Aberforth membuka pintu rahasia dari balik lukisan Ariana— adik perempuannya. Jalan di sana gelap dan berbau aneh.
Dia menggunakan secerca cahaya yang menyembur dari tongkat kayunya yang panjang. Jenggot hitam yang kini beruban melambai pelan. Sorot matanya awas mendapati lorong gelap dan sempit itu.
Sampai di ujung, dia membuka pintu kecil di ruangan yang gelap itu. Dia berjalan dan menuju ke kantor kepala sekolah. Aberforth menunggu diluar sampai seseorang keluar. Orang itu adalah Neville, yang malah berinisiatif pergi ke Hog's Head menemuinya.
"Astaga— ternyata, masuklah." Aberforth hanya menganggukkan kepalanya pelan dan mengikuti Neville. Patung Griffin yang menjaga pintu ruang kepala sekolah memutar dan menampakkan tangga kecil masuk ke ruangan.
"Aberforth.." lirik suara Profesor Dumbledore senang melihat adiknya berkunjung. Wajah mereka berdua hampir sama, hanya saja penampilan mereka berbeda.
"Aku juga mendengar kabar bahwa pelahap maut berontak," ujarnya membuat Profesor McGonagall menatapnya.
"Benar Aberforth, itu benar. Itulah alasanku memproteksi Hogwarts," jawab Profesor McGonagall memegangi baju hijau zamrudnya.
"Aku rasa Rookwood itu tidak ada kapoknya. Sudah pernah aku mencoba membunuhnya, sebelum dia kabur," terangnya pada semua yang ada di ruangan itu. Neville terlihat berpikir.
"Orde lain sudah tahu?" tanya Neville.
"Arthur memberitahu Molly dan keluarganya. Elphias Doge diberitahu oleh Dedalus, dan aku sendiri langsung ditemui oleh Sturgis," jelasnya.
"Profesor Snape menyarankan agar mengetahui nama-nama pelahap maut, Aberforth. Tapi itu harus ke Spinner's End dimana pernah menjadi tempat singgah pelahap maut— jadi, apakah kau mau menemani Neville ke sana? Aku berharap kau mau Aberforth," pinta Profesor McGonagall menggenggam jemarinya.
"Aku bisa mengantarnya. Tapi dimana aku dapat menemukan berapparate ke sana tanpa halangan?"
"Hogwarts tidak dapat digunakan untuk apparate maupun disapparate sembarangan. Tapi Hogwarts menyediakannya untuk orang-orang baik Aberforth," jelasnya serius.
"Kapan pergi ke rumah Snape?"
"Er—"
"Tidak perlu menunda-nunda untuk itu. Sebelum mereka menghancurkan rumahku, Profesor McGonagall," senggal lukisan Profesor Snape.
"Itu benar Severus. Semakin menunda, semakin buruk," kata suara serak pria tua dari balik kacamata bulan separonya, "aku yakin mereka akan menutupi dan melancarkan segalanya."
"Apa perlu jubah gaib profesor?" celetuk Neville tiba-tiba teringat jubah gaib milik Harry, "Harry masih menyimpannya bukan?"
"Tidak," suara serak itu menahannya seakan sulit untuk diucapkan, "tidak perlu. Cukup membawa tongkat sihir saja." Neville menganggap ini hal gila. Ya memang dia berani saat membunuh Nagini dulu, tetapi apakah yakin bahwa datang seperti mangsa di kandang hewan buas? Pasti dimangsa. Pikirnya.
"Tidakkah berbahaya profesor?"
"Tidak Profesor Longbottom, pertahanan dan keteguhan dalam diri akan membuatmu kuat. Jaga baik-baik keteguhan itu," katanya tersenyum.
"Besok kita berangkat, kalau boleh aku akan berapparate di Burrow— bukankah lebih baik memberitahu Weasley agar nanti hal yang tidak diinginkan dapat dihilangkan."
"Aberforth, lebih baik membicarakannya di markas orde," kata Profesor McGonagall masih khawatir.
"Tidak aman. Sesaat sebelum perang sebenarnya Moody sudah mencoba membuat jebakan untuk Snape," ujarnya melirik Snape dan tatapan dingin yang berhasil di lihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dramione and The Secret of Lake
FantasíaKepada Hermione Granger, Aku tahu setelah peperangan berakhir, semua orang sangat membenciku. Membenci ayah dan ibuku. Mengasingkanku dan jijik memandangku. Aku tahu itu salahku, jika aku punya pembalik waktu sendiri akan kugunakan dengan sebaik...