Prolog

481 75 31
                                    

PROLOG

***

Suasana kantin yang berada di dekat koperasi cukup normal, sesekali obrolan yang diselingi oleh tawa terdengar.

Tampak sekumpulan cowok yang duduk di area tengah meja sedang heboh memainkan permainan online. Sesekali kalimat-kalimat kasar terucap oleh dua orang dari tiga cowok yang duduk di sana.

"Victory!" seru cowok bernama Langga. Cowok dengan rambut berantakan dan seragam yang tak tertata rapi itu tersenyum senang, iris mata hitam legamnya mencerminkan emosi bahagia. Hanya ia satu-satunya cowok yang masih belum berkata kasar dalam permainannya.

Dean, cowok blasteran Eropa-Indonesia dengan rambut ikal hitamnya mengangguk senang. Iris mata hijaunya yang tenang, kulit putihnya yang halus, serta senyuman manis yang tertera di bibirnya terlihat sempurna. Tak heran apabila ia memiliki banyak penggemar meski nyatanya ia merupakan siswa dari kelas X-7, kelas dengan kasta terendah di SMA Alater Wijaya.

SMA Alater Wijaya merupakan SMA swasta berdedikasi A, tempat yang luas dan nyaman, terdapat dua lapangan outdoor dan indoor, kantin yang luas, dan banyak tempat yang Instagramable.

Namun, nyatanya, SMA Alater Wijaya sangat memandang penuh pada nilai dan kemampuan siswanya. Terdapat tujuh buah kelas yang membedakan setiap siswanya. Misalnya kelas dengan tingkat 1 yang rata-rata menempatkan siswa dengan nilai dan kemampuan yang tinggi, sebaliknya dengan kelas tingkat 7 di mana para siswanya memiliki nilai pas KKM dan tidak memiliki kemampuan apa pun. Semakin rendah tingkat kelasnya, semakin rendah pula tingkat kemampuan siswanya.

Dirga, cowok yang terkenal kalem itu mengembuskan napasnya, lalu menutup ponselnya. Ia meraih jus alpukat di atas meja dan sedikit menyesapnya.

"Dir, udahan?" tanya Dean yang melihat Dirga menutup ponselnya.
Dirga mengangguk. "Capek. Kalian aja."

Iris mata hitam Dirga mengikuti arah seorang gadis yang baru saja melewati meja mereka, gadis itu pergi menuju koperasi yang berada di dekat mereka. Tanpa disadari, senyuman Dirga timbul, menarik perhatian Dean dan Langga yang baru saja mau memulai permainan kedua mereka.

Langga yang duduk di samping Dirga menyikut temannya sedari kecil itu. Dirga berdecak, tetapi iris matanya tak menatap Langga.

"Apaan, sih?"

"Liatin apa, sih?" tanya Langga yang ikut melirik arah pandang Dirga. Iris matanya membulat. Seorang gadis dengan surai panjang, kulit putih, dan iris mata cokelat baru saja kembali dari koperasi sekolah.

Dirga menyikut Langga ketika menyadari bahwa cowok itu ikut melirik cewek yang kini memasuki ruangan kelas dengan tabel nama X-1. "Dia punya gue!" sahutnya.

Dean berdeham. "Terserah."

"Nggak cocok kalau buat lo, mending buat gue," balas Langga sambil tersenyum remeh.

"Ga, lagian gue duluan yang pertama kali liat dia, lo nggak bisa seenaknya nyuri dia dari gue kayak gitu!" protes Dirga.

Langga masih belum menyurutkan senyumannya. Pantas saja Langga tidak pernah melihat gadis itu. Sebab, kelas sepuluh satu diisi oleh banyak murid rajin sehingga hal yang langka jika melihat mereka berkeliaran di sekolah dan bukannya belajar. Hal itu bisa dilihat dari prestasi mereka saat di sekolah menengah pertama dulu.

Berbeda dengan Langga yang ditempatkan di X-7. Yah, nilainya cukup buruk meski masih di atas KKM.

Dean menjentikkan jarinya di hadapan Langga ketika sadar bahwa cowok itu malah melamun. "Lo kenapa?" tanya Dean dengan dahi terkernyit.

"Yang tadi, cakep," balas Langga tersenyum miring, ia mengacak rambutnya yang sudah berantakan.

"Kan udah gue bilang, yang tadi punya gue!" protes Dirga.

Langga menggedikan bahu, tangannya meraih jus jeruk di atas meja dan mengaduknya dengan sedotan.

"Gimana kalau ...." Langga menggantungkan kalimatnya, membuat Dirga maupun Dean mewanti-wanti penasaran.

"Gimana kalau gue dapetin cewek tadi, dan kalau gue berhasil, gue bakalan kasih kalian apa yang kalian mau."

"Deal!" ucap Dean dan Dirga bersamaan.

Meski Dirga sedikit tidak rela, Dirga tetap menyetujuinya. Keinginan yang sudah ia inginkan dari dulu harus segera terwujud. Ya, apa yang nggak akan cowok tajir itu beri, kan?

***

Halo, Believers (buat kalian yang mau ngestan cerita ini, lho emang mau?) Aku Luna-cuma nama pena, aku hargai banget buat kalian yang repot-repot mampir ke sini, baca work aku. Kalian itu berharga banget tahu nggak?

29 September 2020

Believe [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang