Tteonajima

2.1K 316 25
                                    

Rose menatap amplop yang ada ditangannya. Jadwalnya adalah besok pagi pukup 8 pagi.

Dia menghela nafasnya lalu berfikir keras. Dia memang sangat ingin mengambil beasiswa itu. Karna itu memang mimpinya, menjadi seorang musisi.

Tapi disisi lain, dia tidak mungkin meninggalkan Jennie. Jennie sangat membutuhkannya, begitu juga sebaliknya. Ini membingungkan.

Dia mengambil ponselnya. Menekan nomor yang tertera disana.

"Yeoboseyo?"

"Eonnie-yaa"

"Eoh? Wae?"

"Aniyo, aku hanya merindukanmu"

"Jangan berbohong. Kau fikir aku tidak tahu huh? Ceritalah"

"Aku mendapat Beasiswa"

"Aku tahu. Masalahnya apa?"

"Eumm... Beasiswa ini mengharuskanku bersekolah di Paris tapi...  Kau tahu aku tidak bisa meninggalkan Jennie. Aku harus bagaimana?"

"Aaah arraseo, kau... Tidak bisa meninggalkan Jennie, tapi kau sangat ingin mengambil beasiswa itu eoh?

Dengar Chae, Jika menurutmu meninggalkannya adalah hal terbaik maka pergilah. Tapi ingat, terbaik untuk siapa? Kau juga harus memikirkan mimpimu bukan?

Aku tidak menyuruhmu meninggalkannya. Tapi itu baik untuk hatimu. Tapi itu semua kembali padamu. Semuanya terserah padamu."

"Eoh, arraseobnida. Gomawo eonnie"

Dia memutuskan sambungannya lalu mulai berkemas. Dia memutuskan untuk mengambilnya. Semoga keputusannya benar.

Setelah selesai dengan kopernya, diaenyimpan koper itu dibawah ranjang. Dia mengatur alarm dan membaca Novel mengingat hari masih sore.

Novel yang membuat hatinya tersentuh. Entah kenapa cerita itu sangat mewakili perasaannya saat ini.

Dia membenarkan kacamata yang bertengger di hidungnya. Terlalu banyak membaca membuatnya semakin rabun.

Dia membuang novel itu ke atas kasur. membaca novel itu malah membuat hatinya semakin sakit.

Rose pov

Ting tong

Bel apartemen berbunyi. Aku beranjak membuka pintu.

"Jennie?"

"Rosie..." dia memelukku.

"Gwenchana?" tanyaku. Dia menggeleng. "Wae? Orang tuamu lagi?" dia menggeleng lagi.

"Wae? Bicaralah padaku" aku mengangkat kepalanya.

"Kau kenapa Jen?" aku mengelus pipinya.

"Aku hanya ingin menginap."

"Hanya itu?"

"Hmm. Aku merindukanmu" ucapnya.

"Hey, kita baru tidak bertemu satu hari." ucapku mencubit hidungnya.

"Entahlah, mungkin karna aku membutuhkanmu" ucapnya.

Aku membantunya berjalan lalu Kami duduk di sofa. "Kau sudah makan?" tanyanya.

Friend TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang