Afraid of Losing You (2)

397 34 10
                                    

"Nayra!"

Tendy berteriak dia bahkan belum sepenuhnya bersiap keluar mobil karena gadis itu membuka pintu untuk berlari keluar. Tendy mengerti bagaimana tangisan itu menandakan semuanya.

Sedangkan Nayra diliputi kepanikan menghentikan langkah kakinya, "Ma, maaf Tendy ..."

Tendy merangkul Nayra mencoba menenangkan gadis itu.

"Semua baik-baik saja, Andra nggak apa-apa kamu jangan menangis lagi ya?"

Berusaha menghapus air mata Nayra mengangguk kemudian mereka segera melangkah masuk ke dalam kantor polisi.

"Andra di mana ...?" Lirih Nayra mencoba mencari bersama rasa panik.

Saat pandangannya menangkap seseorang sedang berdiri tidak jauh dari dirinya tangis gadis itu pecah. Nayra melangkah cepat menuju Andra dan memeluk erat tubuh itu.

"Hei," Bisik pria itu sedikit kaget akan kehadirannya.

"Kamu ... buat aku takut ...!"

Andra menatap polisi wanita di hadapan dengan senyum sebelum kembali fokus pada Nayra. Diciumnya puncak kepala itu berusaha menenangkan Nayra yang semakin menangis.

"It's okay, semua sudah berakhir, aku nggak apa-apa Nay."

"Nggak ..."

"Saya rasanya ingin balik ke masa muda, kekasih Anda membuat saya jadi terbawa suasana."

Andra tersenyum kecil kepada polisi itu lalu kembali fokus menenangkan Nayra, dia memberikan satu kecupan di kepala Nayra.

"Dia sudah diserahin ke pihak berwajib jadi aku nggak apa-apa."

Dengan pandangan buram karena air mata Nayra sedikit menjauhkan tubuhnya melihat kondisi tubuh Andra penuh darah. Matanya tertuju pada perban melekat di perut pria itu Nayra tidak dapat membayangkan bagaimana rasa sakitnya. Kemeja Andra penuh darah pria itu membuatnya merasakan ketakutan luar biasa melebihi mimpi mengerikannya tadi.

Tendy menjelaskan padanya bahwa Andra sedang berada di kantor polisi. Semua terjadi karena Ergan-pria yang hampir memperkosa dirinya. Mendengar nama itu ketakutannya muncul hingga Tendy menjelaskan bagaimana pria itu balas dendam.

Nayra menangis semua terjadi tentu saja karena dirinya.

"Anda sudah bisa pulang Pak Andra, informasi selanjutnya akan kami kabarkan kembali nanti."

"Terima kasih."

"Sama-sama, semoga Anda cepat sembuh."

Andra tersenyum kemudian menuntun Nayra keluar. Melihat Tendy sahabatnya itu berdiri dari kursi tunggu lalu mendekat padanya berlanjut memukul pelan lengan kirinya.

"Sialan! Lo buat gue hampir kena serangan jantung tadi! Di saat gue berusaha nenangin Nayra gue pikir lo kenapa-napa! Sih berengsek udah diamanin pihak berwajib? Lengkap sama orang-orang dia bayar?"

"Dia balas dendam terniat, sampe bayar kelompok motor buat balas lukain gue." Ucap Andra merasakan pegangan kuat di kemejanya, pria itu menunduk menatap Nayra yang tidak ingin mengangkat wajah.

"Nay, aku nggak apa-apa. Jangan berpikir bahwa semua ini salahmu."

"Semua ini salahku ... jika saja kamu nggak terlibat waktu itu dia nggak mungkin melukaimu ..."

"Dan membiarkanmu diperkosa olehnya?"

Nayra mendongak menatap raut wajah Andra berubah dingin tangis gadis itu kembali hadir. Menghela napas Andra membawa tubuh itu ke dalam pelukan sebelum menatap Tendy.

"Kaca depan mobil gue pecah. Beberapa dari mereka mukul gunakan besi panjang. Malam ini gue nebeng lo."

"Gue lagi nggak terlalu fokus sama omongan lo, gue sibuk rekam gimana so sweet-nya kalian berdua, tentu aja dalam ingatan gue!"

Andra melotot dan Tendy tertawa.

<> <> <>

"Dia terlalu takut buat kehilangan lo."

Tendangan kursi membuat Tendy tertawa pelan dia melirik ke arah kaca belakang mobil. Andra menatapnya datar dirinya sedangkan Nayra tertidur dengan kepala berada di atas pangkuan pria itu.

"Gue serius, Dra."

"Sok tau."

"Saat gue bawa dia jemput lo dia nangis sepanjang jalan. Gue rasa ketakutannya ada hubungan sama mimpinya. Karna saat gue bawa Adik lo pulang tadi gue liat wajah Nayra pucat."

Andra menunduk menatap wajah terlelap Nayra. Tangannya terulur mengusap lembut pipi kanan itu.

"Abis kejadian ini gue harap lo nggak jadi pria bodoh lagi. Lo ngalah buat hal yang lo belum tau pasti. Apa lo nggak mikir gimana perasaan Nayra saat lo seakan hindarin dia? Bahkan nggak pulang beberapa hari ini?"

Andra memilih diam.

"Elo atau Rafa sama. Kalo ada kata bisa wakilin omongan gue dengan sangat boleh gue sebutin. Buat kalian berdua sadar kalo apa yang kalian lakuin hanya bakal nyakitin diri kalian. Baik lo dan Rafa gue mau kalian bersaing secara sehat bukan bersaing sebagai Adik dan Kakak, belum berjuang aja udah ngalah tapi gue mau kalian bersaing sebagai lawan sehat."

<> <> <>

The Heart Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang