Move On

572 75 10
                                    

"Morning beautiful."

Rafa mengandalkan rayuan utama dan tentu saja dengan wajah tampannya.

"Ng ... pagi." Nayra menjawab canggung sebelum kembali sibuk menyirami tanaman.

"Lagi ngapain?"

"Lagi mandi."

Perubahan raut wajah gadis itu membuat Rafa tertawa lalu gemas mencubit pipi kiri itu.

"Aku juga mau bilang terima kasih."

Nayra menghentikan kegiatannya menatap pria di hadapan bingung.

"Untuk selai blueberry kamu pertahanin kemarin pagi, itu demi aku."

"Bukan gitu maksudnya, ya Ibu suruh aku beli rasa itu, kebetulan selainya sisa satu."

"Ciee, yang sudah perhatian sama aku padahal kita belum bertemu."

"Nggak."

Rafa mencium pipi kiri gadis itu karena merasakan lucu lalu sebelum gadis itu sadar atas aksinya barusan, Rafa berlalu masuk ke dalam rumah dengan raut wajah puas.

"Nyebelin!"

Omelan gadis itu masih bisa di dengar Rafa dia tertawa lepas. Sepertinya menggoda Nayra akan menjadi hobi barunya.

<> <> <>

"Gue dengar Adik lo udah balik dari Jerman?" Tanya Tendy sambil melipat koran dia baca pagi ini.

"Tau dari siapa?"

"Dari Bi Nani. Ya gue ceritanya pagi tadi hubungi dia awalnya tanya kabar Nayra, tapi Bi Nani lanjut cerita tentang Adik lo yang baru pulang."

"Elo hubungi Bi Nani?"

"Lima hari lalu gue belikan ponsel buat Bi Nani."

"Elo —"

"Napa? Gue mana bisa percaya mudah kalo lo udah nggak nyakitin Nayra. Mulai sekarang ingat ya gue punya mata-mata di rumah lo."

"Sialan." Desis Andra sebelum meneguk kopinya, pria itu beranjak berdiri pergi meninggalkan kantin kantor.

Tendy meneguk cepat kopinya juga lalu berlari menyusul Andra.

"Adik lo sifatnya apa masih sama kayak saat SMA?"

"Hmm."

"Kalo gitu bisa gawat!"

Andra menghentikan langkah kaki menatap bingung, "Apanya yang gawat?"

"Sifat playboy cap kerbaunya bisa buat Nayra terperangkap nggak! Ini nggak boleh jadi mulai hari ini gue harus kasih pelajaran ke tuh bocah. Nayra yang cantik pantasnya sama gue nggak sama Adik lo!"

"Gue bingung napa semua orang di dekat dia, selalu bilang gadis itu cantik. Apa kalian nggak gunakan mata kalian dengan baik?"

Andra masuk ke dalam lift meninggalkan Tendy. Setelah pria itu menghilang Tendy naik lift satunya lagi. Pagi ini dia tidak mempunyai pekerjaan berarti sehingga masih memilih mengobrol dengan sahabatnya super kaku itu.

Ketika Tendy memasuki ruang kerja Andra pria itu sudah fokus sama map-map menumpuk di atas meja.

Tendy menjatuhkan tubuh di sofa, "Nayra tuh cantik, Dra. Dia cantik dengan wajah naturalnya yang buat gue yakin, kalo di luar sana banyak pria ngagumin dia juga. Gue khawatir Adik lo ganggu dia dengan cara berlebihan awas ya, dia bakal hadapan sama gue."

"Gue berhenti sampe sini."

"Maksud lo?"

"Gue nggak mau lagi ikutin drama lo seakan harus care sama gadis itu, padahal gue lakuin semua karna terpaksa."

Tendy menahan marah pria itu beranjak bangun dari sofa.

"Gue justru nggak ngerti sama sikap lo. Sebegitu nggak punya hati lo buat gadis polos kayak Nayra?"

Andra tersenyum sinis, "Gue nggak peduli."

"Pulang kerja gue mampir ke ke rumah lo gue rindu Nayra. Akan buat perhitungan sama Rafa buat nggak macam-macam sama Nayra."

"Saat lo sampe di sana bilang ke orang rumah, gue nggak ikut makan malam."

"Elo mau ke mana?"

Bukannya mendapat jawaban Andra melihat suasana gedung perkantoran dari lantai  tujuh.

Tendy mengangkat kedua bahu, "Ya udah kalo nggak mau jawab, gue keluar."

"Hari ini Karisa ulang tahun."

Tendy menghentikan tangannya yang sudah meraih gagang pintu.

"Dan gue mau pergi ke pemakamannya."

Tendy berdiri kaku. Ada perasaan sedih ikut singgah di hati saat melihat sahabatnya kembali menjadi seperti ini. Walau lima tahun sudah berlalu tetap saja sahabatnya masih setia untuk seseorang telah pergi selamanya.

Oleh karena itu dia akan membuat sahabatnya move on. Tidak ingin Andra terus merasakan kesedihan. Apa pun akan dia lakukan untuk sahabatnya itu kembali lagi seperti lima tahun lalu.

<> <> <>

Rintik hujan mengiringi setiap langkah kaki Andra menelusuri satu per satu area pemakaman.

Tangannya membawa sebuket bunga mawar berwarna putih. Bunga yang sudah mulai basah karena rintik hujan mungkin sebentar lagi berubah menjadi deras.

Langkah kakinya berhenti pada sebuah makam terawat rapi. Andra berlutut dan meletakan buket bunga dia bawa.

"Hei," Sapa pria itu nyaris berupa bisikkan. Tangannya mengusap sayang nisan tersebut dengan penuh kerinduan.

"Aku datang lagi, apa kamu nggak rindu?"

Walau langit sore mulai gelap dengan waktu terus berjalan sebentar lagi akan malam, lalu hujan terlihat mulai deras turun tidak membuat Andra bergegas pergi.

"Happy birthday Karisa Afrilia. Selamat ulang tahun yang ke dua puluh delapan. Aku merindukanmu, berharap kamu juga merindukanku dari atas sana."

"Lima tahun berlalu, rasa rindu itu semakin membunuhku secara perlahan, apa yang harus kulakukan? Aku bahkan nggak mengizinkan siapa pun menggantikan kamu di hati ini. Maaf untuk nggak bisa menepati janjiku padamu, maaf untuk aku yang selalu menyakiti banyak wanita, maaf karena semakin merindukanmu."

Andra menahan tangis hatinya terasa sesak, sekuat tenaga tidak membiarkan air mata bodoh ini keluar, kalau tidak dia akan semakin membuat orang dicintainya bersedih dari atas sana.

"Aku tahu kamu pasti kecewa tapi aku sakit Karisa, aku nggak bisa memenuhi janji terakhirmu. Sampai kapan pun aku tetap nggak akan bisa, aku pulang dulu dan aku mencintaimu juga selalu merindukanmu."

"Gue yakin Karisa makin sedih liat lo kayak gini."

Suara itu membuat langkah kaki Andra akan pergi meninggalkan makam terhenti.

"Napa lo kayak gini, Dra?"

Andra memutar tubuh menatap pada pemilik wajah dia kenal.

"Karna gue terlalu mencintai Karisa."

"Tapi itu nggak mungkin lagi. Gimana pun lima tahun udah berlalu. Seakan bisa liat kesedihan Karisa di atas sana gue salut sama kesetiaan lo. Tapi hal itu bakal terus nyakitin lo secara perlahan. Gue harap lo nggak akan lupa sama permintaan terakhir Karisa kalo dia ingin lo bahagia."

"Gue nggak bisa lakukan hal itu Sam, jangan paksa gue lakukan hal buat gue sakit. Gimana caranya gue bahagia? Di saat sesuatu yang buat gue bahagia udah pergi selamanya tinggalin gue? Bilang ke gue gimana caranya?"

"Gue mohon ...? Demi Adik gue, demi orang yang lo cinta."

Sammy melihat raut wajah terluka itu. Dia sedih jika Andra tidak bisa meraih kebahagiannya.

Bukankah hidup harus terus berjalan?

"Berulang kali lo bilang permintaan sama Sam dan maaf, berulang kali juga gue bakal nolak dengan jawaban sama."

<> <> <>

The Heart Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang