15. Kau Ini Siapa?

12 2 0
                                    

Hari kesepuluh, aku berhasil memungut sisa-sisa diriku sendiri. Aku memungut potongan kecil, kurasa aku akan mampu berdiri tegak dengan melihat kenyataan barumu. Kau memotongku dan menghancurkan hingga ke serpihan tulangku. Sebagian diriku merasa marah, seolah yang kau lakukan sangat tidak wajar.

Berputar dalam siklus lingkaran yang sama, kau memainkan peranmu dengan sangat baik hingga apakah kau sadar kau seberubah itu? Aku disini berusaha menjaga diriku sama seperti dulu, mencari perhatian dan mencari bahasan. Tapi aku tak habis pikir, kau seolah menumpahkan beban pikiranmu padaku. Hey, kau sadar kan kalau kau merupakan akar permasalahanku? Tapi mengapa kau berlagak manis seolah aku yang aneh dan membuat-buat masalah?

Meskipun kau brengsek -- Tapi aku masih disini bukan?

***

Hari kesepuluh, kau kembali namun beberapa kepribadianmu berbeda. Kalau ini karena posisi barumu. Aku tak habis pikir karena sudah berapa kali aku harus mentolerir masalahmu? Kau pikir posisi ini menyenangkan? Kau tidak waras kalau kau pikir aku menikmati atensi sementara ini. Sudah dimaklumi malah semakin melunjak.

Kau pikir kau dewa?

Apa kau punya keagungan sebesar Tuhan?

Kalau jawabanmu, "Tidak, bukan siapa-siapa." Maka kau cukup diam. Jatuh, terpuruk, hancur, memungut serpihan dan kembali merangkak. Kulakukan semua ini sendiri. Kau hanya berpura-pura seolah disana. Kau sangat tau ini pasti. Kita bergerak berlawanan arah, penyampaian maksud yang tak serupa maupun tak sepaham.

Berapa malam aku berharap kau bersamaku dan tinggal sebentar denganku?

Kau tak tau, kau menutup mata berpura-pura untuk tidak tau. Aku selalu berada di belakangmu, terkadang menertawai kebodohanmu seperti ini. Kau sungguh berpikir aku tidak tau pola permainan bodoh ini?

***

Coba saat ini kau pejamkan matamu, bayangkan berapa malam aku meregangkan seluruh tubuhku hanya menghilangkan rasa sakit keterpurukanku. Rasanya sama seperti kehilangan ibumu, persis. Kau tak paham betapa sulitnya aku berusaha bercanda dan santai mencari pembahasan. Aku paling benci saat aku melakukan sesuatu atau berbicara sesuatu sementara kau menyela dan berkata, "Kamu selalu nyalahin aku atas semua hal. Aku harus apa?"

Ketimbang berbicara seperti itu, harusnya kau dapat berkaca atas dirimu sendiri dan tau masalahku apa. Kenapa kau tidak melihat kalau kau sendiri memiliki kekurangan? Aku memahamimu. Si jahat yang bodoh ini paham sekali maumu, tapi apakah adil dengan perlakuanmu, sayang?

Aku membiarkan diriku terbakar dalam permainan ini, aku meneguk pil pahit menjagamu dan segala hal mengenaimu. Apa pantas ketika aku berusaha untuk menjadi aku yang biasa, dan kau selalu berkata seolah kau korbannya? Aku sedang berusaha sembuh, aku sedang berusaha berdiri tanpamu. Aku butuh semangat dari orang sekitarku dan berkatmu aku kehilangan itu.

Kenapa kau selalu mengungkit mengenai kepergianku? ataupun penyelesaian di antara kita? Kenapa?

Kenapa aku harus jatuh hati pada orang yang tak menghargaiku sama sekali dan berpikir dia telah memberikan dunia yang bersinar padahal kenyataannya kau membuat muram malam dan siangku.

Kau ini siapa sebenarnya? Tak pernah mau berkaca atas kesalahan, merasa sebagai korban, tak mau mendengarkan pendapat korban aslinya.

Apa yang kau mau lagi sebenarnya? Aku sudah lebur hancur dengan kekalahanku. Sampai kapan aku harus menanggung hal-hal semacam ini? Memahamimu yang tak sedikitpun peduli apa yang terjadi saat ini.

Sial, kau bencana dan pil pahit yang harus kuteguk agar selalu bertahan hidup.

1095 Days, The 18 LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang