Time

402 38 18
                                    

Andra menghentikan langkah kakinya pria itu berbalik melihat Nayra yang berjalan menunduk masih dengan menangis. Mereka sudah tiba dan Tendy telah berlalu pergi. Andra meraih tangan itu membawa Nayra untuk mendekatinya.

"Kenapa masih menangis?"

"Luka itu ... pasti sakit."

"Nggak terlalu Nay, kalau sakit bahkan parah aku nggak akan berdiri sehat di hadapanmu." Ucap Andra tersenyum lembut, membawa wajah itu agar tidak menunduk dan lebih bisa fokus menatapnya.

"Aku nggak ingin melihatmu menangis lagi seperti ini, sekarang kamu sudah aman dia nggak akan lagi mengganggu. Aku baik-baik saja ini hanya luka goresan."

"Aku minta maaf ..."

Andra menatap bingung, "Maaf?"

"Kamu beberapa hari nggak pulang, aku pasti ada berbuat kesalahan ..."

Andra diam perasaan bersalah itu langsung menyerang dirinya. Membawa tubuh itu ke dalam pelukan, "Justru aku yang minta maaf."

Sedikit menjauhkan diri Andra mencari keberadaan bibir mungil itu.

Satu kecupan lembut Nayra dapatkan bersama dengan perasaan haru tidak bisa dia jelaskan dengan kata-kata.

"Ini terakhir kalinya kamu menangis karena aku." Ucap pelan Andra sebelum mencium lembut bibir Nayra.

Dan Nayra segera merangkul leher Andra membuat tubuh mereka berdua menempel, dia membalas ciuman pria itu dengan malu-malu bersama luapan perasaan mengharukan muncul serta rasa khawatir sempat hadir semua menjadi satu.

"Nay," Gumam Andra saat ciuman mereka masih terjadi.

"Iya," Balas Nayra yang mencoba fokus.

"Maaf sudah bikin kamu khawatir," Ucap Andra tulus lalu merasakan Nayra tersenyum sebagai respon, gadis itu membawa tubuhnya semakin menempel satu sama lain melanjutkan lagi dengan sebuah ciuman lembut tersirat akan arti kasih sayang serta ketulusan.

Tendy benar dia hanya perlu menunggu waktu untuk menjawab semuanya. Kesalahan terbesarnya sudah menyakiti gadis itu di awal perkenalan mereka tidak akan dia lakukan untuk kedua kalinya,

Dia berjanji.

<> <> <>

"Ibu perhatikan kamu terlihat senang hari ini. Kalau bisa terus seperti ini ya? Ibu jadi ikutan senang."

Nayra menghentikan kegiatan menyusun potongan roti di atas piring khusus. Gadis itu menoleh dan tersenyum pada Nani.

"Emangnya setiap hari aku nggak seperti ini Bu?"

"Nggak, soalnya Ibu lihat kamu banyak diam bisa berbagi cerita? Atau ini ada hubungannya dengan kepulangan Den Andra ya?" Goda Nani membuat Nayra memegang kedua pipi.

"Ibu senang karena kamu, Den Andra bisa kembali seperti sebelumnya."

"Maksud Ibu?"

"Seperti lima tahun lalu."

Tidak mungkin Andra berubah karena dirinya Nayra berpikir dia tidak memiliki hal-hal seperti itu.

"Tapi Ibu beberapa hari ini juga memperhatikan Den Rafa. Dia lebih banyak diam apa kamu menyadarinya?"

Perkataan Nani membuat Nayra mengingat kembali kejadian malam tadi. Pria itu mabuk dan menyebutkan namanya dengan penuh kebencian Nayra berusaha tersenyum walau wajahnya terlihat menahan kesedihan.

"Oh iya, Ibu hampir lupa Den Andra tadi titip pesan, kamu disuruh bawa kotak obat sekarang."

"Iya Bu, setelah aku menyusun semua ini di atas meja makan."

<> <> <>

Nayra menunggu di depan kamar Andra tentu setelah dia memberikan kode dengan ketukan pintu sampai terdengar sahutan dari dalam.

"Masuk."

Gadis itu membuka pintu dan mengintip sedikit, "Ng ... ini aku bawa kotak obat."

"Masuk saja, Nay."

Andra bahkan tidak lagi menyeramkan tapi kenapa jantungnya masih berdebar tidak normal seperti ini?

Pria itu menatapnya dari arah cermin sedang sibuk mengambil kemeja dan celana dari dalam lemari.

Wajah Nayra memerah bukan tanpa alasan karena Andra sedang bertelanjang dada hanya menyisahkan handuk kecil di pinggang.

"Aku ingin ganti perban."

"I, iya." Ucap Nayra meletakkan kotak obat di atas meja kecil dia mulai mengeluarkan beberapa keperluan dibutuhkan.

Andra sudah duduk ditepi tempat tidur menunggunya masih dalam posisi membelakangi.

"Kalau kamu diam seperti itu aku bisa telat kerja."

Menarik napas sebanyak mungkin Nayra berbalik dan berjalan mendekat.

"Wajah kamu kenapa?"

"Ke, kenapa?"

"Memerah." Ucap Andra dengan senyuman tanpa dosa.

Nayra menunduk mulai sibuk membuka perban di perut Andra. Setelah dilepas dia meraih kapas dan menuangkan cairan obat di kapas itu. Melihat luka di tubuh itu setetes air mata jatuh di pipinya Nayra tidak dapat membayangkan bagaimana Ergan tega melakukan semua ini.

"Jangan menangis nggak apa-apa sudah nggak sa — aw!" Andra berteriak memegang kuat tangan Nayra, gadis itu sengaja menekan kuat kapas di perutnya.

"Ini yang kamu bilang nggak sakit?! Luka sebesar ini akibat benda tajam kamu bilang nggak sakit ...?!" Kembali terisak menangis Nayra tetap mencoba mengendalikan tangisnya.

"Astaga, Nayra." 

Andra menyerah beginikah sikap wanita jika sedang panik?

Segera dia membawa tubuh itu ke dalam pelukannya karena Nayra berbeda dengan Karisa. Nayra mudah menangis sedangkan Karisa terlihat lebih tegar. Walau perbedaan itu terlihat jelas tetap saja dia merasa nyaman di dekat gadis ini.

"Sudah ya? Kalau rajin diobati akan cepat sembuh."

Nayra mengusap kasar air matanya sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya. Selesai membalut luka itu dia ingin berlalu keluar tapi Andra dengan sigap menjatuhkan tubuhnya di atas pangkuan. Nayra berteriak tertahan dengan tangannya memeluk leher Andra.

Pria itu merapatkan tubuhnya sebelum memberikan ciuman lembut hanya beberapa detik di bibir yang menjadi candunya.

"Terima kasih."

Nayra menatap mata itu dengan rasa bahagia dan mengangguk sebagai respon.

Saat Nayra keluar dari kamar Andra dan menuruni tangga pandangannya beradu dengan Rafa yang menaiki tangga.

"Mama mencarimu."

Hanya dua kata itu sebelum Rafa kembali menaiki tangga tanpa ingin menoleh padanya.

"Raf ... kamu kenapa? Apa salahku ...?" Lirih Nayra menahan air mata.

Apa yang harus Nayra lakukan? Hari demi hari dengan waktu terus berjalan, membuat harapannya semakin tipis untuk sikap Rafa bisa kembali seperti semula.

Rafa telah berubah sikap dan tatapannya tidak seperti saat pertama kali dia mengenalnya.

<> <> <>

Tim Nayra - Rafa mana suaranya?!

Dan,

Tim Nayra - Andra mana suaranya?!

The Heart Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang