NICO - tigabelas

10.5K 688 5
                                    

Selesai makan dan berberes, aku dan Anika tenggelam dalam keheningan panjang di ruang santai. Televisi nyala, mata kami juga menatap lurus ke depan. Tapi aku yakin dengan pasti kalau tidak satupun dari kami berniat untuk menonton.

Aku terus melirik Anika dari sudut mataku. Memperhatikan gerakan-gerakan kecil karena kegelisahannya. Jari-jarinya yang saling bertautan meremas-meras. Berkali-kali dia menggigit bibirnya. Aku tahu dia gelisah karena keadaan kami.

Tapi aku juga merasakan hal yang sama! Berkali-kali aku meliriknya, dan seperti orang bodoh menonton televisi setiap kali Anika hampir memergokiku. Aaarrgggh!

Rasanya ingin sekali aku mendekapnya... memeluknya dan menumpahkan semua kerinduan! Bukan diam-diaman seperti tak saling kenal begini!

Aku ingin memeluknya...

Aku ingin menciumnya...

Aku ingin....

Huff...

Tapi apa Anika mau?

Apa Anika mau ku peluk? Apa dia menginginkan sebuah pelukan sebagai penghilang rasa rindu, juga derai air mata karena akhirnya kami bertemu lagi? Apa jangan-jangan hanya aku yang merasa seperti ini?

Oh my... Aku sungguh merindukannya dan.... Aku benci keheningan seperti ini. Aku tidak suka keheningan ini sama sekali! Tapi bagaimana mencairkan suasana ini?! Aku takut untuk memulai pembicaraan. Aku takut salah bicara dan malah membuat masalah! Aku takut ....

Aku takut Anika pergi dariku!

Huff... Tapi bukankah kalau begini, aku juga seperti mengusirnya pergi? Kalau aku diam, bukankah aku menunjukkan ketidaksukaanku karena kehadirannya?

Oke, aku akan bicara.

"Bagaimana kuliah desain kamu di Paris?" tanyaku mencari topik pembicaraan. Hanya ini yang terlintas!

"Baik." Jawabnya singkat.

"Sudah mendapatkan apa yang kamu mau?" tanyaku tanpa pikir panjang. Bahkan suaraku terdengar datar.

Bodoh! Kenapa aku malah bertanya seperti itu! Kemana perginya kepintaranku bicara?! Baik, pertanyaan tadi memang sangat teramat pintar karena secara tidak langsung aku seperti menyindirnya telak!

"Hm... ya. Tapi aku masih belum terkenal sampai orang tahu namaku." Katanya sambil menunduk.

Aku tidak mendengar adanya kebahagiaan atau kekesalan dengan jawabannya. Datar. Sama seperti saat aku menanyakannya.

Dan lagi-lagi.... Hening. Aku bingung dan merasa bersalah dengan pertanyaan sebelumnya. Aku .... Tapi aku harus bicara! Aku tidak mau diam-diam seperti ini!

"Apa kau bahagia selama lima tahun ini?"

Aku tahu itu pertanyaan bodoh. Tidak seharusnya aku menanyakannya. Bukankah lebih baik kalau aku menanyakan kabar dan apa yang dia lakukan selama di Paris?

Ck, sejak kapan Nicholas Hadinata yang pintar berkata-kata dan merayu jadi seorang yang blak-blakan dan tidak bisa mengontrol kalimat yang keluar dari mulutnya?!

Tapi aku ingin sekali mengetahuinya. Jujur saja, aku tidak peduli dengan apa yang dia lakukan di Paris. Mengejar impian, memanjat menara Eiffel, atau berenang di sungai Seine.... Jujur aku tidak peduli jika memang itu yang dia lakukan!

Pertanyaan blak-blakan itu lah yang aku ingin tahu. Apa dia bahagia di sana? Meninggalkan aku dan anak kami selama bertahun-tahun. Apa dia bahagia menjalani hidupnya? Apa dia cukup makan dan tidur? Apa dia tersenyum tiap harinya? Apa dia tertawa bahagia bersama teman-temannya? Aku ingin tahu apa dia seberapa bahagianya Anika. Aku ingin tahu! Karena selama enam tahun ini aku tersiksa. SANGAT TERSIKSA.

Aku tersiksa dan aku selalu merasa kurang bahagia. Nicky memang anugerah yang sangat luar biasa bagiku. Dia membawa kebahagiaan di setiap hari-hariku. Dia putriku dan malaikatku... Tapi masih ada yang kurang.

Yaitu ... Anika!

Huff... Anika hanya diam. Tidak menjawab, malah menunduk dan melihat tangannya yang berpangku di atas kedua pahanya.

Apa dia bahagia sampai tidak mau mengatakan apapun kepadaku? Apa dia hanya tidak ingin menyakiti perasaanku kalau dia terlalu bahagia lepas dari rumah ini? Dari tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu?

Apa?! Kenapa dia hanya diam?!

Aku hanya bisa menghela nafas dalam. Aku tahu ini sulit. Aku tahu memulai semua dan mengembalikannya seperti awal akan sangat sulit. Tapi aku mau mencoba! Aku ingin mencoba ...

Dan aku harap tidak akan ada penghalang lagi. Aku akan mempertahankan Anika mati-matian jika ada lagi hal yang akan menjauhkannya dariku. Aku ingin semua kembali!

"Apa kau punya kekasih di sana?" Tanyaku langsung. Aku ingin memastikan semuanya.. Aku ingin menyelesaikan semua! Aku lelah kalau terus terombang ambing. Aku ingin memeluknya!

Anika menunduk. Dengan sabar aku menunggu. Tapi Anika masih diam, dan aku pun berniat untuk mengulang pertanyaanku. Sayangnya, Anika menjawabku.

"Ya." katanya lirih.

Mataku nyaris keluar dari tempatnya. Aku tidak percaya. Bahkan aku nyaris berteriak kaget dan ingin memaki saat mendengar jawabannya. Dia sudah punya kekasih?! Anika punya kekasih??! Damn!

KAMI BELUM BERCERAI!

Bagaimana mungkin dia sudah...... What the...?!

Jadi Cuma aku yang tersiksa memikirkannya siang malam di sini?!

I Love Her 3 : NicholasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang