🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Lia dan Denis jalan ke tempat parkir. Baru kali ini Lia melihat Denis membawa mobil, biasanya dia melihat Denis ke kampus hanya menggunakan motor matic scoopy nya.
"Kosan kamu sebelah mana?" tanya Denis sambil menyalakan mesin mobilnya.
"Komplek teratai blok 3 kak."
"Oh, disana. Tapi kakak mau ke arah permai dulu beli makan. Kamu mau makan juga?"
"Iya, makan, boleh." Tanpa Lia sadari Denis melirik sekilas ke arahnya sambil tersenyum tipis.
Mereka sudah sampai di tempat makan yang Denis maksud. Tempatnya seperti ruko tapi agak luas dan cukup ramai.
"Disini tuh ayam taliwang nya juara deh, sambelnya enak. Kalau abis kerja kelompok dari kosan temen kakak suka beli makan disini. Oh ya kamu mau makan apa?"
Denis akan memesan makanannya terlebih dahulu dengan menuliskan pesanannya kertas yang tersedia disana.
"Samain aja deh." Jawab Lia. Denis mengacungkan jempolnya.
Setelah memesan, mereka memilih tempat duduk di atas dan mencari tempat yang duduk lesehan.
"Dosen evolusi masih pak Mahmud, de?"
"Engga, pak Mahmud ngajar Etologi sekarang. Evolusi sama pak Andi." Jawab Lia. Satu hal yang Lia sadari, ketika dia sedang mengobrol dengan Denis, mereka pasti membicarakan tentang kuliah, obrolan yang agak berat, tapi Lia suka.
"Oh ya? Etologi sama pak Mahmud gimana? Dulu sih waktu kakak masih sama bu Asri, tugas akhirnya di suruh bikin paper tentang hewan primata. Asli lah itu sampe harus main ke Kawah Putih beberapa kali buat ngamatin tingkah Maccaca disana." Lia menyondongkan badannya, yang secara psikologis itu tandanya seseorang tertarik dengan arah pembicaraan sang lawan bicara.
"Ya mirip lah, cuma gak terfokus sama primata aja, kita di bebasin buat milih ngamatin apa aja. Hewan invertebrata juga boleh. Aku malah rencananya mau ngamatin perilaku burung pipit di sawah. Kebetulan bentar lagi katanya musim panen."
"Apa yang mau kamu amati?"
"Yaa pola asuh dia ke anaknya. Aku penasaran aja, dia kan suka matukin padi, dia itu langsung ngajarin makan ke anaknya atau dia suapin dulu kayak manusia, gitu. Terus aku kaitin sama ekologi hewan juga sih, di sawah itu ada kompetisi sama spesies lain apa engga nya."
"Wih keren, keren, mantep tuh dek. Kalau ada konfernas bisa kamu ajuin. Yaudah makan dulu itu nasi nya udah dateng hehe." Denis menunjukkan gummy smile nya ketika makanan yang mereka pesan akhirnya tiba.
Ketika sedang makan, bobot obrolan mereka sedikit menurun karena berpikir keras dan mengunyah tidak bisa dilakukan secara bersamaan.
Selama makan, mereka hanya membicarakan hal random seperti dulu sekolah dimana, posisi mereka di keluarga, dan kenapa porsi makan yang mereka makan saat ini sangat banyak.
"Oh jadi kamu juga punya kakak? Adik punya gak?" tanya Denis ketika mereka sedang membicarakan tentang keluarga.
"Punya, aku sama aa beda 2 tahun sekarang dia lagi skripsian. Kalo adik, dulu punya tapi pas umurnya setahunan lebih dia meninggal. Gak terlalu inget aku juga, soalnya sama adik cuma beda setahun."
"Aduh, kenapa meninggal? Umur setahun mah masih kecil banget atuh, masih lucu."
"Kata bunda sih kena malaria, tapi gak ketolong." Jawab Lia tanpa perasaan sedih atau menyesal. Dia tidak memiliki memori apapun bersama mendiang adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASPRAK [END] ✔
General FictionDenis Dwi Fahreza, si asprak perfeksionis bertemu dengan dia adik tingkat yang bahkan tujuan kuliah pun dia masih bingung. Bisakah Denis membantunya menemukan tujuan hidupnya? Atau memang benar, kalau kuliah itu harus sesuai sama passion? Tapi masal...