Aku kira telingaku salah mendengar. Tapi semakin lama semakin jelas suara isakan itu. Terlalu dekat jika aku menganggapnya tidak ada.
"Anika.. hei, sayang... kenapa menangis?" tanyaku khawatir.
Aku berusaha untuk melepaskan pelukan untuk melihat wajahnya. Aku ingin menghapus air matanya, tapi Anika menolak. Dia menangis, terisak di pelukanku. Malah semakin memelukku erat.
Aku pasrah dan hanya bisa membalas pelukannya. Dalam pikiranku, terus bertanya-tanya apa yang menyebabkan Anika menangis. Apa aku sudah menyakitinya?
"Jangan menangis lagi, sayang..." Bujukku.
Rasanya begitu sakit mendengar tangisan dari seseorang yang ku cintai. Ingin sekali aku berbuat sesuatu, tapi aku tidak tahu harus berbuat apa. Anika terus memelukku erat, membatasi pergerakanku. Yang bisa aku lakukan hanya dalam posisi seperti ini tanpa melakukan apapun.
Huff...
"Bilang sama aku, ada apa? Apa yang membuat kamu sedih?? Hm..."
"Nic... Nic... Aku..."
"Ya?" Aku menunggu dengan sabar.
"Aku minta maaf."
Aku mengerutkan dahiku bingung. Anika minta maaf? Tapi untuk apa??
"Maaf untuk?"
"Maaf ninggalin kamu sendirian di sini.. maaf..."
Aku terdiam. Jujur saja, aku tidak pernah menduga kalau Anika akan meminta maaf karena kepergiannya. Aku tidak melihat kepergiannya sebagai suatu kesalahan sampai dia harus meminta maaf dan menangis. Aku tidak mengharapkan permintaan maafnya sama sekali. Tidak sama sekali.
Tapi aku urungkan untuk mengatakannya, dan terus mengelus rambut hitamnya yang panjang.
"Maaf aku bukan wanita yang baik. Maaf ..."
Bukan?
Hei, Anika itu wanita yang baik! Istriku adalah wanita yang baik! Mana mungkin aku mau menikah dengan wanita yang tidak baik! Aku memilih wanita yang baik dan orang itu ada di dalam pelukanku sekarang ini!
"Maaf aku bukan wanita yang baik, Nic... Maaf..."
"Ga usah minta maaf." Kataku tidak tega. Anika terus menangis dan mengatakan maaf di sela-sela tangisannya. Aku sudah jengah dengan permintaan maaf yang tidak perlu dia ucapkan itu.
"Semua salah aku, maafin aku Nic..."
"Ssst... udah. Jangan bilang maaf lagi."
"Maaf..."
"Udahh..."
"Maaf Nic... Maaf..."
"Anika!" Bentakku.
Akhirnya Anika diam. Lelah rasanya mendengar maaf berulang-ulang. Aku tahu dia benar-benar menyesal sudah pergi. Dan itu cukup! Aku tidak perlu mendengar jutaan maaf lagi untuk hal yang sama!
Aku menghela nafas dalam.
Jujur saja, aku lelah dengan semua kegilaan ini. Tapi aku tidak ingin membuang semua yang sudah terjadi. Aku ingin kata 'kami' akan selalu ada. Aku ingin setiap kenangan di antara kami akan terus terkenang. Aku ingin setelah enam tahun berlalu, kami masih mengingat 'kami'.
Semua pertemuan dan kebersamaan yang pernah terjadi...
"Kamu masih ingat saat kita pertama kali bertemu dulu?"
Hal itu yang terlintas pertama kali di kepalaku. Entah kenapa, tapi aku ingin mengingat semuanya sekarang... Setelah enam tahun terlewat tanpa anniversary. Aku ingin mengingat apapun yang terjadi di masa lalu... Apapun!
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love Her 3 : Nicholas
RomanceTrilogi 'I Love Her' Mengisahkan tiga orang dokter muda, tampan, dan pujaan di rumah sakit. Leonardo, Marcello, dan Nicholas. Mereka tidak mengenal cinta, sampai suatu kali cinta datang menyapa. Mengetuk pintu hati mereka dan meminta ijin untuk mas...