Change

497 68 10
                                    

Rafa menuntun Nayra masuk ke dalam rumah. Dia khawatir melihat gadis itu menggigil saat menginjakkan kaki di ruang tamu. Tapi langkah kaki Rafa terhenti melihat kedua orang tuanya telah berganti pakaian kini menunggu dia dan Nayra pulang.

Rafa melihat Andra juga baru tiba dia tidak memedulikan ke mana Kakaknya pergi selepas dari pemakaman. Dia hanya menghadiri sebentar proses pemakaman tersebut lalu pergi begitu saja.

"Andra, Papa ingin bicara sama kamu."

Rafa melihat ketakutan dari Nayra yang menunduk.

"Dan kamu Rafa, bawa Nayra masuk ke dalam."

"Baik Pa."

"Ayo." Ucap Rafa meraih tangan Nayra yang dingin, dia tahu sekarang gadis itu menahan tangis, "Ada aku Nayra, kamu nggak perlu takut."

Saat Nayra masuk ke dalam kamar saat itu juga Rafa ingin bergabung bersama Papa dan Kakaknya.

"Den Rafa."

Pria itu menghentikan langkah kaki melihat Nani setengah berlari mendekat.

"To, tolong Bibi, jangan biarkan Nayra keluar dan tahu masalah ini."

"Ada apa Bi?"

"Itu — Tuan memukuli Den Andra dan wajahnya penuh darah, Bibi ngeri lihatnya! Karena Tuan gunakan cincin bentuknya tajam wajah Den Andra jadi penuh luka,"

"Astaga! Mama sendiri gimana Bi?"

"Tuan menyuruh Nyonya masuk ke dalam kamar tapi Bibi yakin Nyonya sedang menangis. Sebaiknya Den Rafa hampiri Nyonya Bibi takut Nyonya kenapa-napa. Dan Nayra biar Bibi yang urus."

Rafa berlari menuju kamar Mamanya sedangkan Nani kembali menuju ruang tamu, tanpa menyadari bahwa Nayra mendengar semua obrolan mereka dari balik pintu kamarnya.

Gadis itu menangis untuk rasa sedih, terluka, serta rasa kehilangan yang begitu besar.

<> <> <>

Andra memandang dirinya melalui cermin besar di kamar mandi. Wajahnya penuh dengan karya dibuat oleh Papanya sendiri. Pria itu tersenyum sinis sebelum membasuh kedua tangan dan wajahnya.

Merasa suntuk dalam kamar Andra melangkah keluar dan see? Apa yang dia lihat saat membuka pintu kamar gadis itu berdiri di hadapannya.

"Ada apa?" Tanya Andra bingung.

Wajah yang semula menunduk terangkat menatapnya. Andra melihat sebentar pada kotak obat dipegang gadis itu.

"Maaf ..."

"Kau tahu? Aku rasanya ingin muntah saat dengar kata maaf, maaf dan maaf darimu, apa kau nggak jenuh?"

Nayra menangis, "Ini semua salahku ... maaf untuk luka di wajahmu, jadi izinkan aku mengobatinya kumohon? Hanya ini yang bisa kulakukan untukmu."

Pria itu menghela napas sebelum menarik tangan Nayra masuk ke dalam kamarnya.

"Ke, kenapa masuk ke dalam kamar?" Tanya Nayra menghentikan tangis.

Perkataan polos itu membuat Andra tertegun sebelum pria itu tertawa kecil dan meringis kesakitan dalam waktu bersamaan.

"Kau sendiri yang bilang ingin mengobati lukaku? Kenapa justru bertanya lagi?"

"Bu, bukan begitu ta, tapi bisa obati di luar saja? Nggak di sini ..."

Nayra menggigit bibir dia jadi mengingat adegan waktu itu. Terlebih sekarang Andra mengunci pintu kamar tanpa memedulikan tatapan kagetnya.

The Heart Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang