3.3 The Sun is Shining and So do I

180 25 7
                                    

Iqbaal tersenyum mendapati Bia yang masih tertidur pulas meringkuk di balik selimut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iqbaal tersenyum mendapati Bia yang masih tertidur pulas meringkuk di balik selimut. Iqbaal menggelengkan kepalanya. Sepertinya cewek itu lupa tidak memasang alarm, padahal dialah yang ngotot untuk berangkat pukul dua dini hari karena ingin melihat sunrise di Pantai Anyer. Namun lihat, sang empunya malah masih tenggelam di alam mimpinya. Iqbaal menghembuskan napas pelan, ia duduk di tepi ranjang Bia. Iqbaal mengelus bahu Bia, menyuruh cewek itu bangun. Nihil, cewek itu malah menutupi wajahnya dengan selimut. Melihat itu, Iqbaal terkekeh pelan.

"Bia, yuk bangun?" kata Iqbaal berbisik.

Bia malah menggeser badannya ke samping kiri, menjauh dari Iqbaal.

"Bia?" panggil Iqbaal menepuk kaki Bia pelan beberapa kali. Setelah tahu begini susahnya membangunkan Bia, rasanya Iqbaal menyesal karena langsung naik ke atas, tanpa meminta saran dari Bibu bagaimana cara membangunkan cewek itu.

Bia menggeliat, bergeser ke samping lagi—mendekat ke arah Iqbaal yang duduk di tepi ranjang bagian kanan. Iqbaal tersenyum. Rasanya lucu saja. Iapun mengusap pipi Bia, berharap cewek itu bangun. Namun tetap saja, matanya masih terpejam. Bahkan sepertinya tidurnya jadi lebih nyinyak. Haruskah Iqbaal mencubit hidungnya?

Baru saja tangannya akan mencubit hidung cewek itu tangan Bia malah memeluk pinggangnya dari samping. Akhirnya ia mengurungkan niatnya dan mengusap rambut cewek itu sambil terus memanggil namanya dengan berbisik.

Aku mengerjapkan mataku. Kenapa gulingku jadi keras begini? Mana setengah lagi? Terus kenapa dia memanggil namaku? Suaranya juga tidak asing! Ini seperti suara Kak Iqbaal. Aku mengedarkan pandanganku ke langit-langit dan ke samping. Kok? Ada muka Kak Iqbaal di langit-langit kamar? Aku pasti halusinasi? Aku menggeleng, tapi dia senyata itu. Baunya milik Kak Iqbaal. Detak jantung dan deru nafasnya juga terasa. Ini memang Kak Iqbaal! Menyadari itu buru-buru aku melepaskan tanganku di pinggang cowok yang duduk di tepi ranjangku.

"KAK IQBAAL? NGAPAIN PAGI-PAGI BUTA DI KAMAR BIA!" kataku menatapnya.

"Yang suruh jemput jam dua siapa?" tanyanya bangkit dari duduk sambil bersedekap dada.

"Bia." jawabku terus terang.

"Terus kenapa kaget?"

"Emang sekarang udah jam dua? Bia kira masih jam sepuluh, kok alarm Bia gak bunyi?" tanyaku sambil melirik alarm minion di sebelahku.

Kulihat Kak Iqbaal menaikkan bahu.

Aku menepuk dahiku. "Batrenya abis! Bia lupa! Giliran dibutuhin si minion ga teriak kenceng di kuping Bia."

Iqbaal tertawa menatap gadis itu yang sibuk mengomel.

"Udah sana siap-siap, bersihin tuh ilernya! Nanti telat gak liat matahari terbit gue yang disalahin." tukas Iqbaal keluar dari kamar Bia, sambil tersenyum. Sepertinya cewek itu akan panik begitu mendengar yang dia ucapkan.

Halo Effect [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang