14. Si alim

2.5K 496 82
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Abis jam olahraga, anak-anak Sembilan Toedjoh minus Woffi ngumpul di kantin. Mereka mau ngebahas perihal pemuda teralim di lingkaran pertemanan mereka itu. Hari ini adalah gilirannya menunjukan perjuangannya, namun dilihat sampai detik ini pun, Woffi terlihat tidak ada pergerakan apapun. Ia masih sibuk dengan Rohis dan kegiatan keagamaannya di sekolah yang memang sedang menyiapkan beberapa acara menjelang maulid nanti.

   "Apa jangan-jangan gara-gara Jeon pamer ultah ditemenin Lisa makannya Woffi memilih untuk mundur?"

Hal itu memang membuat gempar tak terkecuali yang lainnya, tapi voice note santai Lisa menjawab pertanyaan Minggu yang dibagikan melalui grup chat-- yang membuat Jeon sendiri bak seorang yang kehilangan jiwanya sejak tadi, nampak tak masuk diakal kalau Woffi memilih mundur. Pasti dia juga sudah mendengarnya seperti yang lain.

   "Oh kemaren gue gak sengaja ketemu bundanya Jeon ditoko kue, kebetulan gue lagi nyari kue disuruh sama abang gue, terus gue diajak kerumahnya. Gue aja baru tau kalau Jeon ultah hari itu."

Kalimat terakhir paling menyakitkan kudu di bold. Biar sakitnya lebih berasa.

Minggu dengan iseng narik telinga si pemuda bergigi kelinci disampingnya dan mendekatkan bibirnya, "Gue juga baru tau kalau Jeon ultah hari itu." bisiknya mengulang kalimat Lisa dengan penuh penekanan lalu tertawa bersama dengan Dicky disampingnya. Jeon cuma noleh, mata hitam bulatnya mengerjap-ngerjap dengan bibir menekuk. Pengen ngegeplak Minggu rasanya tapi Jeon malah mau nangis. Nanti kalau hati Jeon udah baikan ingetin Jeon yah?

Semua ketawa, kecuali Teyo yang asik aja nikmatin makanannya. Perihal kemalangan Jeon, dia udah lompat-lompat plus guling-guling dikamarnya semalam untuk merayakan. Sudah lebih dari cukup.

Ditengah tertawaan mereka, hidung Juna merengut mengendus sesuatu. Pemuda itu mendekatkan indera penciumannya pada masing-masing ketiaknya bergantian. Mengendus lebih dalam dan tak menemukan sekelebat bau yang beberapa detik lalu merambat di hidungnya. Dia heran sendiri.

   "Hao! Lequa gue dong oper!" titah Yoga yang terpaut tiga orang dari tempat pemuda sipit itu berada. Hao memanjangkan tangannya yang menggenggam Lequa yang masih tersegel, Juna disampingnya memundurkan sedikit wajahnya guna memudahkan, namun hidung besarnya tak bisa menampik sesuatu yang melintas bersamaan dengan itu.

  "SUMPAH HAO! KETEK LU BAU BANGET!" pekik Juna sambil bangkit untuk pindah duduk di tempat kosong tepat di sebelah Jeff.

Setelah memberikan Lequa pada Yoga, Hao langsung reflek mencium kedua ketiaknya bergantian. Seiring dengan perubahan mimik wajahnya, dua orang yang duduk paling dekat dengannya baik di kanan maupun di kiri sontak social distancing.

  "Eh Juna! Lu memangnya gak tau iklan yang terkenal itu?" Tanya pemuda bermata minimalis itu, Juna mengernyit.

  "Yang gini, berani bau itu baik!"

Abram mendekat, tentunya dengan pengamanan. Ia menjepit hidungnya dengan jari telunjuk dan ibu jarinya lalu satu tangannya yang lain dengan enteng menggeplak kepala Hao sambil berbicara, "Itu berani kotor yah, bukan berani bau! Jangan ngadi-ngadi anda!" suaranya terdengar aneh karena hidungnya yang sedang ia jepit guna menghindari terkontaminasi polusi udara disekitar tubuh manusia bernama Hao.

Hao berkacak pinggang. Atensi teman-temannya terpaut padanya, kecuali Teyo yang kini sedang misuh-misuh karena Jeon sibuk menggelendoti lengannya sambil meratapi nasibnya.

   "Sekarang gue tanya yah, kalau bau udah pasti kotor, kalau kotor udah pasti juga bau kan?"

Yoga dan Abram mulai ngangguk diikuti dengan Dicky, Juna juga Minggu. Hao merasa menang sebelum Jeff buka suara, "Waktu itu gue main lumpur tapi tetep wangi tuh, meskipun belum mandi!"

  "Terkecuali lu Jeff, sabun buat mandi lu pasti harganya mahal, wanginya meresap hingga lapisan terbawah epidermis. Wanginya awet meski nyebur empang berkali-kali atau berendem di kubangan lumpur lapindo sekalipun. Cocok banget buat orang kaya Minggu." ujar panjang lebar Yoga udah persis ibunya yang lagi ngajar.

"Heh! Kenapa jadi gue dibawa-bawa? Lu belum tau sekali sebut nama gue malaikat Izrail mendekat satu langkah sama lu?"

Jeon mulai mengalihkan atensi sepeninggal Teyo yang milih kabur dibanding berurusan dengan bocah galau itu. Pemuda bergigi kelinci itu memiringkan kepalanya, mendengarkan perdebatan Minggu dan Yoga sebelum bertanya dengan wajah polosnya, "Kalau nyebut nama lu sama dengan membuat malaikat Izrail makin dekat, terus orang tua lu gimana? Sampai sekarang masih sehat?"

Diakhiri dengan Jeon dan Minggu yang baku hantam dan yang lain--yang tidak berniat secuil pun untuk melerai--sibuk mengumpulkan uang menargetkan kemenangan gacoan masing-masing bak lagi ngadu ayam jago.





















***



















Harusnya bel tanda pulang terdengar merdu. Namun tidak bagi para anak Sembilan Toedjoh, setidaknya sampai Rose narik mereka buat melihat keuwuan menyakitkan mata yang tersaji di parkiran.  Lisa dengan anggun duduk dibelakang Woffi. Bersyukur pemuda alim itu membuat jarak dengan ransel dibelakang punggungnya. Bukan muhrim katanya. But, yang disini tetap terbakar. Para siswi yang memang diwajibkan berjilbab tiap hari jumat dan sang pemuda yang memang hobi pecian, jadi malah membuat Lisa sama Woffi vibesnya pasangan dunia-akhirat banget. Yang disini makin terbakar.

   "Gue denger Woffi sama-sama jadi remaja masjid di masjid yang sama, sama bang Yungga, abangnya Nala. Gue yakin banget nih dia gunain restu abangnya buat mikat adiknya." Abram mengelus-ngelus dagunya. Yang lain udah mau mengiyakan sebelum Rose lebih dulu berbicara,

  "Ih bukanlah, emangnya segampang itu dapat restunya bang Yungga! Lisa tuh lagi baper sama Dinda-Rey yang nikah diawali taaruf, kalian tau gak? dan alimnya Rey tuh yah mengarah pada Woffi seorang. Yang shalat Dzuhurnya masih diambang menjelang shalat Ashar kaya kalian mah mundur aja!"

  "Gue mah gak gitu Rose, palingan Shubuh kesiangan Isya ketiduran."

  "Dih, kamu tuh berdosa banget Bram! Kaya Jeon dong, shalat semua tepat waktu cuma suka lupa udah berapa rakaat aja."

  "Kaya Minggu noh, bisa shalat gak bisa wudhu!"

Jeff langsung undur diri nelpon bawahannya buat langsung ngehubungin Rey buat ambil kelas private cara memikat.









Kalau yang lainnya..












































    "ASSALAMUALAIKUM UMMI FATIMAH! ADA WOFFINYA GAK? KITA MAU IKUT SHALAT BERJAMAAH DI MASJID DAN IKUT KAJIAN!"




Seketika taubat berjamaah.


































































*****

Nyongan! Pie kabare?

Setelah ratusan Purnama akhirnya bisa ku lanjut






Jangan lupa tekan Bintang dan tinggalkan komentar sebagai bentuk apresiasi

SEMBILAN TOEDJOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang