Chapter 8 | Coming Home

4 2 0
                                    

Ada masanya dimana kita mencoba menyukai sesuatu yang tidak kita sukai.

•••

Rayna menyrutup es jeruknya, sembari memakan cireng buatan ibu-ibu kantin, dia tidak mood ngelawak atau menertawakan orang lain, yang ia lakukan hanyalah melamun dan mendengarkan dua temannya  yang saling adu bacot mempertahankan argument masing-masing. Penyebab Rayna seperti ini adalah lelaki mata biru itu. Rayna berjanji, jika dia bertemu dengannya lagi Rayna akan mencukil matanya dan menjualnya.

Rayna meletakan uang 50ribu diatas meja kantin, dan pergi terlebih dulu ke kelas. 
"Mau kemana Na?"
Tanya Sella di sela adu bacotnya dengan Yola.

"Balik kelas, tolong bayarin itu uangnya, sisanya buat kalian,"
Rayna berlalu tak mendengarkan Sella dan Yola yang terus memanggilnya.

Rayna berjalan menuju perpustakaan, terlalu banyak siswa kelas satu Rayna mengela nafas panjang, harus kemana dia?,  Rayna benar-benar menyesal pergi sekolah jika endingnya seperti ini.

Lap. Bahasa Rayna hendak masuk namun terkunci, tujuan terakhir Rayna adalah rooftop, namun langkahnya berhenti telinga tajam Rayna mendengar sesuatu diruang musik, ruang yang sangat ia benci terutama musik, musik itu berisik dan sangat mengganggu namun tidak untuk yang satu ini, suara merdu itu mengiringi setiap alunan piano, Rayna masuk dan mendapati Asren yang tengah menyanyikan lagu Coming Home lagu milik NCT U ini, walaupun Asren membenci boyband korea dia tidak membenci lagu-lagu mereka yang Asren benci adalah wajah mereka, mereka terlalu tampan hingga melampaui batas, dan mengalahkan ketampannya juga, menyebalkan.

geuttaecheoreom gaseume gadeuk ango..

seupgwancheoreom mutjido anhgo..

dasi gyeoteuro...

I'm coming home hoo..

Lirik terakhir membuat Asren tersenyum dan mengarahkan pandanganya kesamping kanan mendapati Rayna yang berdiri disana, netra jernih Asren bertemu dengan netra coklat milik Rayna, mereka saling tatap hingga Rayna yang berdeham dan mengalihkan pandangannya.

"Permainan piano lo bagus,"

"Sejak kapan lo ada disitu."

"Ajarin gue main piano."
Tak menghiraukan pertanyaan Asren, Rayna menampilkan pulppy eyesnya dan menangkupkan tanganya didepan dada. Asren cengo Rayna memohon? Yang benar saja.

"Tap--"

"Ga ada tapi-tapian ajarin gue!"

"Ga ada waktu, pulang sekolah gue kerja paruh waktu, malem ga mungkin kan,"

"Ngapain lo kerja."

"Buat servis akhlak,"

"Ada niatan juga servis akhlak, kalo gitu anjarin gue main piano,"

"Keknya mulut lo gapernah disholati,eh digaji ga?"

"Tangan gue gatel pen nampol, Dih minta gaji ngajarin aja belum."

"Tetapin dong nilai gajinya biar srek ati gue,"

"Kek mau ngapain aja,"

"Pikiran lo kemana-mana, berapa gaji lo!"

"Bisa ga sih gausah ngegas,"
Rayna membalikan tubuhnya lalu pergi, lagi-lagi Asren mengusik langkahnya.

"Na,"
Asren menatap Rayna dan berkata "Gaji yang lo kasih gede ga?" benar-benar Asren mata duitan, tapi tak apa ini juga demi cita-citanya menjadi seorang pianis. Asren tak cukup pintar dalam pelajar namun bermusik sangat bisa diandalkan.

Beautiful Goodbye Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang