Life (3)

1K 83 13
                                    

"Tante kenapa tega padaku Bu?"

Nani—asisten rumah tangga sudah bekerja lebih dari sepuluh tahun memeluk Nayra mencoba menenangkan gadis itu.

Saat ini dia sudah membawa gadis itu menuju kamar akan di tempatinya. Kamar yang terletak tidak jauh dari dapur berisikan tempat tidur, lemari dan cermin menempel di belakang pintu.

Nani sedih saat mendengar semua cerita dialami oleh gadis berwajah cantik dalam pelukannya ini.

"Ibu hanya bisa berdoa semoga kamu kuat Nak, percaya akan ada hari indah suatu saat nanti, jangan menangis lagi ya? Kamu nggak perlu takut sendirian di sini karena ada Ibu bisa menjadi temanmu."

"Terima kasih Bu ..." Ucap Nayra kembali memeluk wanita paruh baya baru dia kenal. Tetapi detik ini merasa nyaman berada dalam pelukan hangat Nani.

<> <> <>

"Selamat pagi Den." Sapa Nani melihat Tuan mudanya itu turun dari tangga.

"Pagi." Ucapnya mengambil tempat duduk di kursi-meja makan.

"Gadis itu sedang apa? Jangan bilang dia bermalas-malasan?"

"Tidak Den, dia rajin bantu Bibi sejak tadi subuh. Mulai dari cuci piring, melipat pakaian dan menyetrika. Sekarang dia sedang menyirami tanaman di halaman depan."

"Oh."

"Den Andra harus tahu Nayra pandai masak."

"Siapa namanya?"

"Nayra Divina."

"Oh."

Setelah meneguk segelas kopi dan memakan sepotong roti Andra beranjak berdiri, "Saya pergi kerja dulu."

"Baik Den."

Ketika melangkah keluar rumah dia melihat gadis itu sedang fokus menyirami tanaman. Tidak tahu apa yang dipikirkan sehingga selang air terjatuh di bawah kaki. Andra tersenyum sinis gadis itu kerja saja tidak becus.

"Ehem!"

Sedetik itu juga tubuh Andra basah karena air dari selang tersebut.

Wajah pria itu menatap kaget sebelum memberikan tatapan membunuh.

"Kau —"

"Ma, maaf aku nggak sengaja ..."

"Jangan mendekat! Kau bilang apa? Maaf? Baru kerja seperti ini kau sudah nggak becus?! Kelakuan cerobohmu membuatku dipastikan telat kerja!"

Melihat gadis itu menangis hanya semakin membuat dia emosi.

"Baru dibentak seperti ini saja kau sudah menangis! Pantas Tantemu itu menjualmu! Seperti barang nggak ada gunanya sama sekali!"

Andra bergegas masuk kembali ke rumah dilihatnya Nani berjalan mendekat.

"Den Andra kenapa basah? Apa yang terjadi?"

"Tanyakan pada gadis bodoh itu, kenapa saya bisa seperti ini."

<> <> <>

Andra memasuki ruang kerjanya dengan perasaan kesal. Melepaskan jas dan melemparkannya di sofa bagi Andra pagi ini adalah pagi tersial dalam hidupnya. Bagaimana tidak jika pagi-pagi dia sudah mendapatkan kejutan dari gadis bodoh itu. Belum lagi saat di jalan ban mobilnya bocor juga dia harus terjebak macet selama hampir satu jam sehingga baru tiba di kantor pukul 10.13. Keadaan tubuh gerah, kepanasan, serta emosi belum mereda.

Ketukan pintu membuyarkan pikirannya.

"Masuk."

"Napa lo? Muka kusut kayak baju belum di setrika."

Andra menatap kesal pada Tendy—sahabatnya.

"Elo harus tau kalo pagi ini gue dapat banyak kesialan."

"Terjebak macet di jalan?"

"Lebih dari itu. Gue harus hadapan sama gadis bodoh yang ceroboh, serta ban mobil gue bocor kurang sial apalagi?"

"Tunggu-tunggu, maksud lo gadis bodoh? Siapa dia?"

"Pekerja baru di rumah gue."

"Wow."

"Apanya yang wow?! Buat gila iya! Gue nggak mau bahas ini kepala makin terasa mau pecah."

"Gue penasaran, bro! Lo udah terlanjur cerita jangan setengah-setengah!"

"Nggak penting."

"Bagi gue penting! Karna seorang pekerja baru di rumah lo, bisa buat seorang Andra kalang kabut pagi ini."

"Elo balik kerja sana, ganggu."

"Bentar lagi, gue ceritanya mau liat muka kusut lo, kapan lagi nih langka."

"Sialan."

<> <> <> 

The Heart Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang