3.1 All For You

183 23 7
                                    

"Ini yang namanya keadaan udah genting banget Kak?" tanyaku menatapnya yang menggunakan mantel plastik berwarna biru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini yang namanya keadaan udah genting banget Kak?" tanyaku menatapnya yang menggunakan mantel plastik berwarna biru.

"Iyah! Kan ga tau turun hujannya kapan lagi, bisa ajakan besok malah cerah?"

"Jadi bukan karena rindu Bia, sama cemburu ke hujan? Tapi takut hujannya gak dateng lagi besoknya?" sindirku bersedekap dada.

Iqbaal—cowok itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Tadi yang nulis suratnya si Titan."

"Berarti yang ngajakin main hujan Kak Titan bukan Kak Iqbaal? Terus Kak Titannya mana?" tanyaku sambil seolah-olah mencari Kak Titan.

Kak Iqbaal diam saja. Cowok itu malah meraih tanganku. Membawaku berlari menjauh dari halaman rumah.

"Kok Bianya malah dibawa kabur?" tanyaku lagi.

"Sengaja biar lo gak nanya mulu!" katanya sambil membenarkan kupluk mantel miliknya.

"Bilang aja, bingung cari alesan lain. Bia mah apal itu tulisan siapa."

Kulihat Kak Iqbaal malah diam saja tak peduli dengan yang aku ucapkan. Cowok itu malah menatap lurus ke depan dengan kedua tangan yang diletakannya di pinggang.

Karena merasa ditatap Kak Iqbaal akupun menatap cowok itu. "Lomba lari mau gak? Sampai situ." tanya cowok itu.

"Yang menang dapat apa?"

"Maunya?"

"Apa yah? huem, Bia pingin deh pergi ke pantai hari minggu nanti. Udah lama ga bertegur sapa sama ombaknya."

Kak Iqbaal menganggukan kepala. Cowok itu mengulurkan tangannya ke arahku. "Deal!" katanya menyalamiku.

"Hitungan ketiga kita mulai lari yah?" tanyaku.

Cowok itu mengangguk. "Yuk itung sama-sama."

Aku mengangguk dan mulai menghitung. "KAK IQBAAL CURANG! Kan Bia baru bilang dua bukan tiga!" teriakku menatapnya yang sudah satu meter mendahuluiku. Argh! Memang dasar cowok menyebalkan!

Aku meliriknya yang tertawa begitu lebar sambil memegangi perutnya. "Gak ada yang lucu yah!" kataku sebal.

"Ngambek nih karena kalah?" tanyanya merangkul bahuku.

"Bia yang menang! Kak Iqbaal kan curang, makanya sampe duluan!"

Iqbaal tersenyum melihat kelakuan gadis di sebelahnya. Rasanya sudah lama ia tidak membuatnya misuh. "Iyah, besok hari minggu tetap ke pantai yah?"

Mendengar itu mataku berbinar dan tersenyum menatapnya. "Beneran?"

Kulihat cowok itu mengangguk menyetujui.

"Yes!!! Akhirnya, bisa dengar suara ombak lagi! Makasih Kak Iqbaal!" kataku refleks memeluk cowok itu.

Mendapat perlakuan Bia yang seperti itu, tiba-tiba badan Iqbaal langsung kaku. Dia kaget karena reaksi cewek itu. Hingga beberapa detik ia sadar, kemudian membalas pelukan Bia.

Halo Effect [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang