Juna, Minggu sama Dicky tuh udah sepaket dari zaman sekolah dasar bahkan sekarang pun mereka bersekolah di tempat yang sama. Sambil asik tertawa dan saling mendorong, ketiganya naik kedalam bus. Saking tak bisa dipisahkannya, tempat duduk yang hanya untuk dua orang mereka gunakan untuk bertiga meski Dicky harus terjepit ditengah dua pemuda tinggi lainnya itu.
"Masa SMA itu gak enak kalau gak ada gebetan." mendengar pernyataan Minggu kedua temannya hanya saling memutar bola mata jengah. Mereka tau lah pamornya si titisan Flamingo itu dihadapan para gadis yang jelas ngalahin pamor keduanya. Bukan masalah tampang, tapi sekarang banyak perempuan lebih memilih pemuda humoris semacam si manis satu itu.
"Mau gue kenalin gak? Gue banyak nih cewe!" ucapan Minggu selanjutnya membuat keduanya berbinar. Mereka terlalu kesepian. Baru genap dua hari di sekolah baru, Minggu memang sudah menggaet banyak perempuan dengan pesonanya.
"Ada yang namanya Amanda, suaranya rada cempreng sih, tapi lumayanlah bodinya kaya biduan. Terus ada yang namanya Clara, yang ini suaranya merdu, kulitnya eksotis, dia vegetarian. Satu lagi namanya Anggun, dia putih, suaranya sebelas dua belas sama si Amanda."
"Dari deskriminasinya gue sih condong ke Clara. Suaranya merdu nanti kita bisa nyanyi bareng."
"Deskripsi yang bener Junet!" koreksi Dicky sambil menoyor kepala Juna.
"Heh! Dicky! namanya juga lelaki. Letak dimana salah dan khilaf bercokol!"
Dicky memilih mengabaikan, ia kembali berpaling pada Minggu, "Liatin fotonya dulu lah, lu ada kagak Ming?"
Minggu meraih ponselnya. Menselancarkan jari telunjuknya di atas sana. Keduanya langsung mengalihkan atensi sepenuhnya pada ponsel Minggu.
"Ini sebelah kanan namanya Amanda, sebelah kiri Clara dan ditengah si Anggun."
Dicky dan Juna mengangkat kepala masing-masing, saling tatap sebelum menatap tajam pada Minggu yang memasang wajah tanpa dosanya.
"Kenapa namanya Minggu? Gak malam jumat aja?" gemas Juna. Rasanya pengen ngejenggut tuh makhluk satu. Minggu menyebikan bibirnya, "Minggu salah yah? Itu kan juga cewe. Dari awal juga Minggu gak bilang kan cewenya itu manusia atau bagian dari pada hewan?"
"Tolong bilangin tuh sama Amanda kalau hari minggu jangan berkokok. Tidur gue keganggu!" dibanding gelut mereka lebih senang saling menanggapi.
"Kalau besok si Clara ilang, fix udah gue suruh ibu gue jadiin opor!" timpal Juna.
"Anggun sendirian dong."
"Dia kan putih. Udah kawin aja sama lu biar memperbaiki keturunan Ming, hahaha!"
Lagi asik tertawa, Dicky melihat kearah jendela bus lalu berteriak, "BANG KANAN!" keasikan tertawa mereka hampir saja kebablasan. Ketiganya langsung bangkit. Juna dan Dicky berjalan lebih dulu disusul dengan Minggu. Minggu berhenti sejenak sambil memegang perutnya. Persetan sama Juna yang ngasih sambel kebanyakan pas Minggu nitip bakso di kantin tadi. Pemuda itu merasa ada sesuatu yang akan terdorong keluar.
BRUUUT!
Sontak semua mata kini mengarah pada ketiga pemuda itu. Juna sama Dicky langsung noleh pada Minggu yang cuma nyengir. Juna berdeham dan menegakan tubuhnya. Mengepalkan satu tangannya dan menaruhnya tepat didepan bibirnya bak sebuah microphone. Puisi andalannya mengalun dari bibirnya setelahnya.
"Kentut, hal tak berwujud atau pun bernyawa, Hanya ada baunya saja. Tak berbahaya namun dijauhi. Ramah namun tak ada yang mau mendekati Kalau berbunyi keras itu jujur. Kalau lirih tak berberbunyi itu pemalu. Kalau keluar semua sekaligus itu berjiwa besar. Kalau setengah-setengah itu hemat,
Orang Inggris kentut akan berkata, “Excuse me,” Orang Amerika kentut akan berkata, “I’m sorry,” Orang Indonesia kentut akan berkata, “Not me… not me,". Kentut itu seru, asyiknya kalau dikumpulkan, ditahan, lalu ledakkan keras-keras di tengah kerumunan. Buat semua teman tertawa, atau malah jadi gila. Kentut itu bagai persahabatan, hangatnya terasa dan begitu tercium, langsung tahu dia ada.
Kentut itu tandanya sehat, banyak kentut itu dahsyat. Kentut, berhati-hatilah saat melepasnya. Bertubi-tubi adalah bukti habis makan ubi, Berair adalah bukti mencret. Kentut itu bagaikan slogan pertemanan ‘nggak ada lo nggak rame’ Disegani, dikucilkan, tapi sering pula dirindukan."
Setelahnya Juna membungkuk hormat dan berdadah ria. Riuh tawa dan tepukan terdengar, namun hanya satu yang menghangatkan telinganya. Juna melirik pada gadis yang duduk tepat disampingnya.
"Hei! Jangan ketawa!"
Gadis berponi itu menyeka air disudut matanya, "Kenapa? Kalian lucu."
"Nanti---" baru Juna mau ngomong, tubuhnya langsung didorong oleh Minggu. Pemuda itu menyisir surainya dengan jari sebelum mengedipkan sebelah matanya.
"Jangan ketawa, kalau senyum aja kamu udah bisa buat alat tes jatuh cintanya munculin dua garis merah tanda positif."
Dicky menggeleng dan berdecak pelan, ia langsung mendorong dua punggung temannya yang membuat kehebohan di dalam bus itu untuk segera turun, sebelum turun dia lebih dulu menyempatkan diri berbicara pada gadis yang sama,
"Jangan senyum, nanti bidadari jadi insecure, hehe."
*******
Tiga cogan sekaligus
Puisinya boleh dari google yee..
Jangan lupa tekan Bintang dan tinggalkan komentar sebagai bentuk apresiasi
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMBILAN TOEDJOH
Teen FictionKisah perjuangan para pemuda tampan demi memikat hati Lisa, si pemilik manik Bambi dan gummy smile mempesona. Abram yang kerap disapa Bambam yang sadar Lisa --pujaan hatinya sejak masa kanak-kanak--tak dapat diperjuangkan sendirian, mencetuskan pem...