Crazy (1)

661 72 9
                                    

Tangannya sibuk bekerja membalas beberapa email pekerjaan yang masuk. Gelapnya malam hanya dia dan Ridwan yang bangun.

"Elo kalo ngantuk mending cari tempat buat tepikan mobil."

"Hoammm, tau aja lo kalo gue ngantuk. Masih ada waktu setengah jam lagi kita tiba di Jakarta."

Setelah memarkirkan mobil di tempat yang pas Ridwan menyandarkan tubuh dan menutup mata. Berbeda dengan Andra tetap serius membalas email pekerjaan untuk senin besok.

Suara kecil timbul dari samping dirinya mengalihkan perhatian pria itu. Nayra yang tertidur berusaha menegakkan kepala walau hasilnya tetap dengan kepala membentur jendela.

Andra memperhatikan semua dalam diam sampai tubuh Nayra ingin jatuh ke depan tangan pria itu menahan tubuhnya. Sadar atau tidak Andra menarik Nayra untuk bersandar di bahu kanannya.

<> <> <>

Nayra tersentak bangun dari tidur duduk dan mengusap wajah matanya memperhatikan sekitar. Pintu di hadapan terbuka dan Nani masuk sambil tersenyum lebar.

Apakah dia bermimpi malam tadi?

Tapi jika mimpi kenapa rasanya begitu nyata?

"Selamat pagi anak Ibu, gimana tidurmu nyenyak?"

"Nyenyak Bu, sekarang jam berapa?"

"Jam enam pagi, kamu mau sarapan apa?"

Nayra beranjak turun mulai melipat selimut, "Peraturannya harus berkemas dulu Bu, baru boleh makan."

"Kata siapa?"

"Ng ... itu Andra."

"Nggak kok, itu Den Andra nggak serius. Gimana perjalanan kamu ke puncak? Seru? Ibu penasaran coba duduk dulu dan cerita."

"Ja, jadi itu bukan mimpi?" 

"Bukan Sayang, mimpi apa coba? Gemas Ibu sama kamu."

"Ta, tapi aku ada di kamar Bu? Kok aku nggak ingat kapan sampai di sini ...?" Nayra menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Saat kamu sampai di sini malam tadi, Den Andra gendong kamu yang tertidur nyenyak."

Sekujur tubuhnya bereaksi berlebihan Nayra yakin kedua pipinya kali ini memerah malu.

<> <> <>

Swalayan city.

Adalah nama sebuah pusat perbelanjaan di datangkan Nayra dan Nani. Mereka berdua berjalan masuk dan segera mengambil dua troli.

"Ibu robek kertas dulu, di sini sudah ada daftar belanjaan diinginkan Nyonya dan Tuan."

Nayra mengangguk sebelum sibuk melihat sekitar yang ramai.

"Ibu hampir saja lupa cerita padamu."

"Cerita apa Bu?"

"Hari ini Den Rafa akan pulang."

"Rafa? Dia siapa Bu?"

"Den Rafa itu anaknya Tuan dan Nyonya. Adiknya Den Andra, Sayang. Dia sudah enam tahun nggak pulang karena kuliah dan kerja di Jerman. Usianya dan Den Andra berjarak empat tahun. Maka hari ini Nyonya heboh antusias menyambut anaknya pulang jadi kita harus masak yang banyak, oke?"

"Oke, Ibu. Aku semangat mau masak hari ini."

"Kita berpencar ya? Agar cepat tiba di rumah."

Nayra meraih catatan tersebut sebelum berjalan pisah dari Nani. Matanya sibuk berjalan menuju tempat persediaan buah-buahan, memilih buah-buahan sesuai di catatan, setelah menimbang dan memasukan ke troli fokusnya kembali pada catatan dipegang.

"Buah apel, pir, anggur, jeruk dan pisang sudah ng ... roti tawar dua bungkus besar belum."

Kembali melanjutkan langkah dibagian makanan. Matanya sibuk mencari keberadaan roti dan deretan toping disajikan.

"Tadi Ibu pesan ambil selai rasa blueberry, benar nggak ya? Semoga benar."

Baru saja ingin meraih selai itu saat tangan lainnya juga ingin meraih selai yang sama.

Nayra menoleh, "Maaf, selainya sudah aku duluan yang incar."

"Benarkah? Maaf kalau gitu silahkan."

Nayra tersenyum, "Terima kasih atas pengertiannya."

Setelah mengambil selai itu dan ingin melanjutkan langkah kakinya, 

"Tunggu dulu!"

Nayra menatap bingung.

"Karena aku sudah baik hati mau mengalah demi selai tersisa satu itu, gimana kalau kita kenalan dulu, cantik?"

Nayra merasa risih, "Nggak, terima kasih."

"Ayolah, gadis cantik sepertimu belanja sendirian di sini? Atau mau aku temani?" 

Nayra menatap tidak suka pada pria bertubuh tinggi di hadapannya. Dan raut wajah gadis itu semakin menunjukkan ekspresi kesal karena pria itu dengan lancang mengusap lembut pipi kirinya.

"Anda jangan lancang!" Teriaknya menepis kasar tangan itu.

"Aku hanya ingin merasakan kelembutan pipimu, cantik."

Semakin merasa amarahnya akan meledak Nayra memutuskan berjalan menjauh meninggalkan pria gila itu dengan tawanya.

<> <> <>

Nayra berulang kali melihat jam kecil di sudut dapur. Wajahnya menampilkan ekspresi bingung dan rasa ingin tahu berlebihan.

"Ibu sebenarnya kita masak menu spesial jam berapa? Kok dari pagi tadi hingga sore hari, kita belum melakukan apa-apa?"

"Sebentar lagi kita akan masak. Nyonya minta pada Ibu, kita masak menu spesial untuk makan malam."

"Memangnya anak Nyonya dan Tuan itu belum datang ya Bu?"

"Sudah Sayang, jam dua belas siang tadi."

"Kok aku nggak lihat?"

"Kamu sibuk mengurung diri di kamar."

Nayra menutup wajah tanda malu.

<> <> <>

Sesuatu memukul punggungnya membuat pria muda itu mengerang kesal terutama jam tidurnya diganggu seseorang.

Pukulan bantal di kepala berhasil membangunkan pria itu yang tengah tidur. Dia berteriak frustasi segera berdiri dan membuka mata belum sempat menyeimbangkan tubuh dia tersungkur jatuh dengan bokong mendarat duluan di lantai.

"Sakit sialan! Gangguin tidur orang!" Teriaknya marah.

"Bangun."

"Berani kali lo —" Ucapannya terhenti saat mendongak lalu melotot kaget.

"Kak Andra!" Berteriak senang sambil mengusap bokongnya sebelum memeluk saudara kandungnya itu.

"Tadinya gue pikir siapa ternyata lo Kak! Lo nggak rindu sama gue yang ganteng selangit?"

"Nggak. Gue ditugasin Mama buat bangunin lo yang tidurnya kayak kerbau. Udah hampir jam tujuh malam cepat mandi, di tunggu buat makan malam bareng."

"Oke, tapi lo belum ganti baju Kak? Jangan bilang lo baru pulang kerja semalam ini?!"

"Ya."

"Pekerja keras lo Kak, gila!"

"Enam tahun kita nggak ketemu, kelakuan lo masih kayak anak kecil."

"Biar dong Kak, gue tuh nikmatin hidup!"

"Cepat sana mandi."

"Siap,"

<> <> <>

The Heart Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang