Sepulang sekolah aku langsung berbaring di tempat tidur. Mencoba menghilangkan rasa lelah yang kurasakan hari ini. Perkataan yang dilontarkan Tiur dan Olin mengusikku sejak kalimat itu keluar dari mulut mereka berdua. Bahkan rasanya pelajaran Biologi tadi tak masuk ke otakku sama sekali karena memikirkan apa yang mereka katakan. Batu di jalan saja tak terlihat sampai membuatku hampir tersandung. Ah kenapa aku jadi begini si? Apa yang salah dengan diriku?
Menurutku memahami diri sendiri itu lebih sulit, dibandingkan memahami orang lain. Butuh bertahun-tahun supaya aku mempu mengenal diriku yang sesungguhnya secara baik. Butuh waktu lama untuk mengerti apa yang sebenarnya diri ini butuhkan. Kadangkala aku bermonolog dengan diri sendiri, mencari jawaban yang sebenarnya sudah diketahui. Tapi terkadang itu menjadi rumit ketika hati dan kepala berselisih. Akhirnya aku lelah sendiri, sampai ujungnya salah memaknai. Mungkinkah itu juga keadaan yang kualami saat ini? Salah mengartikan kebenaran dari perasaanku?
Aku menghembuskan napas pelan, memijat pangkal hidung. Ini benar-benar membingungkan. Haruskah pendapat Tiur dan Olin yang mengatakan aku menyukai Kak Iqbaal kugunakan utuk membantuku memahami diriku? Memahami perasaan yang menggangguku beberapa hari ini? Tapi kepalaku bilang aku tidak mungkin menyukai cowok itu. Aku hanya penasaran saja dengannya gara-gara kebaikannya menyerahkan novel itu. Namun, hatiku tak pernah bohong setiap membayangkan senyumnya di toko buku, rasanya ada yang membuncah di sana. Aku menarik napas dalam. Sepertinya aku punya cara untuk meyakinkan rasa apa yang sebenarnya tersimpan dalam hatiku selain pendapat dari kedua temanku dan pendapat diriku sendiri.
Jemariku menari di keyboard laptop, mengetikkan sesuatu yang akan kucari di google. Ketemu!
Mataku mulai membaca artikel itu. "Tanda kamu jatuh cinta pada seseorang."
"Pertama merasa bahagia jika melihat wajahnya," Saat aku melihat Kak Iqbaal yang menyambut kedatangan siswa baru rasa itu memang hadir di hatiku, tapi setelah mengerti sifat aslinya aku jadi lebih menghindari cowok itu. Malas bertemu dengannya karena tak mau jadi korban kejahilannya. Jadi mungkin fakta pertama aku tidak lolos.
"Kedua selalu memikirkannya," Ku rasa ini benar adanya. Aku sering memikirkannya. Bahkan alasanku membaca artikel ini itu dirinya. Baiklah fakta kedua aku lolos.
"Ketiga timbul perasaan stress belakangan ini," Aku mengangguk. Ini benar sekali. Aku bahkan sulit tidur semenjak bertemu dengannya. Berarti fakta ketiga aku juga hijau.
"keempat jantung terasa deg-degan setiap di dekatnya....," aku mengangguk lagi.
"kelima mudah berkringat," aku menggeleng, sepertinya tidak juga. Jakarta kan memang panas.
"Dan terakhir rela melakukan hal baru, meskipun itu tidak disukai." Aku berpikir sejenak. Mengingat-ingat apakah aku pernah melakukan ini? Aku menjentikan jariku. Aku itu paling tidak suka menunggu, tapi kenapa waktu itu aku mau menunggunya hampir setengah jam? Point terakhir benar. Baiklah waktunya menghitung skor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo Effect [IDR]
Fanfiction[SELESAI] Ini kisah anak manusia bernama Bia. Lengkapnya Jemima Tsabia. Seorang gadis yang baru menginjak usia remaja dan baru mengenal romansa. Pertemuannya yang tidak sengaja di toko buku dengan seorang pemuda yang nantinya ia ketahui bernama Iqb...