30. Bekal

23 4 0
                                    

[🍅] enjoy!
.
.
.
.
.

Dibungkukkan badannya perlahan saat ia tiba di tempat yang ia tuju, setelah kembali tegak tubuhnya ia rendahkan dengan duduk bersimpuh tepat di depan batu nisan milik sosok yang amat ia sayang akhir-akhir ini.

Kedua sudut bibir tipis perlahan tertarik ke atas, membuat pola simetris di wajah tampan miliknya. Matanya menatap lamat-lamat nama yang tertera di batu nisan berwarna abu-abu di depannya.

Pelan namun pasti, mata yang sebelumnya menatap lurus dengan tajam bak sebilah pedang berubah menjadi amat sayu.

Tanpa ia minta, netranya dijamah panas hingga liquid bening terproduksi dengan sendirinya. Meluncur perlahan melewati pipi mulusnya lalu jatuh ke bumi dan terserap oleh tanah, memberi secuil kehidupan di dunia bawah.

Tangannya terulur ke depan menaruh bunga tulip putih di dekat nisan Sang ayah.

"Annyeong, appa?" Sapanya lirih seraya mengusap sayang batu nisan yang menjulang kokoh setinggi lututnya.

Untuk kedua kalinya, ia menghela napas panjang guna menghilangkan sesak yang tiba-tiba datang tanpa permisi. Menjajah dadanya tanpa seijin Sang empu.

Hatinya cukup pilu saat menapakkan kaki di pemakaman ini, cukup merasa berdosa pada Sang ayah, pasalnya ini kali pertama ia mengunjungi makan ayahnya selepas ayahnya meninggalkan dunia untuk selamanya. Bahkan saat ayahnya dimakamkan, ia enggan datang dan memilih menunggui gadis cilik lemah di rumah sakit.

Dan sekarang, ia amat menyesali hal bodoh tersebut.

Hal bodoh yang baru ia sadari beberapa hari yang lalu.

"Apa kabar?" Tanyanya setelah merenung sesaat guna memanjatkan do'a pada sosok yang mungkin tengah menatapnya dari balik langit yang entah di mana ujungnya.

"Tak mau menyambut anakmu yang pertama kali menemuimu? Ayo, keluar dan sambut anak yang sekarang telah menyayangimu ini!" Ia terkekeh di akhir.

"Appa baik-baik di sana, 'kan?" Matanya teralih pada rumput hijau di sekitar, mencoba mengusir cairan yang kini menyelimuti netranya.

"Aku harap baik-baik saja."

Ia menunduk membiarkan airmatanya luruh perlahan bersamaan rasa sesak yang semakin menguasai dadanya. Membiarkan ia dimakan kenangan yang perlahan muncul dalam benaknya.

Kenangan amat pahit yang cukup manis di antara kenangan pahit lainnya bersama Sang ayah.

"Appa?" Panggil seorang anak laki-laki kecil seraya menarik-narik pelan jas yang tengah dikenakan Sang ayah.

Pemilik jas yang dipanggil anaknya tersebut menoleh dengan raut wajah dingin, maniknya menatap tajam anak setinggi pahanya.

Berharap di sela tajam pandangannya, Sang anak mengerti arti tatapannya. Arti bahwa ia tengah bertanya mengapa.

"Tadi aku melihat iklan mobil mainan terbaru di televisi." Ujar Sang anak kecil penuh semangat disertai binar bahagia di mata.

Memunculkan binar bahkan sebelum keinginnya terlontar.

"Lantas?" Lelaki beranak satu yang masih sangat tampan tersebut melepaskan pegangan tangan kecil dari jasnya.

Lalu melenggang pergi ke arah ruang tamu guna mengambil tas kerjanya.

Tak mau ditinggal begitu saja, anak kecil bergigi ompong satu tersebut mengikuti ayahnya.

"Eum, b-boleh aku mem──"

KABISAT | TAEYONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang