Chapter 9 | Senja

5 2 0
                                    

Bahkan senja saja enggan berlama-lama karena ia merasa semuanya sia-sia ia akan segera digantikan malam yang penuh bintang.

•••

"Gue ga mau pulang"
Suara Rayna menginterupsi telinga Asren, Asren sedikit memelankan motornya.

"mau kemana? "

"Kemana aja"

Asren hanya menjalankan motornya asal hingga teringat tempat yang cocok untuk perasaan Rayna.

Rayna duduk di bangku yang disediakan, depannya danau yang menampilkan hilangnya mentari dan berganti dengan purnama. Langit sudah luntur, merubah warnanya menjadi jingga. Rayna kembali terisak entah mengapa hatinya terasa sesak sekali. Asren sendiri bingung sekaligus canggung dalam situasi seperti ini.

Asren menarik tubuh Rayna, dipeluknya tubuh munggil itu membiarkan Rayna mendengarkan debaran jantungnya.Asren menepuk-nepuk punggung Rayna lembut mencoba menenangkan.

"Kenapa dia kembali,"
Suara purau itu sedikit membuat dada Asren sesak, sebelumnya belum pernah satu gadis pun menangis seperti ini didepan Asren.

Rayna membalas pelukan Asren, pelukan erat seakan dirinya dalam masalah besar.
Perlahan pelukan mereka mengendur, Asren menangkup wajah sembab itu lalu tersenyum yang menenangkan. Ibu jari Asren mengusap pelan air mata Rayna dan berkata,
"Udah dong nangisnya, lo nangis terus kayak gitu air mata lo ga bakalan jadi mutiara karena lo bukan duyung."
Jayus benar-benar jayus, bukan membuat Rayna tertawa malah membuatnya tambah menangis,Rayna kembali memeluk Asren meluapkan semuanya disana.

Disela tangisnya Rayna berkata, "Lo tau?, gue gapernah mau lebih lama hidup dibumi, karena apa? Gue sendirian gue kesepian,"
Tentu otak kecil Asren tidak mampu mengartikan semua yang dikatakan Rayna terlalu rumit bagi seorang Asren.
"Lo gaperlu ngerasa sendiri, ada gue Na,"
Asren menepuk-nepuk pelan bahu Rayna.

Rayna melepaskan pelukannya mengapus air matanya menatap langit yang mulai pudah.
"Kenapa senja pergi?"

Asren sedikit berpikir.
"Sia-sia kalo dia berlama-lama senja hanya membawa kepedihan sedangkan malam begitu menenangkan,"
Asren tersenyum saat netranya bertemu dengan netra coklat Rayna.

"Sama kek lo?"
Asren berkedip beberapa saat lalu terkekeh pelan, mengelus rambut Rayna dan mengajaknya pulang.

"Pulang ya Na, udah maghrib"
Asren melepaskan jaket bombbernya dan meletakkannya dibahu Rayna dan merapihkan rambut rayna yang berantakan.
Rayna mengangguk dan memberitahu alamat rumahnya.
"Loh Na, kok alamatnya beda sama yang kemarin."
Rayna hanya mengangguk dan mengambil helm  di motor beat Asren, Asren bodoh nanti jika rayna menangis dijalan dan ayahnya rayna  tahu, bagaimana dengan harga dirinya bagaimana dengan nasibnya? Sudah dimarahi orang masih dimarahi emak sendiri.

Dengan secepat kilat Asren mengambil alih helmnya dan memakaikan helm itu di kepala mini milik Rayna.

"gue terlalu banyak ngerepotin lo"
Asren cengo, jawaban rayna benar benar diluar espektasinya, Asren pikir Rayna akan berterimakasih dan memeluknya, pelukannya benar-benar nyaman.

Asren melajukan motornya meninggalkan danau.
"Na nyokap bokap lo gapapa, ini udah malem lho"

"Gapapa."
Asren melajukan motornya menuju Rumah Rayna.
Rayna menyandarkan kepalanya ke punggung Asren hingga tempat tujuan.

"Makasih."
Rayna tersenyum, senyum yang seperti dipaksakan. Asren menerima uluran helm dari Rayna.

"Ini jak--"
Kalimat Rayna terpotong oleh ibu-ibu dengan daster kumel yang menempel dibadannya,

Beautiful Goodbye Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang