Merasa bosan di dalam kelas, aku keluar dari kelasku, duduk di bangku depan. Melihat hilir mudik orang-orang yang bolak-balik ke kantin kemudian kembali lagi ke lapangan indoor untuk menonton pertandingan lari estafet. Sebab kelasku kalah babak pertama, aku jadi sudah kehilangan minat berada di sana. Akhirnya aku putuskan berdiam diri di kelas—tidak ikut Olin dan Tiur yang masih betah duduk manis di sana. Aku mengisi kesendirianku di dalam kelas dengan menindurkan diri sebentar di bawah AC setelah membaca novel yang sengaja kubawa dari rumah.
Hingga kursi depan kelas yang aku duduki berderit, menandakkan ada seseorang duduk di sebelahku. Menyadari itu, atensiku langsung berubah penuh menatap orang yang menjatuhkan bokongnya di sampingku.
"Kenapa malah di sini?" tanyanya menengok ke arahku.
Aku tersenyum, menggeleng. "Kak Iqbaal juga kenapa di sini?"
Iqbaal terkekeh pelan. "Bukannya dijawab, malah nanya balik. Gue di sini mau nemenin anak ilang."
Aku mengeryitkan alisku lalu menengok ke samping setelah itu ke depan—mencari anak hilang yang cowok itu katakan.
"Lo anak ilangnya." ucapnya menunjukku.
Aku menghembuskan napas pelan. Aku kira benar-benar anak hilang.
"Lagi marahan? Biasanya udah kaya tiga serangkai gandengan mulu."
Aku tersenyum, menggeleng. "Sotoi nih!"
"Terus apa lagi dong? Cewek kan gitu. Kalau ada masalah sama temannya pasti jadi ngejauh."
Aku menengok ke arahnya. "Bia lagi males aja. Di sana brisik. Lagian kelas Bia juga udah kalah. Terus dukung siapa lagi? Mending di sini."
"Dukung gue lah."
"Emang Kak Iqbaal ikut lari estafet?" ucapku meliriknya yang mengenakan pakaian osis bukan olahraga.
Kulihat cowok itu menggeleng. "Danar, Titan, Rafto, Ojan yang ikut."
"Ya terus? Kak Iqbaal kan gak main, kenapa Bia suruh dukung-dukung?"
"Kalau ada lo di sana gue teriaknya jadi makin kenceng."
"Kenapa jadi kenceng?" tanyaku.
"Soalnya, gue kaget."
"Kok kaget?"
"Dipelototin mulu sama lo kaya waktu kemarin dari awal gue dateng duduk di tribun sama waktu tanding."
Aku membulatkan mataku lalu menggaruk tengkukku yang tak gatal karena malu. Jadi dia tahu soal aku yang dari jauh memandangnya yang duduk di tribun depan dengan Kak Zidny. Ku kira Kak Iqbaal cuma tau aku memperhatikkannya saat sedang tanding basket, soalnya waktu itu pandanganku dan Kak Iqbaal bertemu. Aku yang ketahuan langsung saja mengalihkan atensi ke papan skor.
"Akhirnya gue neriakinnya gini, ayo semangat Rafto, Titan, Danar! pasti BIAAaaaa!" teriaknya sambil bersedekap dada menatap lurus ke depan.
"Yang liatin." ucapnya berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo Effect [IDR]
Fanfiction[SELESAI] Ini kisah anak manusia bernama Bia. Lengkapnya Jemima Tsabia. Seorang gadis yang baru menginjak usia remaja dan baru mengenal romansa. Pertemuannya yang tidak sengaja di toko buku dengan seorang pemuda yang nantinya ia ketahui bernama Iqb...