20. Crossed Heaven

12 2 0
                                    

Mataku menatap nanar pada pesan singkat yang baru saja kuterima. Penyesalan bersamaku? Aku tak salah baca, dia benar-benar menulis itu. Konyol sekali setelah janji-janji yang ia ungkap tempo hari. Hanya dalam kurun waktu 36 jam ia berubah layaknya membalik halaman baru. Pongahmu, sombongmu, kenapa aku tak melihat hal ini selama hampir 3 tahun bersama?

Oh tunggu ... tentu saja aku melihat sikap buruk itu. Tapi seperti keinginanmu aku hanya sibuk melihat hal baik yang kau sajikan seolah kau adalah paket dari surga. Tentu saja kau tak akan mau disalahkan karena bak merpati putih, cintamu tulus tidak palsu dan aku bajingan jahat dalam ceritamu. Hmm, menuliskannya saja membuatku bergidik ngeri.

Aku tau pasti semua orang memiliki luka, semua orang memiliki masalah. Tapi bukankah tak adil dengan pesanmu yang ingin menjaga nama baik sementara aku tidak boleh? Bukan, ini bukan sebuah keluhan mengenai persamaan gender. Ini mengenai kesempatan yang sama untuk menjaga nama baik serta melindungi diri.

Jadi kau boleh melindungi segala hal berharga dengan mengorbankan aku -- sementara aku tak boleh melindungi diriku sendiri dengan mengorbankan titik buta orang-orang yang mengenalmu? Kemudian, mana janjimu akan menulis panjang tentang hal mengenai diriku saat kita tak bersama? Oh sudah pasti kau hilang ingatan bukan?

***

Ayo reverse kalimat yang familiar ini, "Mungkin kalau menurut kamu ini karma, ini enggak ada apa-apanya . Karena kamu gak ngelakuin kejahatan. Kebayang gak karma yang kamu terima kalau kamu benar-benar ngelakuin kejahatan?" Bagaimana kalau sebenarnya pandangan ini hanya cermin dua arah? Ketika nanti di satu saat, aku melihatmu jatuh dari seberang sini dengan kata-kata sok bijakmu. Seolah yang kau lakukan adalah jembatan antara surga dan dunia. Aku akan mengembalikan kata-kata ini, pegang itu.

Kuberitau saja, bukan. Yang kau lakukan sekarang ini hanya menggemakan dosamu dibalut dengan kalimat sok bijak untukku. Bukan aku, ada beberapa wanita lain yang kau manipulasi bukan? Aku tau permainanmu, aku memberikan jalan bukan karena aku tak tahu. Justru karena aku hapal seolah sedang menjelaskan isi skripsi, aku mampu menjelaskan titik permasalahan di kalimatmu. Hey, kau tak sesuci itu.

"Kamu gak mau kalau aku mikir aku salah atau nyesel ngejalani hubungan ini, tapi dengan kamu gini terus apa aku gak berpikiran kayak gitu?" Terdengar familiar? Oh tentu, ini masih hangat dan baru saja aku angkat dari oven.

Sayang, apa kau berpikir aku bahagia dengan keputusanku bila kau bersikap layaknya don juan seperti ini?

Kau pikir setelah ini berakhir aku tentu akan mengingatmu sebagai keajaibanku bukan? Dulu mungkin aku akan berpikir ini, kau sangat berjasa tak bisa kupungkiri. Namun dengan sikapmu dan celoteh basi mengenai janjimu saat ini, aku jadi berpikir lima atau bahkan puluhan kali. Aku tak ingin mengingat atau bahkan bersinggungan lagi denganmu. Bahkan bila surgaku ada dirimu, akan kuhancurkan dan kurobek hingga tak bersisa. Mengenalmu hanya menghancurkan diriku, menggerogoti tubuh dan memakan tulang-tulangku untuk menumpu diri hingga yang bersisa hanyalah aku yang jahat nan buruk ini.

Aku hanya memupuk rasa benci agar ketika fase ini berlalu, tidak ada alasan etis untuk kembali lagi ketika sinarmu redup dan habis. Tak ada alasan memberikanmu tangan ketika saat aku hancurpun bahkan alasanmu untuk meraihku hanya karena rasa takut. Ketika kau tak bersinar, berdoa saja Tuhan mengampuni dosa kelammu. Tapi bukankah seperti omonganmu? Bila itu terjadi maka itu takdirmu dan tentu saja kau menerimanya, sekalipun kau nanti akan hancur dengan karma-karma dari orang yang kau ubah ketulusan murninya menjadi bara api kebencian yang mengharap kau gugur seperti kata-kata bijak kosongmu itu.

Aku, membencimu dengan serpihan kecil dan tak lagi mengharapkan mengenai apapun. Anggap saja aku yang kau kenal tak bisa lagi muncul. Karena, dirimu dan "kemurnianmu".

1095 Days, The 18 LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang