RUKYAH DAN PERNIKAHAN

1.3K 122 3
                                    

Kukira, permasalahanku akan segera selesai. Menerima lamaran Rey, meminta restu dan melaksanakan saran Pak Hamid, tapi nyatanya ada saja hal yang tak terduga.

Keluarga Rey adalah orang terpandang di komplek tempat tinggalku. Mereka sudah kaya sejak dulu, turun temurun. Jelas saja mereka akan berpikir seribu kali untuk menikahkan putranya secepat itu. Apalagi menikahnya denganku. Gadis dari keluarga biasa yang bermasalah dengan kehidupan anehnya.

Meminta restu pun tak semudah itu. Nyatanya, kedua adik Rey juga tampak tak begitu suka padaku. Selalu sinis, saat aku berkunjung ke rumah mereka. Rasanya ingin menyerah, tapi hubunganku dan Rey justru semakin dekat.

"Iya, udah tak tabur di depan rumah Rey kemaren, Yo, tapi kok masih aja lengket mereka itu."

Tadinya aku mau masuk ke kamar bapak, tapi baru sampai di tepi pintu sudah mendengar ucapan bapak yang membuatku kaget bukan main. Sepertinya bapak sedang bicara sama Om Aryo, tapi apa yang bapak tabur di depan rumah Rey? Untuk apa?

Pikiranku semakin tak karuan. Sudah tau bahwa aku butuh pengobatan secara rohani demi menghilangkan mata terkutukku ini, tapi bapak malah berurusan dengan hal yang lebih musyrik lagi. Rasanya aku semakin stres memikirkannya.

"Iya, lha terus gimana lagi? Toh, di kampung pernah ada yang mau lamar Nita, kata Kakungnya."

Lagi-lagi bapak menyinggung masalah lamar melamar. Mungkin bapak sudah tersinggung atas perlakuan keluarga Rey. Karena dua hari lalu, saat bapak mengundang mereka makan malam, tak ada satupun yang datang. Bahkan Rey sekalipun. Mereka tidak hadir dan tidak memberi kabar. Padahal ibu sudah belanja dan masak banyak sekali. Akhirnya cuma bisa dinikmati sendiri dan selebihnya dibagikan ke tetangga.

Tak terasa air mataku pun menetes. Pasti hati bapak sangat sakit. Apalagi ibu, tapi aku harus bagaimana? Hatiku seolah cuma ada dia saja.

Suasana kembali sepi. Mungkin obrolan bapak dan Om Aryo sudah diakhiri. Kuurungkan niat masuk ke kamar bapak. Padahal sebelumnya, aku ingin mengajak bapak dan ibu silaturahmi ke rumah Rey. Sekarang sudah jelas, jawaban apa yang akan kudapat bila tetap nekat. Aku harus lakukan sesuatu.

Aku kembali ke kamar. Duduk bersila di atas spring bed yang dibalut seprai Hello Kitty. Kupejamkan mata dan berkata dalam hati, "Hai kalian, makhluk tak terlihat! Coba buktikan jika kalian ada! Meski kutau ini salah, tapi aku ingin kalian buktikan dengan membantuku. Biarkan yang kuinginkan terjadi."

Konyol. Iya, ini konyol sekali. Seperti orang stres yang putus harapan sampai meminta kepada selain Tuhan. Namun, tak kusadari, yang kulakukan itu membawa perubahan baru lagi. Seperti titah raja yang didengarkan oleh ajudannya. Begitu juga dengan hal ini.

Tiba-tiba sore itu, bapak-ibu Rey dan keluarganya berkunjung ke rumah. Kebetulan, bapaklah yang membukakan pintu. Awalnya bapak bersikap sinis dan acuh tak acuh, tapi lama-lama mereda. Meski tak bisa menyambut mereka dengan makanan lezat, tapi setidaknya mereka mau menginjakkan kaki di rumah ini. Rumah yang sampai saat inipun belum sempurna bangunannya.

"Kedatangan kami kemari, untuk meresmikan lamaran dari putra kami kepada putri Bapak dan Ibu," ucap Paman Rey. Sedangkan bapaknya diam, menyerahkan semua pada kakakya itu.

"Saya selaku bapaknya Nita, sudah setuju. Nitanya juga setuju. Jadi, tunggu apa lagi?"

Aku kaget bukan main. Ini seperti mimpi. Bagaimana bisa? Apa mereka? Ah, tidak mungkin. Aku tidak mau musyrik dengan memercayai hal semacam prasangkaku itu. Mana mungkin makhluk ghaib bisa mengabulkan permintaan manusia? Atau memang begini cara mereka menghasut pikiran manusia?

Saat aku disibukkan dengan berbagai macam prasangka, mereka justru semakin akrab. Membuatku bahagia meski dalam kebingungan.

Masalah Rey, selesai. Lamarannya resmi kuterima. Cincin pertunangan itu kini melingkar di jari manisku. Sekarang tinggal mencari perukyah yang syar'i. Sesuai saran Pak Hamid.

PATI GENITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang