengucapkan satu persatu pesanan, area pojok cafe itu segera mengosongkan ruang untuk Saga dan Reina berbicara berdua.

"Siapa cewek yang tadi lo anterin pulang?"

Saga tak langsung menjawab. Ia meletakkan ponsel di atas meja dalam posisi terbalik lalu meraih satu boneka kecil di sudut sofa. "Lucu," ucapnya sambil nyengir. Sadar jikalau Saga tak menggubris, Reina memutar bola matanya sebal. Semakin mendekat, jemari lentik gadis itu meraih lengan Saga dan melingkarinya sembari menumpahkan dagu di atas bahu si lelaki yang lebar. "Cewek lo ya?"

Suara Reina seperti bisikan halus, Saga harus ekstra keras menahan diri agar tak buru-buru bangkit dari duduknya. "Bukan siapa-siapa." hanya itu jawaban singkat yang bisa dia katakan. Lebih dari itu, Saga mengizinkan Reina menyikapi jawabannya sesuka hati.

"Yakin bukan siapa-siapa lo?"

"Kenapa juga gue nggak yakin?"

"Kirain gue selera udah ganti jadi daun muda."

"Lo kira setua apa gue sekarang?"

Reina terkikik geli.

Mengendus aroma menyenangkan cowok itu seperti halnya dibawa ketepian danau sambil duduk diatas bentangan rumput nan hijau. Sekalipun mereka bukan sepasang kekasih, Reina selalu berharap momen bersama Saga dapat terus ia rasakan meski suatu hari Saga akan menemukan seseorang yang jauh lebih pantas.

"Maafin gue, Ga." bisik Reina tepat di telinga kanannya. Saga mengigit bibir bawah dengan gerakan pelan, meminta sedikit waktu untuk sekadar berpikir dan memilah kalimat apa yang harus terucap. "I was drunk." lanjut perempuan itu, masih berbisik.

GUIDE TO YOUR HEART ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang