34. Dia Nyerah

3.3K 224 5
                                    

*TELAH TERJADI REVISI

34. Dia Nyerah

Setelah perdebatan soal kejelasan hubungan aku dan Bintang, kini cowok itu malah tidak membujukku sama sekali. Bahkan datang ke kelasku pun tidak.

Ah, aku kesal. Apa cowok memang tidak bisa peka sedikit pun?!

"Kenapa sih Lan?" tanya Disa, sepertinya mulai muak dengan kondisiku.

"Salah gak sih kalo aku butuh waktu buat nerima Bintang?" tanyaku to the point.

"Gak salah sih, tapi emang harus selama ini ya? kamu gak takut di tikung gitu?" balas Disa malah membuatku overtinking.

"Disaaa! kalo ngomong tuh dipikir pikir dulu dong Disa. Gini ya, cowok tulus gak bakal gampang ditikung," dampratku, meski agak terpengaruh dengan ucapannya, tapi aku tetap percaya Bintang.

"Emangnya udah pasti Bintang tulus sama kamu?" Disa malah semakin jadi.

"Disaa! bisa gak sih kamu memberi kalimat yang positif. Jangan bikin aku takut dong!" Aku benaran ngambek.

Overtinking itu melelahkan. Aku tidak suka memikirkan sesuatu yang buruk dan bahkan itu belum tentu kejadian.

"Ya makannya kasih kepastian Bulan Batari."

Aku tetap menggeleng belum siap.

"Aku belum bisa Disa."

"Seengganya kamu yakinin Bintang kalo kamu pasti kasih dia kepastian secepatnya," ujar Disa menyarani.

"Aku memang udah bilang gitu. Secepatnya pasti aku kasih dia jawaban."

"Yaudah berarti tinggal tunggu hari itu tiba. Ya semoga aja Bintang masih suka kamu," ujar Disa.

Aku langsung berdiri. Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan. Ini kesempatan besar buat aku jadi pacar Bintang. Aku tidak bisa membiarkan dia berpaling cuma karena nunggu kepastian!

"Mau kemana Lann?!" teriak Disa.

"Samperin Bintang! Bilang sama dia kalo aku bakal kasih kepastian SECEPATNYA!!!"

Aku bertekat, akan mempertahankan Bintang. Akan membuatnya yakin untuk menungguku. Sekarang aku akan mencarinya kemana pun dia berada, akan ku beri tahu dia bahwa aku tidak ingin dia menyerah!

Namun, semangatku mendadak hilang ketika melihat Bintang sedang berdiri dengan Aluna di depan lab Ipa.

Bintang bahkan mengelus lengan Aluna, itu sangat menyakitkan.

"Kamu jangan nyerah ya. Aku selalu dukung kamu Bintang. Karena aku cinta sama kamu,"

"I hate you but i love you Bintang,"

"Iya Na, gue hargain itu."

Lalu Bintang menerima pelukan Aluna.

Sungguh, ini sangat menyakitkan.

Aku tersenyum miris.
Ternyata semudah itu dia menyerah.
Aku benci ketika harus meneteskan air mata lagi.
Aku benci ketika harus merasa kecewa lagi.
Aku benci ketika aku mudah dipermainkan orang.

Sejak awal, harusnya aku sadar, Bintang memang belum pernah selesai dengan masalalunya.

Perlahan aku mundur, pergi meninggalkan mereka.
Membiarkan mereka bertemu dan memulainya dari awal.

Dan aku juga akan memulai semuanya dari awal.
Sakit dan menyembuhkan luka dari awal lagi.

Aku berlari ke rooftop. Menangis keras disana. Mengutuk diri atas kebohongan yang selalu aku ulangi.
Aku jahat pada diriku sendiri. Aku jahat nembiarkan hati ini tersakiti lagi. Aku jahat membiarkan kepala ini terisi oleh penyesalan penyesalan lagi.

TITIK LUKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang