Tiur dan Olin langsung mendudukanku di kursi belajar Olin. Mereka bedua bersedekap dada menatapku menyelidik. Aku menaikan alisku.
"Tentang Kak Iqbaal yang ke rumah lo nganter kue dan kasih pulpen satu pack kok gak pernah cerita?"
Aku menggaruk tengkukku yang tak gatal. "Gue rasa itu kurang menarik buat kalian." jawabku bangkit dari duduk.
Mereka berdua mengulum senyum lalu berjalan mendekat merangkulku.
"Mau dia ke rumah terus kasih apa gitu, paling juga bagi dia cuma angin lewat gak berarti apa-apa. Diakan masih ada pacar." ucapku menatap kedua manusia di samping kanan dan kiriku.
"Yaudah deh! Kita di sini kan buat seneng-seneng? Bukan mellow gini. Yuk lupain dulu kegalauan kita. Mending kita maraton drama atau film?"
Aku mengerjapkan mataku lalu menguceknya perlahan. Kutemukan Olin dan Tiur tengah menangis sambil memandang layar TV di depan. Ternyata aku ketiduran dan mereka masih menonton. Akupun menyodorkan tisu kasihan melihat muka merah mereka yang penuh dengan air mata.
"Lin mau numpang toilet?"
Olin menatapku. "Sebelah kanan kamar gue." jawabnya sambil terisak.
Aku berjalan keluar dari kamar Olin. Menuju tempat yang ditunjukkan cewek itu. Langkahku terhenti, bersamaan dengan orang lain yang menginjakkan kaki tepat di depanku.
Rupanya itu Kak Iqbaal. Cowok itu terlihat acak-acakan; rambutnya sudah tidak seperti tadi, baju kusut dan keluar-keluar tanpa dasi. Mungkin Kak Iqbaal sama sepertiku habis tidur, bedanya dia tidur di kamar Bang Rafto yang berada tepat di samping kanan kamar mandi.
"Lo duluan aja." katanya menatapku sambil bersedekap dada.
Aku mengangguk lalu melangkah masuk tanpa sepatah kata keluar dari mulutku. Setelah sampai di dalam, aku langsung menghembuskan napas pelan. Selalu saja begini tiap di dekatnya. Salah tingkah sendiri. Tanpa sadari aku mengulum senyum mengingat wajah Kak Iqbaal tadi. Acak-acakan aja kharisma cowok itu tidak hilang. Atau ini cuma pendapatku? Maksudku, bisa jadikan karena aku menyukai cowok itu walaupun dia sedang sejelek apapun bagiku dia tetap tampak keren? Ya mungkin ini efek samping dari rasa suka.
Aku keluar dari kamar mandi. Kutemukan Kak Iqbaal yang berdiri sambil bersenandung kecil memunggungiku. Menyadari derit pintu kamar mandi, cowok itu membalikan badannya. Menatapku satu detik lalu masuk ke toilet—seperti yang aku lakukan tadi, dia langsung nyelonong masuk tanpa sepatah katapun. Mungkin dia sudah kebelet atau memang lagi irit bicara. Lagipula memang tidak ada yang harus dibicarakan. Memangnya apa yang bisa jadi topik obrolan orang yang habis keluar kamar mandi? Krannya nyala? Air habis? Atau toiletnya mampet? Ah aku pikir dia sudah tau jawabannya begitu melihatku keluar dengan keadaan baik-baik saja. Pun Kak Iqbaal, dia orangnya kan tidak suka basa-basi. Akupun melangkan menuju kamar Olin bergabung dengan mereka lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo Effect [IDR]
Фанфик[SELESAI] Ini kisah anak manusia bernama Bia. Lengkapnya Jemima Tsabia. Seorang gadis yang baru menginjak usia remaja dan baru mengenal romansa. Pertemuannya yang tidak sengaja di toko buku dengan seorang pemuda yang nantinya ia ketahui bernama Iqb...