Fear

590 74 19
                                    

"Papa hampir lupa tanyakan hal ini padamu."

Andra mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel, "Apa?"

"Sebelum Papa dan Mama berangkat ke Singapura Papa ada menitipkan pesan padamu. Pesan menyerahkan selembar kertas bermaterai isinya berupa pernyataan peminjaman uang, serta tanda tangan orang yang meminjam uang. Kamu nggak benar lupa sama pesan ini, kan?"

Andra justru tampak berpikir.

"Kalau nggak salah namanya, Miranti."

Nayra yang masih duduk di sofa bersama Nani menjadi takut mulai merasakan keringat dingin.

"Seharusnya bulan ini dia sudah mengembalikan uangnya. Terhitung dari tanggal peminjaman hingga berakhir beberapa hari lalu."

"Sudah aku urus. Dan dia bernama Miranti sudah bayar lunas utangnya. Papa bisa cek nanti."

<> <> <>

"Bi, tolong buatkan segelas kopi dan segera antar ke kamar saya."

"Iya Den,"

"Bibi kenapa?"

"Ti, tidak apa-apa."

"Saya tidak suka ada seseorang berani bohong. Katakan kenapa raut wajah Bibi gelisah?"

"Ng ... itu sebenarnya Den, Bibi khawatir karena Nayra sejak tadi mengunci pintu kamarnya. Bibi tidak mengerti dia kenapa setelah menghadap Tuan dan Nyonya pagi tadi."

"Apa hidupnya selalu tercipta untuk menyusahkan orang?"

"Bibi mohon? Den Andra jangan memarahinya kasihan dia Den, Bibi pikir dia sedang begitu sedih ..."

"Saya tidak peduli bahkan dia mati sekali pun."

Ketika Andra ingin beranjak pergi dia melupakan fakta bahwa dia terlibat dalam semua ini. Jujur pria itu membenci semua situasi telah terjadi.

Nani yang kaget melihat anak majikannya kembali mendekatinya.

"Berikan saya kunci cadangan kamarnya."

"Ta, tapi Den —"

"Berikan atau saya dobrak pintu kamarnya? Dan hal itu akan membuat tanda tanya Papa sama Mama."

Nani berlari menuju laci meja dapur untuk meraih kunci dan memberikannya pada Andra.

"Ini Den."

Andra meraih kunci tersebut lalu berjalan menuju kamar gadis bodoh itu. Ketika kunci itu berhasil diputar Andra tersenyum mengejek. Bodoh dan ceroboh tetap menjadi andalan gadis itu kalau seandainya dibalik pintu masih menempel kunci tentu dia tidak akan semudah ini masuk.

<> <> <>

"Gadis bodoh."

Nayra terperanjat kaget menoleh dari depan jendela yang terbuka, melihat takut pada pria itu tiba-tiba saja berada di dalam kamarnya.

"Kau selalu menyusahkan orang-orang di sekitarmu. Apa yang kau pikirkan? Sampai berani mengurung diri dalam kamar?"

Setetes air mata jatuh di pipi kanannya, "Ke, kenapa nggak kamu katakan yang sebenarnya ...? Bahwa Tante nggak bisa mengembalikan uang dan menjadikan aku sebagai gantinya?"

"Dan membuat orang tuaku marah? Sehingga kamu pikir semua masalah ini selesai? Nggak salah jika aku memanggilmu gadis bodoh. Atau kau memang ingin melihat Tante kesayanganmu itu masuk penjara?"

Nayra menggeleng saat air mata tidak lagi mampu dia tahan, "Biar aku saja menggantikan Tante, jangan masukin Tante ke penjara kumohon ...?! Nggak apa-apa aku akan selamanya di sana karena aku memang ingin mati saja,"

"Tempat seharusnya cocok untukmu rumah sakit jiwa bukan penjara."

Terisak menangis Nayra mencoba memohon, "Jangan masukin Tante ke penjara ... biar aku saja tak apa, jika ditakdirkan untuk mati secepatnya aku rela tapi kumohon? Jangan lakukan itu ke Tante,"

"Kau ingin mati sekarang? Baiklah, akan aku tunjukin caranya."

Nayra menggigil ketakutan ingin berlari keluar kamar tapi dia ditarik dan di dorong keras menuju dinding kamar. Detik itu juga pria itu memukul keras dinding tepat di samping wajahnya.

Nayra menangis langsung tersungkur jatuh, "Apa salahku? Kamu membuatku takut ...!"

"Kau gadis gila! Aku benci melihatmu menangis segera berdiri."

Nayra memeluk erat kedua lututnya. Dia semakin menangis saat lengannya ditarik dengan paksa membuat tubuhnya kembali berdiri.

"Berhenti menangis bodoh! Kau membuatku susah! Seumur hidupku aku menyesal telah menampungmu!"

"Sakit ...!" Teriak tertahan Nayra berusaha kabur tetapi tubuhnya di dorong kembali menuju dinding. Sebelum dia bisa berteriak lagi bibirnya dibungkam cepat oleh bibir pria itu.

Andra melumat keras bibir itu dan menciumnya kasar. Saat gadis itu membuka mulut bermaksud ingin teriak dia menggunakan kesempatan untuk menghisap kuat lidah gadis itu. Tubuhnya semakin menekan kuat tubuh Nayra. Tangannya memeluk pinggang gadis di hadapannya dengan erat agar tidak bisa kabur.

"Lepas! Lep — hmmph!"

Menghisap bibir atas dan bibir bawah lalu kembali melumatnya. Kedua tangan tidak tinggal diam dia menarik baju gadis itu ke atas melepaskannya kasar lalu melempar jauh baju tersebut. Tangan kirinya memeluk erat pinggang itu sementara tangan kanannya memegang payudara kiri gadis itu yang masih menggunakan bra warna hitam.

Andra meninggalkan tanda di dada itu lalu bibirnya menelusuri sepanjang leher itu. Dia tidak memedulikan tangisan bahkan tubuh yang terus berontak. Bibirnya lagi mencium secara dalam bibir itu tidak membiarkannya berteriak bahkan hanya sebentar.

Melepaskan sejenak ciumannya Andra menatap mata itu, "Akan kubuat kau mati secara perlahan. Bukankah ini yang kau mau?"

"Lepasin aku ...!"

Memegang kasar rahang wajah itu Andra lakukan, membuatnya mendongak pandangan menatap dirinya dengan tatapan takut.

"Kau adalah gadis bodoh yang begitu gampangnya mengatakan ingin mati. Kau nggak berpikir ada berapa banyak orang di luar sana berjuang untuk hidup, bahkan saat mereka tahu umur mereka nggak lama lagi. Jika itu kau inginkan dengan senang hati aku kabulkan tapi sebelum itu aku akan menikmati tubuhmu, membuatmu jadi lebih hina bahkan lebih dari itu, lalu setelahnya aku akan kabulkan keinginanmu buat mati. Itu bukan yang kau mau dalam waktu dekat ini?"

Nayra terisak menangis dia memberikan respon gelengan. Tidak berani bersuara bahkan memikirkan untuk berteriak. Dengan linangan air mata pria di hadapannya kembali mencium kasar bibirnya dan itu terasa sakit. Tidak berlangsung lama saat pria itu menatapnya dengan sorot mata menahan marah.

"Jangan berani memancing amarahku jika tidak ingin hal ini kembali terulang. Kau bukan lagi milik Tantemu karena dia sudah memberikan dirimu sebagai jaminan pelunas utangnya. Jika kau berani selangkah saja melakukan hal-hal seperti ini lagi, bukan hanya dirimu akan menanggung akibatnya tapi juga katakan bye pada Tantemu."

<> <> <>

The Heart Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang