NICO - limabelas

10.6K 706 7
                                    

Aku membaringkan tubuh besarku di ranjang Nicky yang berwarna pink. Ahhh... Lucu sekali kalau ini benar-benar kamarku. Tapi biarlah, kalau Nicky ada di sini, aku akan berusaha setengah mati untuk tinggal di sini. Aku tidak masalah harus menjadi seorang pink lover, asalkan ada Nicky.

Aku sangat merindukannya...

Semua kejadian tak terduga hari ini membuatku ingin memeluk Nicky. Memeluk erat dan menumpahkan semua sedihku dalam diam. Sayangnya.... Nicky tidak ada di sini.

Dia lebih memilih liburan sama Amara dibanding aku!

Damn!

Semua karena Amara dan kepintarannya itu! Aarrgghhhh...

Aku mengambil ponsel dari dalam kantung celanaku dan segera menelepon nomor Amara. Dia harus menjelaskan semua yang dia lakukan pada Nicky dan maksud suratnya. Dia tidak boleh seenaknya seperti ini! Dia kira siapa dirinya?!

Dua kali aku menelepon dan baru diangkat.

"Halo?"

Aku langsung mengerutkan dahi mendengar sahutan dari seberang telepon. Sejak kapan suara Amara berubah berat dan....

Tunggu... Bukankah ini suara Ello?!

"Kok lu yang angkat? Gue kayaknya telepon Amara?" tanyaku sambil menjauhkan ponsel dan melihat siapa yang aku telepon.

Benar Amara kok!

"Amara ga mau ngomong sama lu. Katanya kesel sama lu, jadi gue yang angkat."

Kesal?! Harusnya aku yang kesal! Dasar aneh! Sepertinya dia sedang PMS, sampai pikiran dia kemana-mana dan idenya tak terduga!

Tapi masa iya aku meneriaki Ello untuk memberikan ponselnya ke Amara? Aku kan tidak PMS dan tidak akan bisa PMS! Jangan sampai aku moody seperti Amara. Waraslah wahai diriku!

"Kesel kenapa? Dan kenapa lu yang angkat? Lah... emang lu sama dia? Nicky?" Tanyaku bingung.

"Satu-satu bro nanyanya! Hm... dia kesel karena lu bikin suatu keputusan yang salah, katanya gitu. Jangan minta gue jelasin karena gue juga ga bisa ngasih penjelasan. Terus kenapa gue yang angkat, itu karena dia yang ngasih ponselnya. Gue emang lagi sama dia dan Nicky. Di Bandung. Minus Leo yang mungkin lagi sibuk di OR." Jawab Ello panjang lebar.

Tunggu... keputusan? Keputusan apa yang salah?! Aku tidak merasa pernah membuat keputusan sampai menyebabkan Amara kesal. Ck...

Dan... mereka bertiga? BERTIGA???

"Salah gue apa? Terus kenapa lu bertiga?" Kataku tanpa menutupi rasa kesal.

"Gue ga tau salah lu apa. Ga guna juga lu nanya gue dan ngomel ke gue. Tapi yang jelas, Amara ga mau ngomong sama lu dan dia juga ga ijinin Nicky ngomong sama lu. Walaupun Nicky juga ga mau ngomong sama lu sih. Dua-duanya ngambek dan mogok bicara sama lu. Dan.... seperti kata lu dan Leo, gue Cuma berusaha mengejar dan cari kesempatan yang ada. Mengejar Amara..." Ello mengakhiri penjelasannya dengan kekehan.

"Mogok??? Astaga. Tapi kenapa Nicky ikut-ikutan?! Terus gue mau nanya tentang Anika gimana caranya? Dan... lu udah baikan sama Amara?"

Jujur saja, kenapa aku tidak bertanya satu-satu, dan Ello juga jawab satu-satu?! Ribet sekali! Tapi ya sudahlah. Lebih efisien dan cepat. Yang penting semua terjawab!

"Kata Amara, lu cukup baca surat dan ga usah banyak tanya. Katanya lu pasti ngerti. Dan... gue lagi proses baikan. Cuma, sekarang gue Cuma status supir dan bodyguard doang... Indonesia kurang aman kalau dibuat jalan-jalan dua orang cewek bro."

Setuju sekali. Kalau begitu, aku merasa sedikit lega karena ada Ello di sana. Aku tidak ingin terjadi apapun pada Nicky, dan Ello itu tidak diragukan lagi kemampuan bela dirinya!

"Dan besok dari Bandung, kita mau ke Jogja. Setelah itu Bali, Lombok, Raja Ampat, Manado, yahhh... keliling Indonesia." Tambah Ello.

"Gila lu! Gue udah ga ngerti lagi..." kataku jujur. Anakku benar-benar seperti diculik!

"Gue juga ga ngerti."

"Tapi di kesusahan gue, lu beruntung! Bisa punya kesempatan sama Amara." Kataku iri.

"Lah, lu juga beruntung dong. Bisa punya waktu sama Anika."

Ya... beruntung tapi juga tidak beruntung. Aku bisa melihat wajahnya lagi dan merasakan kehadirannya. Tapi sekaligus aku merasa canggung dan sakit hati karena kenyataannya Anika sudah punya kekasih.

Huff...

"I miss my Nicky..." kataku sedih. Aku ingin memeluk Nicky, bukan boneka Nicky yang bertebaran di kamarnya!

Setidaknya hanya di depan Nicky, aku bisa sepuasnya menjadi ayah sekaligus anak kecil. Aku merindukan Nicky karena aku sedih dengan kenyataan yang baru saja aku dengar dari ibunya.

"But she doesn't! Dia dan Amara lagi nikmatin makan malam dengan bahagia. Ga ngerti lagi. Mereka kecil tapi makannya kayak harimau kelaparan! Hahahhaa... Tapi menyenangkan bisa bersama mereka."

"Heh, kenapa jadi lu bertiga kayak liburan keluarga?! Dia anak gue!" Kataku tidak terima.

"Iri tanda tak mampu. Hahaha... Tapi gue berharap suatu hari nanti bisa begini. Pinjem anak lu dulu ya."

"Sialan lu! Anak gue bukan barang! Awas anak gue kenapa-kenapa!" Ancamku.

"Mana mungkin kenapa-kenapa. Anak lu kan jalan-jalan sama dua orang dokter! Kalau sakit, ada dokter anak yang bisa nyembuhin. Kalau dia stres, ada gue yang bisa kasih terapi gratis. Lu urus aja tuh masalah lu." Sindir Ello.

Aku hanya bisa mendengus kesal.

Tapi Ello benar. Mereka dokter dan tidak ada dokter tolol yang sampai tidak bisa memberi pertolongan pertama pada seseorang yang sakit! Mereka bisa menjaga Nicky dengan baik, aku tahu itu. Tapi aku tidak suka dengan kenyataan itu! Mereka bertiga sedang asyik-asyikan!

"Hei... Anika ga berubah ya. Dia masih sama..." kata Ello tiba-tiba.

"Ya..." Anika memang tidak berubah.

"Gue sempet ngobrol sebentar waktu di bandara. Dia masih Anika lu yang dulu, yang berhasil bikin lu berhenti dari aksi gila nananina lu. Dan gue ga raguin, bahkan Leo juga, kalau hubungan ibu dan anak itu ga bisa dipisahin. Nicky manggil Mommy ke orang yang tepat."

Deg.

Nicky memanggil Anika dengan 'Mommy'?

Aku kira.... Nicky akan kesal pada ibunya yang meninggalkannya. Aku kira Nicky akan marah. Aku kira....

Benarkah Nicky memanggil Anika dengan 'Mommy'?

I Love Her 3 : NicholasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang