16. Sepi

11 2 0
                                    

Pagi ini aku terbangun cepat namun pikiranku langsung mengarah padamu. Aku meraih ponselku yang terletak di atas lantai berharap ada kabar darimu, tapi tak ada ucapan apapun. Sepertinya aku harus kembali membiasakan diri. Aku sudah sendiri beberapa hari ini.

Hanya saja, ketika kau terbangun dengan kebiasaan yang sudah biasa kau lakukan lalu saat kembali bangun dengan hal yang beda, rasanya kosong sekali. Mungkin kalian pernah mengalami ini, tapi bagaimana sih caranya untuk melanjutkan hidup?

Hmm, mungkin kalian berpikir "Kan masih muda, nanti ada laki-laki lain?" Jujur saja, aku mempertanyakan hal tersebut.

Lelaki ini ... yang sampai hari ini namanya masih kusebutkan dan kupanjatkan dalam doa adalah cinta pertamaku. Bukan cinta pertama ketika kita kecil atau cinta monyet sekilas saja. Namun dia benar-benar cinta pertamaku di saat aku mulai menghadapi realita.

Duniaku kelam saat aku masuk di bangku perkuliahan, aku dulu memiliki banyak teman namun karena satu perempuan hidupku dianggap pengaruh buruk oleh orang lain. Perempuan ini menanamkan hal buruk di dalam circleku dan anehnya orang-orang mempercayai itu sementara orang yang kuanggap dekat jelas pasti sudah sering aku bantu.

Loyalitas pertemananan termakan wajah polos dengan bumbu cerita palsu? Bahkan, mereka tidak repot menanyai dua pihak. Mungkin perempuan ini akan berubah, tapi sebelum itu semoga kau sadar - tak hanya aku kau rusak demi mempertahankan laki-laki yang bahkan tidak menganggapmu ada. Ketimbang kau rusak hidup perempuan lain, akan lebih baik kau menghadapi kenyataan kalau laki-laki pujaanmu tidak pernah sedikitpun mencintaimu.

***

Oke, cukup mengenai perempuan perusak hidup. Aku kembali dengan cerita cinta pertamaku.

Cinta pertamaku, dia Bim Archibald. Dia merangkulku sejak pertama aku ditinggalkan teman terdekatku di bangku perkuliahan. Mungkin dari semua orang yang mengenalku, hanya dia yang tau seluruh sisi yang aku sembunyikan. Saat pertama aku dekat dengannya aku tidak seperti ini. Aku benar-benar jelek, sangat jelek. Bahkan aku tidak paham menggunakan bedak ataupun menggambar alis. Badanku sangat gemuk hingga aku menjadi bahan bullyan.

Oh dan bahkan si perempuan perusak mengatakan kalau "Kenapa kamu pilih dia? Masih mendingan aku." Si perempuan perusak tau betul caranya menggunakan kekurangan orang untuk jadi bahan hinaan dan mengungkapkan kalau dirinya adalah versi terbaik seluruh umat, ditambah ia berwajah polos pasti sudah tentu orang-orang membelanya tanpa menanyakan aku sebagai sisi kedua. Aku tidak berbicara hanya berdasar fakta bahwa ia merusak hidupku. Namun ketika si perempuan ini duduk di bangku SMA, ia juga merusak hidup wanita lain karena sang pujaan berpaling.

Oh dan tentu, ketika ia berkuliah yang dikatakan justru kebohongan mengenai hubungan aslinya dengan teman SMA yang ia rusak itu. Coba kalian sebagai teman tedekatku di perkuliahan tanya mengenai masa lalu si perempuan perusak di SMA, kalian pasti cukup terkejut dan ikut memiliki andil dalam menjauhiku bukan? Bahkan ada satu orang yang kuanggap baik sekali bisa mengataiku di belakangku ketika aku benar-benar menghadapi masa sulit.

Untukmu perempuan perusak - Sadarlah, kita sesama perempuan. Apa kau tidak takut karma?

Namun, karena si perempuan perusak juga aku mengenal lelakiku dengan sangat baik. Dalam 3 tahunku bersamanya, dia mengubahku menjadi sosok perempuan kuat seperti sekarang ini. Bahkan aku mengejar seluruh nilai akademik dan mendapatkan hal-hal yang sebelumnya hanya mampu kubayangkan.

***

3 tahun bertumbuh bersamanya, aku menjadi kuat. Tapi pada akhirnya, ia memiliki masa berlaku. Kalimat pendewasaan yang belum kusempurnakan menjadi penghalang. Mungkin faktor usia juga mempengaruhi cara pikirku. Kehilangan dia - cinta pertamaku, aku merasakan kehilangan dan kesepian yang luar biasa. Seolah semangatmu ditarik serta di rontokkan habis.

Dia masih menjagaku, lelakiku masih menjagaku agar tak ada air mata yang jatuh karena pilihannya tapi aku juga tak sekuat itu melepasnya pergi. Bukan waktu sebagai obat, tapi waktu sebagai bom yang entah kapan siap meledak. Aku tak ingin selalu ada di bayang-bayang kenangan ini, aku ingin berada di dekatmu bila menjalani hal seperti ini.

Kalau ditanya, apa yang kupertaruhkan? Sudah tentu jawabannya masa depan. Orang tak akan paham rasanya ketika kujelaskan mengenai rasa bergantung sampai mungkin orang itu mengalaminya sendiri. Lelaki itu, sekarang hanyalah rasa sakit namun aku membutuhkannya agar terus hidup.

Di dalam sini rasanya aku kesepian dan aku selalu merindukan perhatian garingnya. Candaan, bahasan atau bahkan stiker-stiker konyol untuk menghidupkan suasana.

Sayang, kau tidak rindu bermain denganku?

Di dalam sujudku, aku masih mendoakan kamu serta ingin menjaga perasaan ini untuk selamanya. Jadi apakah kau tak bisa berhenti bertanya mengenai "bila hubungan ini berakhir." Dan sebaliknya mulai menjalani dengan tulus? Berat memang, aku paham. Tapi kau sendiri bukan yang paling tau mengenai aku dan duniaku? Serta berapa banyak peluru aku bersihkan demi menjaga namamu? Kau tak mampu mengembalikan keadaan seperti sebelum aku dirusak perempuan itu, maka bantu aku untuk hidup hingga kembali menemukan tujuanku.

Aku mencintaimu dan ini sangat beracun untuk kita berdua, oh dan tak lupa - selamat pagi Bim.

1095 Days, The 18 LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang