Selepas mengantar Bia pulang Iqbaal langsung mandi dan keramas karena rasanya kepalanya sudah gatal dan rambutnya terasa lepek. Iqbaal mengelap rambutnya yang basah dengan handuk. Cowok itu menatap pantulan dirinya di cermin. Ia menarik bibirnya ke atas, ketika mengingat perkataan Bia tentang toko buku tua itu.
Bicara tentang toko buku tua dekat Daisy Florist, ia jadi teringat benda di laci nakasnya, benda yang selalu ia beli jika berkunjung ke toko buku tua itu dan benda yang menurutnya sangat spesial karena sulit mendapatkannya. Iqbaal membuka laci yang sudah lama ia biarkan tertutup. Tangannya meraih sebuah kotak berukuran sedang lalu membukanya. Cowok itu menutup kotak itu lagi setelah tangannya meraih beberapa lembar foto yang tertutup pulpen-pulpen yang ia beli jika berkunjung ke toko itu. Gadis itu memang sudah berubah. Dia makin menawan dengan dirinya yang baru. Pipinya sudah tak secabi dulu dan rambut yang suka ia kuncir dua sekarang hanya dikuncir satu atau di gerai, tapi yang pasti mata jernih dan senyumnya masih sama seperti empat tahun lalu.
Melihat fotonya, ia jadi ingat hari itu, hari dimana untuk pertama kalinya ia bertemu Bia. Hari dimana Iqbaal merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya—seperti banyak bunga berjatuhan dari langit ketika melihat mata jernih Bia. Juga hari dimana ia mulai menjadi pengecut. Jangankan duduk atau melangkah mendekatinya yang jaraknya sepelemparan batu, mengajak Bia berkenalan atau mengobrol Iqbaal saja tidak berani. Ya bagaimanapun dia masih SMP waktu itu, belum paham tentang rasa apa yang ia simpan.
Awalnya Iqbaal kira ia hanya mengagumi Bia si gadis mata jernih itu, sampai ia selalu datang ke toko buku tua itu dan akhirnya Bia jarang datang lalu toko itu tutup berganti menjadi toko roti, sehingga lama-kelamaan memori tentang gadis itu terkikis dari kepalanya, mungkin juga hatinya. Ia kira rasa itu sudah lama hilang. Bahkan hatinya berpaling ke Zidny. Namun, hati Iqbaal tak bisa berbohong, nyatanya ia masih menyimpan Bia di lubuk hatinya yang paling jauh dan paling dalam, buktinya kadang-kadang bayangan wajah Bia muncul sebelum ia memejamkan mata saat mau tidur malahan bukan wajah manis milik kekasihnya waktu itu—Zidny. Maka Iqbaal pikir bahwa itu adalah sebuah kesalahan—iapun mulai belajar menepis wajah Bia dari memorinya karena ada perasaan yang harus dijaga. Ia berhasil melakukannya, Bia tak berlari-lari dipikirannya lagi.
Sayangnya, usaha Iqbaal sia-sia. Tepat saat ia berhasil mengubur rasa aneh itu, Zidny meminta putus karena Zidny bilang ia ingin meraih mimpinya jadi harus fokus belajar dan mungkin ada alasan lain yang bisa jadi Iqbaal tidak mengatuinya. Entahlah. Mau bagaimana lagi? Iqbaalpun menuruti kemaun cewek itu. Awalnya dia tidak terima dengan keputusan Zidny karena rasanya ia tidak mau kehilangan gadis itu, mungkin karena rasa suka itu mulai tumbuh di hatinya.
Ternyata selama ini ia salah mengartikkan rasa sayang di hatinya untuk Zidny. Cowok itu ternyata hanya butuh seorang teman dan menjadikkan Zidny pelampiasaan dari bayang-bayang Bia dan ia merasa jadi cowok brengsek karena itu. Alhasil Iqbaal memutuskan memperbaiki hubangannya dengan Zidny lalu menggantinya menjadi sahabat seperti dulu lagi.
Pertemuannya yang kedua kali dengan Bia membuatnya tersadar. Rupanya ia benar jatuh cinta dari awal pertemuan mereka empat tahun lalu. Dan rasa itu makin terasa di pertemuan kedua mereka beberapa bulan lalu. Pertemuan yang membuatnya selangkah lebih maju dari sebelumnya. Yah walaupun ia baru berani mendekati Bia setelah dua minggu mengamati gadis itu yang selalu duduk di rak kedua di bookstore mall dengan berpura-pura memberikkan novel yang kebetulan tersisa satu di rak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo Effect [IDR]
أدب الهواة[SELESAI] Ini kisah anak manusia bernama Bia. Lengkapnya Jemima Tsabia. Seorang gadis yang baru menginjak usia remaja dan baru mengenal romansa. Pertemuannya yang tidak sengaja di toko buku dengan seorang pemuda yang nantinya ia ketahui bernama Iqb...