27. Peringatan Pertama

32 5 0
                                    

[🍅] enjoy!
.
.
.
.
.


"Indah, ya?" Tanya Sera dengan manik yang terpaku pada indahnya Kota Seoul dari ketinggian ini.

Setelah makan malam di N.Grill, dengan arogannya Taeyong mengajak paksa Sera ke daya tarik utama Namsan Tower──mengabaikan jam yang sudah menunjuk angka sembilan malam. "Kamu akan menyesal jika tidak ke atas." Kira-kira begitu ujarnya dengan nada dingin sebelum menarik paksa anak orang.

Kini berakhirlah keduanya di Observatorium, berdiri berdekatan dengan indahnya pemandangan Kota Seoul terhampar luas di depan sana. Sejenak Sera bersyukur mau-mau saja diseret Taeyong ke tempat ini. Toh, ini juga yang ia dambakan sedari bertahun-tahun.

"Hm." Sahut Taeyong dengan manik yang meneliti sisian wajah Sera. Setelah dua sudut bibirnya sedikit tertarik ke atas, dengan segera ia tolehkan kepalanya kedepan guna menikmati penampakan malam hari Seoul dari ketinggian, serta menyembunyikan semburat yang entah kenapa tiba-tiba muncul dan menghangatkan pipinya.

"Taeyong-ah?" Panggil Sera tanpa menoleh pada Sang pemilik nama.

"Hm?" Deham Taeyong yang juga tak menoleh pada Sera.

Gadis tersebut menghela napas pelan, tak lama kepalanya tertoleh dan seulas senyum terpatri di wajah cantiknya. "Gomawo." Ujarnya tulus.

Sontak Taeyong segera menoleh dan menemukan senyum tulus ──senyum yang sama dengan senyum sembilan tahun lalu── tertuju padanya. Senyum yang masih sama yang selalu menyambutnya kala ia memutar knop pintu ruang rawat teman kecilnya. Senyum yang masih sama juga yang membuatnya merindu begitu hebat beberapa tahun belakang.

Lelaki tersebut diam sesaat, mencoba menikmati rasa rindu akan masa itu yang perlahan menyeruak dalam dada. Kenapa tiba-tiba sekali? Sialan.

"Untuk apa?" Tanyanya setelah menghela napas panjang.

Segera saja Sera mengangkat paper bag kecil yang berada di tangannya, "Untuk ini dan," Gadis tersebut mengalihkan pandangannya pemandangan yang terhampar di depan. "Untuk menepati janji yang lalu. Gomawo." 

Taeyong mengangguk, tangannya terulur lalu mengusak pelan surai lemir milik Sera, membuat Sang empu yang mendapat perlakuan demikian diam memaku guna merapikan kembali perasaannya yang tercecer hanya karena usakan pelan tersebut. "Gomawo." Sera menoleh dengan kernyitan yang berada di dahinya.

Mengerti arti tatapan Sera membuat lelaki tersebut terkekeh pelan, "Sudah mau membantuku menepati janji." Jawabnya dengan ibu jari yang mengusap pelan dahi putih Sera, bermaksud menghilangkan kerutan yang ada. Dan berhasil adanya.

Kini giliran Sera yang mengangguk, setelahnya manik legam tersebut kembali menatap Kota Seoul. Mengabaikan lelaki yang tersenyum manis, pula mengabaikan perasaan yang tak kunjung tertata seperti semula. Malah yang ada semakin berantakan hanya karena perlakuan tadi.

Sialan memang.

"Seiring berputarnya bumi hutangmu dulu perlahan terbayar juga," Ujar Sera memecah keheningan yang tiba-tiba menyelimuti keduanya.

"Hanya satu ini saja yang baru aku bayar." Ralat Taeyong.

"Bukan, bukan hanya ini. Apa kamu lupa?" Sera menoleh dan menikmati pahatan indah hasil Tuhan di sampingnya. "Senja di Sungai Han, susu pisang, kalung daisy, Namsan dan pemandangan Seoul malam. Kamu sudah membayarnya." Dua sudut bibir ranum tersebut terangkat kala lelaki pemilik pahatan indah tersebut menolehkan kepalanya.

"Apa maksudmu? Jangan berputar-putar." Tanya Taeyong dengan satu alis terangkat.

"Sekiranya itu sudah bisa membuatku pergi tanpa meminta jawaban. Aku lelah, Thie." Sera menunduk dalam. Ia benci saat seperti ini, saat-saat rasa panas dengan lancang menjalar di dalam netranya, membuat liquid bening pun mulai terproduksi.

KABISAT | TAEYONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang