Care (2)

634 73 12
                                    

Nayra meringis saat membuka mata dan merasakan pusing serta seluruh tubuhnya terasa sakit dalam waktu bersamaan. Dia berusaha bangun melawan rasa pusing tetapi sulit. Mendengar suara pintu kamar dibuka membuat gadis itu berpikir Nani sudah kembali.

"Ibu aku ingin mandi,"

"Nggak boleh."

Suara itu ...

Nayra menoleh dan melotot kaget soalnya Nani berubah menjadi pria yang dia takuti.

"Ibu ke, kenapa berubah?"

"Halusinasimu payah."

Ketika otak butuh proses untuk fokus Nayra kembali sadar, bahwa pria yang kini duduk di samping dirinya adalah pria itu bukan Nani.

"Kamu baru saja merepotkan aku kapan Bibi pulang? Kau tahu? Enak nggak enak kau harus habisin bubur yang kubuat."

"Ma, maaf ..."

Nayra terpaku saat tangan pria itu menyentuh keningnya secara tiba-tiba. Pandangan mereka bertemu dan gadis itu mulai merasa jantungnya berdetak tidak normal terlebih pergerakan pria itu memajukan tubuh.

"Ma, mau apa?" Gumamnya takut.

Kini tubuhnya dikurung dengan kedua lengan pria itu. Ketika dia akan membuka suara lagi tangan pria itu beralih masuk menuju bawah kepalanya. Pria itu meraih satu bantal lagi terletak di bawah kakinya sebelum menyelipkannya di bawah kepalanya memudahkannya untuk bersandar.

"Sekarang makan."

Nayra ingin meraih sendok saat Andra justru memegang sendok itu.

"Aku suapi dan harus habis."

Tidak ingin membantah Nayra memilih menuruti sampai bubur habis dan dia sudah meminum obatnya.

"Sekarang istirahat."

<> <> <>

Nayra terperanjat kaget saat membuka mata dia menemukan pria itu diposisi sama seperti sore tadi.

Kenapa dia masih ada di sini? Batinnya bingung dan melihat pria itu sibuk dengan ponsel.

"Sudah bangun?"

Jantungnya berdebar kencang tanpa diminta, "I, iya."

"Tidur yang lama sekali aku bosan menunggu, ini sudah jam sepuluh malam kau harus minum obat."

"A, aku bisa sendiri."

Sorot mata pria itu seakan menusuk mata Nayra.

"Bibi kembali besok pagi. Dan aku terpaksa lakukan hal sama seperti sore tadi."

"Ma —"

"Berhenti menyebutkan kata itu. Aku berasa muak."

Nayra berusaha bangun tapi bukannya berhasil tubuhnya hampir terjatuh ke lantai, jika tidak dengan cepat pria itu meraihnya maka dipastikan dia merasakan sakit.

"Aku mau ke kamar mandi ... biar aku saja minum obat dan makan buburnya, aku nggak mau merepotkanmu lagi."

Belum siap menyeimbangkan tubuh Nayra hampir berteriak kaget tiba-tiba dia diangkat sekarang berada dalam gendongan pria itu. Wajahnya begitu dekat dan Nayra seakan bisa kehabisan napas tidak mau menatap mata itu secara lama.

"Jangan menatapku seperti itu, kau pikir aku akan tergoda?" Tanya pria itu jengkel.

Membawanya keluar menuju kamar mandi terletak di dapur. Sedetik itu juga Nayra tersenyum kecil melihat sikapnya sedikit lebih manusiawi. Setidaknya ada perubahan walau mungkin dengan kata terpaksa.

<> <> <>

"Nayra kenapa?"

Pertanyaan itu membuat Andra mendongakkan wajah dari layar komputer.

"Bisa nggak? Lo kalo masuk ketuk pintu dulu?"

Tendy tertawa, "Gue nggak perlu lakuin sekalipun lo bos di sini."

"Sialan."

Tendy semakin tertawa dia suka melihat raut wajah marah sahabatnya itu.

"Gue mau tau kabar Nayra. Karna pagi tadi gue dapat kabar dari Bi Nani kalo Nayra semalam demam."

"Wanita tua itu." Desis Andra masih bisa di dengar Tendy.

"Elo nggak bakal bisa macam-macam lagi sama Nayra, karna akan ada Bi Nani yang lapor ke gue." 

"Elo dikasih ilmu apaan sama gadis bodoh itu? Sampe lo terlalu  peduli kayak gini."

"Berhenti panggil dia gadis bodoh. Dia punya nama dan namanya Nayra Divina."

Andra mengangkat bahu cuek dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Gue titip salam sama dia ya, kalo bisa buat dia sampe salah tingkah karna bayangin tentang gue."

"Nggak."

Bukannya terlihat kesal Tendy justru tertawa, "Hidup jangan terlalu dibawa serius, lo tuh butuh hiburan."

<> <> <>

Ketakutan terbesar dalam hidup Nayra sudah terjadi tiga kali. Saat gadis itu kehilangan kedua orang tuanya karena kecelakaan, lalu di mana satu-satunya keluarga dia punya tega menjualnya seperti barang, sekarang Nayra harus berhadapan dengan seseorang para tetangganya sebut, pria penguasa segalanya karena kaya raya dia adalah Baskoro.

Merasa ketakutan saat Nani menuntunnya menghampiri Baskoro serta istrinya di ruang tamu pagi ini. Keduanya tiba di rumah malam hari Nayra tidak mengetahui hal itu sama sekali lalu Nani memberitahukan itu belum lama ini.

"Ini dia pekerja baru di rumah kita, ayo duduk Sayang, perkenalkan dirimu." Sapa ramah seorang wanita yang tidak lain adalah Nyonya di rumah mewah tersebut.

Sepasang suami-istri itu tidak berdua saja tetapi ada Andra juga. Dia duduk di salah satu sofa sibuk sendiri dengan ponselnya.

"Siapa nama kamu? Jangan takut, saya tidak galak." Tanya Nyonya rumah itu.

Nayra memberanikan diri menatap keduanya.

"Nayra Divina, Tuan dan Nyonya."

"Nama yang cantik sesuai orangnya. Perkenalkan nama saya Sarah dan suami saya kamu pasti tahu Baskoro. Oh iya, berapa umurmu?"

Pertanyaan itu sedikit menarik perhatian Andra.

"Dua puluh tiga tahun Nyonya."

"Selamat datang di kediaman rumah kami. Semoga kamu betah kerja di sini, Nayra." Sapa Nyonya rumah itu lagi dengan senyum ramah.

Dua puluh tiga tahun? Pikir Andra bahkan masih tidak percaya. Selama ini dia mengira gadis itu berumur di bawah delapan belas tahun. Karena dia merasakan gadis itu masih seperti bocah, ceroboh dan tidak tahu malu berani menggoda Tendy sahabatnya.

<> <> <>

The Heart Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang