Aku menatap Kak Iqbaal yang ada di sebelahku. Jantungku rasanya mau jatuh ke lantai karena berdetak dua kali lipat lebih kencang. Malu-malu aku mengikuti langkah cowok itu masuk ke teras rumahnya. Aku kira sepulang sekolah dia akan mengajakku belajar bersama di kafe dekat sekolah. Tapi, kata Kak Iqbaal aku butuh suasana yang tenang agar materinya bisa masuk ke otak. Akhirnya aku nurut saja. Dan ternyata aku di bawa ke rumahnya. Kalian bisa bayangkan jadi aku? Aku belum siap bertemu orang tua dan saudara kandungnya. Aku juga tidak bawa apapun untuk mereka. Rasanya kurang enak saja.
Gerbang pintu rumah berderit menampakan wanita bergamis dengan kerudung abunya membawa sekantung belanjaan. Aku pikir itu Bunda Kak Iqbaal karena semuanya sesuai dengan yang Kak Iqbaal deskripsikan. Kulihat wanita itu menambah kecepatannya berjalan sambil tersenyum lebar menghampiri kami berdua yang tengah melepas sepatu.
"Ale, anak gadis siapa yang kamu bawa?" ucapnya sambil memandangku kemudian memandang Kak Iqbaal.
"Bia tante." kataku tersenyum menatapnya.
"Oh Bia. Namanya manis. Teman sekelas Iqbaal? Tapi kok Bunda ga pernah lihat ada anak semanis kamu di kelas Iqbaal waktu main ke SMA ambil rapot?" tanyanya lagi-lagi tersenyum hangat.
Aku tersenyum menggaruk tengkuk. Aku yang Ingin menjawab malah di dahului Kak Iqbaal.
"Iyalah gak pernah lihat, beda gedung. Bia anak kelas sepuluh Nda." ucapnya sambil melirikku.
Bunda membulatkan mulutnya. "Pantesan, gak pernah lihat. Anak barunya Angkasa yah? Ale pasti sok galak waktu jaman-jamannya kamu jadi anak baru. Modus dia mah. Pantesan jaman awal masuk kalau berangkat pagi banget sampai gak sarapan. Rupanya pengin cepat ketemu junior yang namanya Bia."
"Nda!?" ucap Iqbaal membuat Bunda nyengir lebar.
"Dia mah suka gitu Bia. Sok cool, di rumah mah kaya anak kecil, anak bontot soalnya. Manjanya keterlaluan. Kadang masih Bunda suapin kalau susah makan." kekehnya mengelus bahuku.
Aku ikut tersenyum melirik Kak Iqbaal yang menggaruk tengkuknya. Sepertinya cowok itu malu.
"Yaudah yuk masuk?" katanya merangkulku.
Aku mengangguk menyetujui. "Biar Bia aja tante yang bawain belanjaannya."
Bunda tersenyum. "Kamu sekarang udah jadi anak Bunda, jadi panggil Bunda aja yah? Jangan tante, ga asik."
"Iyah Bunda siap, sini biar Bia bawain sayurannya." tawarku lagi.
Bunda tersenyum lagi menatapku. "Karena kamu maksa yaudah deh. Padahal Bunda bisa sendiri."
"Gak papa Bunda, Bia senang bantu Bunda."
"Ah! Gini yah rasanya punya anak gadis kecil. Beda banget sama punya anak cowok. Banyak gak pekanya!" ucap Bunda melirik Kak Iqbaal yang berjalan mengekor di belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo Effect [IDR]
Fiksi Penggemar[SELESAI] Ini kisah anak manusia bernama Bia. Lengkapnya Jemima Tsabia. Seorang gadis yang baru menginjak usia remaja dan baru mengenal romansa. Pertemuannya yang tidak sengaja di toko buku dengan seorang pemuda yang nantinya ia ketahui bernama Iqb...