03. Si pencuri mangga

4.7K 840 75
                                    



Teyo tuh udah kesel setengah mati pas mama dan papanya akhirnya memasukannya ke sekolah yang sama dengan Chano sang abang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Teyo tuh udah kesel setengah mati pas mama dan papanya akhirnya memasukannya ke sekolah yang sama dengan Chano sang abang. Banyak hal yang melatar belakangi ketidaksukaannya pada sang abang.

   "Teyo gak mau ma, dibonceng sama Chano! Mau bawa motor sendiri!" protes Teyo justru mendapatkan keplakan dari sang abang, "Naik gak! Lu masih kecil! Kagak ada bawa-bawa motor sendiri!"

Ini adalah salah satu hal yang buat Teyo gak suka Chano. Abangnya yang satu itu terlalu over padanya. Padahal si bungsu Benedict itu kan adik laki-laki bukan adik perempuannya. Teyo itu termasuk kedalam pemuda yang dingin dan terlalu menyendiri. Tidak! Dia bukan anak cupu berkacamata, pemuda tampan itu bahkan termasuk kedalam list teratas pujaan setiap gadis. Chano bahkan kalah famous dengannya di komplek perumahannya. Meski ia tak pernah kalah tinggi dengan siapapun.

Saking menyendiri dan dinginnya, Teyo bahkan enggan bila mamanya mau bermanja-manja dengan si bungsu satu itu. Teyo hanya malas berbicara dan menanggapi saja. Tak suka banyak berbasa-basi.

   "Jagain adik kamu Chano. Mama takut dia terlibat hal-hal gak bener, memuja sekte sesat atau semacamnya."

Kekhawatiran tak masuk akal yang akhirnya membuat Chano mengekang sang adik satu-satunya itu. Sekte sesat katanya? Tontonan Teyo bahkan masih Naruto dan Spongebob. Dia memuja Orichimaru atau kerang ajaib gitu? Mamanya memang ada-ada saja.

Beruntunglah anak kelas satu dipulangkan lebih awal sebelum orientasi yang akan diadakan besok. Teyo memilih naik bus dibanding harus diboncengi Chano lagi. Bahkan Chano terus mengawasinya dan memperingati teman-temannya dibarisan Organisasi Kesiswaan agar tak macam-macam dengan si bungsu itu. Entah, Teyo harus meletakan dimana harga dirinya. Meminimalisir kemungkinan dimarahi sang mama, Teyo melipir dulu ke taman.

Teyo mencari spot tersepi didekat danau, menyandarkan tubuhnya pada sebatang pohon, tangannya merogoh saku ranselnya ingin mengambil headphonenya sebelum manik elangnya justru menangkap seorang gadis yang tengah berdiri disalah satu dahan sebuah pohon yang tak jauh dari tempatnya. Teyo bangkit dengan panik, dia pernah mendengar mamanya mengobrol dengan tetangga kalau danau ditaman ini kerap dijadikan tempat bunuh diri. Meskipun Teyo tidak tau kebenarannya. Ingin merasa bodo amat tapi mungkin dia akan dihantui rasa bersalah bila memang perempuan itu hendak bunuh diri. Jadi pemuda itu berniat menghampirinya.

    "Hei! Turun! Masalah itu bisa diatasi dengan difikirkan baik-baik. Gue denger kalau matinya bunuh diri nanti dikuburnya pakai protokol penguburan jenazah pasien Corona!" gadis diatas sana nampak melongok ke bawah dimana Teyo berada lalu dengan bungkusan ditangannya ia perlahan turun dari atas sana. Teyo cukup takjub melihat gadis itu turun dengan teramat baik untuk ukuran seorang gadis yang biasanya cuma bisa bermanja-manja dengan rambut atau kukunya di salon.

Teyo menatap wajah cantik gadis dihadapannya lalu turun pada sebuah sweater yang membungkus sesuatu ditangannya itu, "Jangan bilang lu mau nitipin tuh warisan ke gue?" gadis itu memiringkan kepalanya dan mengerjap lucu. Teyo terbius beberapa waktu. Mata bulat dan helaian rambutnya yang tersapu angin menambah manis penampilannya.

   "Anak baru di Gapulma juga?" gadis itu melirik pada logo yang tertempel di saku seragam sang pemuda.

   "Gapulma?"

    "SMA 35 maksud gue."

Teyo mengikuti arah pandangnya dan baru sadar kalau memang seragam keduanya sama, hanya rok nya saja yang berganti dengan sebuah celana joger panjang. Setelahnya Teyo diam, dia tuh paling lemah berhadapan dengan perempuan. Cenderung takut untuk beberapa tipe yang agresif.

Gadis itu tak tahan untuk tak menepuk bahu Teyo yang masih berkalut dengan fikirannya, "Hei! Jangan suka bengong, katanya nanti kalau kebanyakan bengong bisa jadi bagong." gadis itu terkekeh pelan sebelum melanjutkan perkataannya lagi,

  "Gue gak pengen bunuh diri atau mau nitipin warisan." tangan mungilnya perlahan membuka bungkusan ditangannya lalu menunjukan apa yang ada disana pada pemuda dihadapannya, "Ini mangga, gue tadi manjat buat ngambil ini bukan mau nyeburin diri ke danau. Gue gak nyuri ko tadi udah izin pakai telepati, hehe."

   "Gue Lisa, mau ikut ngerujak bareng yang lain?"

Entahlah sihir apa yang membuat Teyo menganggukan kepalanya. Celotehan mamanya setiap hari dan keplakan maut Chano serta ancaman sang papa bahkan tak bisa membuatnya mau membuka diri dan bersosialisasi. Hal yang Teyo fikir membuang waktu dan memuakan.

Hanya karena gadis yang sedang mencuri mangga? Ralat, bukan hanya mangga tapi sebagian dari pada dirinya sekaligus.






















































********

Sejauh ini pion mu siapa?

Jangan lupa tekan Bintang dan tinggalkan komentar sebagai bentuk apresiasi

SEMBILAN TOEDJOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang