16. Rasa bersalah

2.1K 412 101
                                    

Pagi ini Gapulma mengharu biru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini Gapulma mengharu biru. Bu Aisyah selaku guru agama sedang mengeluarkan rentetan ceramahnya kepada beberapa siswanya yang tengah bersimpuh. Muhasabah dadakan itu diadakan karena beberapa siswanya terciduk ikut serta dalam demo. Bukan ditangkap aparat atau terduga provokator. Melainkan karena satu diantaranya yang dengan santainya menyerahkan diri untuk diwawancara wartawan yang tengah bertugas lalu menyebut nama sekolah tanpa beban.

Pada saat itu Jeon yang khawatir akan ucapan Juna yang diperparah dengan ucapan Hao membuatnya nekat menarik salah satu ajudan Jeff untuk menghampiri kerumunan wartawan. Wartawan yang memang sedang memburu berita pun senang bak dapat asupan tanpa harus berusaha lebih keras seperti sebelumnya.

Beberapa mulai mengarahkan kamera dan ponsel guna merekam Jeon dan ajudan Jeff yang pasrah. Sebelumnya ia kerap mengeluh tentang pekerjaannya menjadi pengawal tuan muda White yang perfectionist tapi justru ia harus bersyukur, karena diperintahkan tuan mudanya untuk mendampingi temannya yang satu ini jauh lebih buruk.

  "Bagaimana pandangan kamu perihal demo ini?" Sambil memposisikan kamera di bahunya seorang pria paruh baya kini mulai melontarkan pertanyaan.

Jeon maju selangkah lebih dekat lalu menunjuk beberapa kamera yang mengarah padanya, "Ini udah nyala om? Eung-- kita mulai dari perkenalan diri dulu--" pemuda bergigi kelinci itu berdeham, merapikan rambutnya sejenak lalu menoleh pada sang ajudan bertanya tanpa bersuara tentang penampilannya. Ajudan Jeff cuma memberi jempol ogah-ogahan.

  "Perkenalkan om dan tante sekalian, saya Jeon Kuki Alvaro, biasa dipanggil Jeon sama yang lain dan dipanggil sayang sama Lisa--" bahunya terangkat lalu terkekeh pelan sebelum melanjutkan ucapannya,

  "Kalau bunda biasanya manggil saya Kuki." Kali ini mimiknya berubah sedih.

  "Om, tante, nanti ini tayang di tv nasionalkan? Orang-orang bisa liatkan?"

Setelah mendapat jawaban dengan anggukan, Jeon kembali memasang wajah sedihnya, "Bunda, maafin Kuki karena udah bohong soal ikut demo. Disini ada pengawalnya Jeff bunda jadi semua akan aman, yah kan om?"

Pria berotot yang semula diam kini terhentak ketika kamera ikut menyorotnya, "Saya hanya manusia kalau tuhan maunya kamu kenapa-kenapa saya bisa apa?"

  "Om mah!" Lalu video terputus karena demo mulai rusuh dan sang ajudan harus mengamankan Jeon meski ia tidak mau demi kelanjutan karirnya.

Oke. Kembali ke pemuda-pemuda bangsa yang tengah bersimpuh. Disebelah kanan paling depan ada Minggu dengan mama Mariska yang sedari tadi ngoceh dengan kalimat andalannya.

  "Kamu mama namain Minggu ko ngeselinnya kaya hari senin yah? Gini nih kalau pengennya cewe tapi keluarnya malah lanang!"

Gitu terus, gitu aja terus.

  "Kalau pengen punya anak cewe, kuda-kudaannya lebih sering yah mah." Bibir Minggu langsung ditarik dengan tidak estetik.

Tak jauh dari keduanya, ada umi Fatimah dan Woffi. Remaja tampan itu menaruh kepalanya dipangkuan uminya, sang umi mengelus kepala anaknya lembut sambil terus mendoakan dalam hati. Adem, beda dengan pasangan ibu-anak sebelumnya.

SEMBILAN TOEDJOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang