Beberapa tahun kemudian...
"Pa..."
"Ya sayang?" tanyaku sambil merangkul Nicky yang duduk di sampingku.
Kami sedang menikmati hari Minggu tenang di rumah sambil menonton televisi. Bukan film yang menarik, tapi yang kami rasakan hanyalah perasaan kebersamaan kami di satu hari dalam seminggu ini. Waktu kebersamaan kami. Waktu ayah bersama putrinya.
"Makan pasta yuk." Ajak Nicky.
"Kamu mau pasta?"
"Ya..."
Baiklah... Ini permintaan putriku yang ku cintai sepenuh hati. Mana mungkin aku menolak titahnya? Sekalipun aku raja, Nicky akan selalu terlayani dengan kasih sayang dan seluruh kekuatan yang kumiliki.
Karena dialah nafasku saat ini. Dia adalah hidupku!
Aku pun pergi ke dapur, menyiapkan semua bahan dan mulai memasak semuanya. Sepertinya ini akan menjadi keahlianku selain berada di ruang operasi dan menunggui seorang bayi keluar ke dunia.
Nicky menungguiku di meja makan. Yah, jika dia ada di dapur, maka yang terjadi adalah disaster! Nicky tidak bisa membantuku sama sekali. Dia pasti mengajakku bercanda, dan kami berakhir dengan lempar-lemparan tomat! Akhirnya, kami akan kerja rodi membersihkannya. Jadi lebih baik, dia menunggu!
Hubunganku dan Nicky memang seperti itu. Kami dekat... sangat dekat malah! Dia anak tunggal dan satu-satunya. Aku menyayanginya dan sekalipun Nicky putriku, tapi aku lebih ingin menjadi temannya. Setidaknya dengan begitu, aku bisa lebih dekat dengannya. Mendengar semua keluh kesah dan apapun isi hatinya. Bukan seperti ayah yang selalu menegur tanpa mendengar keseluruhan cerita terlebih dulu!
Satu jam kemudian, pasta sudah jadi dan Nicky memakannya dengan lahap. Walaupun baru dua jam yang lalu kami makan siang, tapi Nicky tidak pernah menyisakan makanan favoritnya ini. Karena itu, aku mau saja saat diminta membuatkannya pasta. Rasanya bahagia melihatnya begitu menikmati setiap suap yang dia makan.
"Pa... apa Papa masih mengingat Mommy?" Tanya Nicky tiba-tiba.
Aku berhenti makan dan hanya bisa menanggapi dengan tersenyum. Pertanyaan Nicky memang membuatku kaget, tapi aku sudah mempunyai jawabannya jika pertanyaan ini diajukan kepadaku. Dan jawabannya akan selalu sama.
"Bagaimana mungkin aku tidak mengingat orang yang melahirkan anakku yang cantik ini?"
Dan orang yang pernah dan akan selalu ada di hatiku. Lanjutku dalam hati.
"I miss her..." Nicky menunduk dan hanya menggulung pastanya pada garpu.
I miss her too... I miss her so much! Sampai rasanya terlalu sulit untuk diungkapkan dalam bentuk kata-kata. Jika Leo bahagia bersama Alena, dan Ello bahagia bersama Amara, maka kebahagiaanku adalah bersama Anika!
Sayangnya... Kisahku berbeda.
Leo masih mempunyai kesempatannya. Dia hanya perlu menunggu, dan terbukti! Usaha menunggunya membuahkan hasil!
Demikian juga Ello. Dia punya kesempatan. Kesempatan besar malah! Dia masih bisa mengejar! Mengejar cintanya yang juga mencintainya!
Sedangkan aku?
Aku tidak mempunyai kesempatan itu. Aku harus merelakan Anika... merelakan dia pergi tanpa bisa menunggu atau mengejarnya!
"Pa... Apa yang membuatmu mencintai Mommy?"
"Hei.. pertanyaan macam apa itu! Kamu itu kan masih kecil! Baru juga kelas tiga SD!" Tegurku.
"Cuma mau tau. Kenapa Papa mencintai Mommy? Karena aku juga tidak mengerti kenapa Julian menyukai Della."
"Julian???" Kataku tidak percaya.
"Tetangga di samping rumah, Pa. Tetangga baru itu..." Jelas Nicky.
"Ohhh... hm.. Papa kira kamu menyukai Rey, kenapa sekarang Julian?" Tanyaku sungguh-sungguh.
Jadi aku harus menghadapi yang mana? Menjauhkan si Rey atau Julian ini? Tapi aku belum pernah melihat bocah ingusan bernama Julian ini. Memang sih, aku tahu ada tetangga baru. Tapi aku belum sempat menemui anaknya. Nicky yang paling antusias dengan hal tersebut! Apalagi jika seumur dan.... tampan?
Wow wow... Aku jelas akan menjauhkan si bocah ingusan ini!
"Pa! Itu ga ada hubungannya sama pertanyaanku!" Protes Nicky.
"Hahaha.. iya sayang. Hm... tidak tahu. Papa hanya mencintainya begitu saja. Mungkin karena Mommy mu itu ya seperti itu... dari saat pertama kali melihatnya, dia... berbeda. Dan ketika dua kalinya bertemu, mungkin Papa terpesona dan langsung jatuh cinta padanya." Jelasku jujur dan sesederhana mungkin.
"Aneh..."
"Biar saja!"
"Menurut Papa, Mommy sekarang dimana?" Tanya Nicky antusias.
Entahlah... Aku tidak punya jawabannya sama sekali.
"Mommy sakit kan? Itu yang Tante Amara bilang. Juga Uncle Leo dan Uncle Ello bilang..."
"Ya. Sakit."
Anika sakit. Kanker. Ah, bagaimana keadaannya sekarang? Apa dia melakukan kemo? Apa dia melakukan operasi? Hm...
"Papa percaya Mommy bisa sembuh?"
Aku tidak tahu. Sekalipun aku dokter kandungan dan aku tahu pun, aku tidak ingin mengatakannya. Aku terlalu takut mendengar semua kenyataannya itu! Biar saja apa yang aku yakini tentang Anika, akan terus menjadi apa yang ku yakini.
Walaupun aku ragu dengan semua yang aku yakini...
Bukankah aku sudah merelakan semuanya?
"Kalau Mommy sembuh dan datang ke rumah atau berdiri di depan rumah, apa Papa akan membukakan pintu dan membiarkannya masuk?" Tanya Nicky yang sudah melantur kemana-mana.
Apa pasta bisa membuat pikiran Nicky melantur ya? Tapi ya sudahlah. Nicky hanya bertanya, dan kalau aku bisa jawab, kenapa tidak aku jawab?
"Tentu saja. Kalau dia sembuh dan dia pulang, pintu akan terbuka lebar untuknya." Kataku sungguh-sungguh.
Aku kembali menyelesaikan makananku dan meminum segelas air sampai habis. Baru saja aku bangkit berdiri, dan Nicky langsung membuatku kaget dengan kalimat yang terlontar dari mulutnya.
"Kalau begitu, sebaiknya Papa segera ke pintu depan karena Mommy sudah menunggu satu jam di sana."
Aku melotot. Mencerna setiap kata yang Nicky bilang tadi. Sungguh, ini lelucon kan? Tapi Nicky mana mungkin bisa membuat lelucon seperti ini? Terlalu jenius jika dia bisa membuat semua pertanyaan tadi dan diakhiri dengan sebuah kebohongan!
Tapi kalau ini sungguh nyata......
"Tadi Tante Amara bilang pesawatnya Mommy sudah tiba, dan Uncle Ello sudah mengantarnya sampai di depan rumah. Mommy di depan sejak sejam yang lalu."
Tidak! Ini tidak bercanda!
Aku langsung berlari dari ruang makan ke pintu depan. Sungguh, rasanya gemetar jika memang Semua itu terjadi. Apa kesempatan itu ada untukku sekalipun aku merelakan semua ini? Kumohon, jika ini hanyalah lelucon ataupun mimpi, kuatkan hatiku! Sungguh, aku perlu tetap waras untuk menjaga anakku!
Setelah menghela nafas dalam. Dan dengan hati yang siap, aku membuka pintu lebar-lebar...
"Hai Nicholas, boleh aku masuk? Maksudku... masuk ke rumah ini untuk selamanya tinggal bersamamu dan Nicky? Kata Nicky, dia menumpahkan susu cokelatnya di atas surat cerai kita. Jadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love Her 3 : Nicholas
Любовные романыTrilogi 'I Love Her' Mengisahkan tiga orang dokter muda, tampan, dan pujaan di rumah sakit. Leonardo, Marcello, dan Nicholas. Mereka tidak mengenal cinta, sampai suatu kali cinta datang menyapa. Mengetuk pintu hati mereka dan meminta ijin untuk mas...