Prisoner at the Lake

669 78 7
                                    

    "Draco!!" suara teriakan Hermione memenuhi ruang pikirnya. Ia tidak tahu apa yang terjadi. Batinnya tidak karuan.

    "Selamatkan orang-orangmu Draco, aku melakukan ini karena keterpaksaan," ujar suara seperti sirens yang dijumpainya dulu.

    "Apa maksud kalian semua hah?!" tanyanya frustasi.

    "Kau memiliki dua pilihan. Pertama, kau menyelamatkan segalanya- dan kedua, kau tamat," ujar suara itu dan seketika menghilang.

    Cahaya terang sangat amat menyilaukan matanya. Ia menutupnya rapat-rapat dan terbangun dengan hirupan napas yang kasar. Matanya mengerjap-ngerjap perlahan. Napasnya senggang, tetapi kemudian ia merasa normal kembali.

    Draco memandangi sekitaran danau hitam. Suasananya tidak indah lagi. Kabut gelap dan awan-awan mendung menyelimuti. Titikan air hujan mulai turun membasahi tanah peperangan ini. Ia menenangkan dirinya dan berpikir tentang sebuah gambaran waktu ia tidak sadarkan diri.

    "Ada apa sebenarnya?" tanyanya pasrah, "aku belum bisa mengetahui apa maksud gambaran tadi- dan Hermione?!"

    Draco bergegas mencari keberadaan kekasih yang baru saja dinikahinya itu. Ia berkeliling koridor demi koridor, lantai demi lantai. Nihil. Ia tidak dapat menemukan Hermionenya.

    "Ginny!" seru Draco menghampirinya.

    "Draco?"

    "Dimana Hermione berada?" tanya Draco penuh harap.

    "Hermione mencarimu sedari tadi. Dan kau- apa dia tidak menemukanmu?" tanya balik Ginny memandanginya bingung.

    "Hermione tidak bersamaku, kumohon katakan dimana dia sekarang-"

    "Aku sudah mengatakannya Draco. Hermione tidak bilang padaku ia mau pergi ke tempat mana untuk mencarimu," jawabnya sedikit kesal.

    Draco memandanginya gusar. Pikirannya sama sekali tidak bisa tenang. Yang Draco takutkan adalah jika Hermione tertangkap oleh pelahap maut.

    Sudah lama ia berkeliling mencari keberadaannya. Ia pasrah. Tidak menemukan gadis itu di seluruh tempat. Saat inilah air mata Draco jatuh. Ya benar. Ia sangat khawatir. Tubuhnya terjatuh saat bersandar pada tembok kokoh Hogwarts.

    "Katakan pada kami dimana rahasia kalian disembunyikan!"

    Sirens itu dicekik oleh Augustus Rookwood. Insangnya tidak mampu untuk menahan napasnya lebih lama lagi. Dadanya terasa sangat sesak. Bahkan sirens itu menangis.

    "JAWAB BODOH!!"

    "Kenapa?! Kau tidak dapat hidup jika di darat kan makhluk kotor-"

    "Biarkan dia mati—" sahut yang lain.

    "Kau bodoh, membiarkan dia mati tidak akan menuntun kita pada rahasia itu. Biarkan dia kesakitan, aku tahu rasanya insangmu seperti diiris belati bukan?"

    "Makhluk kotor, licin, dan pastinya predator. Katakan atau kau akan jauh lebih menderita!" Rookwood berteriak kasar. Wajah sirens itu sangat ketakutan.

    "Atau kau ingin melihat saudaramu mati? Lakukan Rosier!!" serunya.

    "Avada Kedavra!"

    Sebuah rapalan mantra kutukan tak termaafkan meluncur tepat mengenai merpeople yang menggelepar di sebelahnya.

    "Jangan!" teriak sirens itu.

    "Terlambat. Dia sudah mati duluan sebelum dirimu bodoh. Katakan atau kau akan lebih banyak melihat saudaramu mati- lakukan!"

    Tidak hanya sekali duakali, Rosier bersama pelahap maut lain telah membunuh merpeople yang tidak bersalah itu. Sirens itu menjerit dan air di danau menjadi ber-ombak.

Dramione and The Secret of LakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang