5.hujatan koridor

717 85 28
                                    

jangan emosi, jangan lupa bahagia
***

Pagi ini Anneth sudah mulai masuk sekolah. Ia sedang belajar Biologi bersama guru kelas nya,bu Santi. Namun pelajaran mereka terganggu saat seseorang masuk dan berjalan ke arah meja guru dengan santai.

"Tunggu Deven,kamu jangan duduk dulu." Cegah bu Santi.

Deven mengerutkan dahi nya.

"Knp bu?" Sahut nya malas.

"Permisi." Masuk lah seorang wanita setengah baya yang tak lain adalah mami Anneth.

"Anak-anak,kalian kerjakan tugas yang ibu berikan tadi ya,dan jangan berisik." Pesan Bu Santi.

"Baik buu." Jawab mereka kompak.

"Eh ibu, bagus ibu sudah datang. Mari ikut saya, ayo Deven." Ajak bu Santi dengan ramah. Deven mengikuti nya dengan bingung. Siapa wanita ini? Mengapa ia harus ikut?

Di ruangan bu Santi, Deven dan mami duduk bersebelahan dan berhadapan dengan bu Santi.

"Perkenalkan bu, saya Debby mami nya Anneth." Ucap mami Anneth dengan ramah. Namun wajah Deven berubah terkejut dalam sesaat.

Jangan-jangan Anneth ngadu klo gw yg dorong dia dan biarin dia kehujanan di lapangan. Mati gw. -batin Deven menerka-nerka.

"Saya Santi,wali kelas Anneth dan Deven." Ucap bu Santi.

"Mmm,ada apa ya bu?" Tanya Deven to the point.

"Jadi gini,kemarin ibu dapet laporan dari guru sejarah kata nya kamu ga pernah ngerjain tugas yang di kasih dan selalu terlambat." Ucap Bu Santi. Deven hanya diam. Sedangkan mami Anneth menatap Deven dengan senyuman nya.

"Jadi saya minta ibu membimbing sekaligus menasihati Deven agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Kamu juga jangan terus menerus membuat kesalahan,Deven. Kalau kamu terus menerus membuat kesalahan, sekolah ini tak segan-segan mengeluarkan kamu dari sini." Ucap bu Santi tegas.

Mami tersenyum. "Baik bu. Nanti saya akan menasehati Deven,dan semoga Deven tak mengulangi kesalahan yg sama lagi." Ucap mami merangkul pundak Deven membuat Deven tersenyum kikuk.

Setelah keluar dari ruangan bu Santi,Deven dan mami duduk sebentar di depan kelas karena mami yang meminta.

"Ada apa tante?" Tanya Deven berusaha ramah.

"Kamu ada masalah nak? Klo kmu ada masalah,kamu bisa cerita sama tante." Ucap nya ramah sambil merapikan rambut Deven.

Deven hanya diam.

"Tante yakin kamu kaya gini pasti ada penyebab nya. Dari muka kamu sih keliatan nya kmu anak rajin dan baik. Tante yakin." Ucap mami.

Deven masih diam.

"Yaudah klo kmu belum mau cerita sama tante. Kmu boleh kok anggap tante sebagai mama kamu sendiri,panggil panggil mami juga boleh."

"Tante cuma mau minta satu hal sama Deven. Jangan karena satu hal menyakitkan di masa lalu, atau yang pernah kamu alamin, membuat kamu jadi orang asing yang bukan kamu. Jadi lah diri sendiri, yang lalu biarlah berlalu." Pesan mami berdiri lalu mengelus bahu Deven.

"Tante pergi dlu ya, kmu belajar yang rajin. Tante dan papi Anneth boleh kmu anggap sebagai orng tua kmu klo kmu mau." Ucap mami lalu berjalan meninggalkan Deven.

"Ga segampang itu ngelupain masa lalu." Gumam Deven.

"Gw mungkin bisa ngelupain itu, tapi ga akan pernah bisa ngehapus rasa kecewa itu. Gw benci,gw benci hidup kaya gini." Lanjut Deven dengan suara pelan.

•°•

Bel istirahat berbunyi, Deven baru saja ingin keluar dari kelas nya namun sebuah tangan mencekal tangan nya. Deven menepis nya dengan cepat lalu menoleh.

"Apa?!" Ketus nya.

"Tadi mami bilang apa aja?" Tanya Anneth penasaran.

"Kepo banget,ga usah urusin hidup orang!" Jawab nya ketus lalu berjalan meninggalkan Anneth.

"Dev tungguu!!" Pekik Anneth mengejar Deven yang sedang berjalan lalu menyamakan langkah nya.

"Ini tadi mami bawain bekel juga buat kamu,ayo makan bareng." Ajak Anneth masih berusaha menyamakan langkah nya.

Deven masih tak menanggapi.

"Ayo lahh, kita makan bareng. Mau di kelas apa di kantin?" Tanya Anneth.

Deven masih tetap pada pendirian nya.

"Yaudah kita makan-"

"BACOT!" Bentak Deven sambil menepis tubuh Anneth sehingga terjatuh dan makanan nya berserakan di lantai.

"Gw ga butuh di bawain bekel kaya gitu! Gw juga bukan anak kecil kaya lo!!"

Anneth menundukkan kepala nya. Ia tak berani menatap ke depan karena ia sangat malu apa lagi mata semua orang di koridor tertuju pada nya yang sudah kotor karena makanan itu.

Deven berjalan meninggalkan Anneth dengan berjuta rasa malu dan dan berjuta hujatan pada Anneth.

"Si Anneth ga tau malu banget njir!"

"Eh kata nya kmrn dia sakit gara-gara Deven?"

"Eh itu yang lagi deket sama Deven?"

"Deket apa nya! Dia tiap hari aja di abaikan sama Deven."

"Dih,dasar cewe ga punya harga diri,udh tau Deven nya ga mau,masih aja di kejar."

"Murahan ga sih kaya gitu?"

"Iyalah! Banget!"

"Iyuhh, masih cantikkan gw kemana-mana."

"Dasar cewe gatel!"

Kira-kira seperti itu semua hujatan yang di lontarkan untuk Anneth. Anneth masih tak berani berdiri, ia sangat malu untuk sekedar mengangkat kepala nya.

"Neth?" Panggil Romi yang sedang lewat.

Anneth masih menunduk. Romi menggenggam tangan Anneth lalu membantu nya berdiri. Tak lupa ia mengambil kotak makan yang jatuh tadi dan membawa nya sambil merangkul Anneth membantu nya berjalan.

"Neth, lu kok bisa di situ? Baju lu kotor,mending lu ke toilet dlu bersihin baju nya trus ke kelas aja,ntar gw beliin makanan sekalian suruh Joa sama Ucha temenin lu." Ucap Romi.

Anneth tak menjawab. Ia diam saja saat Romi membawa nya menuju toilet. Karena jika ia bersuara, saat itu juga air mata nya akan jatuh.

"Lu masuk ya,gw ke kantin." Ucap Romi meninggalkan Anneth di depan toilet wanita.

Anneth melangkah masuk ke dalam bilik toilet dan menyandarkan tubuh nya ke dinding.

Damn! Iya tak tahan lagi, air mata nya mengalir deras di sertai isakan.

"Mami,hiks,Anneth malu." Gumam nya.

"Knp dia jahat sama Anneth mih?"

Anneth terus terisak sambil membersihkan pakaian nya walau tak akan sebersih semula. Ia menghembuskan nafas kasar lalu memutuskan melangkah keluar.

Di depan kaca ia melihat penampilan nya yang lumayan berantakan. Mata nya membengkak dan hidung nya memerah. Anneth mencuci muka nya dan berharap muka nya tak terlalu terlihat klo ia baru saja menangis.

"Heh lo tau ga sih, tadi gw liat ada orang yang di tolak mentah-mentah dan bahkan di kasarin sama Deven! Miris deh gw liat nya." Sindir Marsha yang baru memasuki kamar mandi dengan nada alay.

Anneth diam dan tak berniat menanggapi.

"Klo gw sih jijik banget sama orang murahan kaya gitu. Apa lagi udh terang-terangan di tolak depan umum tapi masih ngejar-ngejar." Sindir nya lagi.

Kali ini Anneth sudah muak. Ia berjalan cepat meninggalkan toilet dengan perasaan yang semakin sakit.

***

H U J A N [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang